View Full Version
Selasa, 22 Jan 2013

MUI Tolak & Lawan Kelompok Liberal yang Melarang Khitan Perempuan

JAKARTA (VoA-Islam) – Ada upaya sistematis oleh kelompok liberal melalui berbagai media dalam bentuk pembangunan opini masyarakat yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan pelarangan resmi tentang kiutan perempuan. Atas pelarangan khitan tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bersama sejumlah Islam menyatakan menolak larangan khitan pada perempuan.

“Khitan merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Melaksanakan khitan adalah bagian dari ibadah,” demikian dikatakan Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin dalam jumpa pers di kantor MUI, Jakarta, Senin (21/1/2013).

Dalam jumpa pers tersebut, KH. Ma’ruf Amin didampingi oleh H. Natsir Zubaidi, Ust. Dr. Amirsyah Tambunan (Wasekjen MUI), dan Ustadz Asrorun Niam (anggota Komisi Fatwa yang juga aktif di KPAI). Juga hadir pakar Fiqh perempuan yang juga Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. Dr. Chuzaimah B. Yango.

Menurut  MUI, dalam ajaran Islam, khitan perempuan hukumnya khilaf antara wajib, makrumah, dan sunnah sesuai Fatwa MUI. Terkait khitan perempuan, MUI telah mengeluarkan fatwa dengan nomor 9.A Tahun 2008  (tertanggal 7 Mei 2008). Fatwa tersebut berbunyi: Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Dan khitan perempuan hukumnya makrumah (ibadah yang dianjurkan).

Adapun tatacara pelaksanaan khitan perempuan menurut ajaran Islam adalah cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris. Ajaran agama Islam melarang praktek khitan perempuan yang dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan bahaya.

“Beberapa di daerah tatacara khitan perempuan dilakukan secara berlebihan. Olehkarenanya, MUI menegaskan, tatacara khitan terhadap perempuan harus sesuai yang disunnahkan,” kata KH. Ma’ruf Amin.

Seperti diketahui, Undang-undang Dasar 1945 menjamin setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinannya, sebagaimana disebutkan pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

Atas dasar itu, MUI dengan tegas menyatakan menolak pelarangan khitan perempuan oleh pemerintah atau pihak manapun, karena khitan perempuan merupakan bagian dari ajaran agama, yang melaksanakannya, dan merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD

Lebih lanjut, MUI mengatakan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/MENKES/PER/2012 tentang Sunat Perempuan, telah sesuai dengan amanat UUD 1945, Fatwa MUI, dan aspirasi umat Islam. Karenanya, MUI dan Ormas-ormas Islam mendukung Permenkes tersebut.

MUI meminta kepada Pemerintah untuk tidak mengindahkan setiap upaya dari pihak-pihak manapun yang menginginkan adanya pelarangan khitan perempuan di Indonesia. Karena hal itu bertentangan dengan ajaran agama Islam, amanat UUD 1945, dan Hak Asasi Manusia.

MUI mendorong Pemerintah dan Pemerintah Daerah, cq Kementerian Kesehatan dan Dinas-dinas Kesehatan, Organisasi profesi kedokteran serta tenaga kesehatan (IDI, IDAI, IBI, dan lain-lain), termasuk ormas-ormas Islam untuk men-sosialisasikan Permenkes tentang Sunat Perempuan sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan khitan perempuan muslim di Indonesia.

“Termasuk merumuskan SOP tentang khitan perempuan serta menjadikannya sebagai salah satu materi dalam kurikulum pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan lainnya, “ kata Amirsyah Tambunan saat membacakan pernyataan sikap MUI.

MUI juga menghimbau kepada umat Islam di Indonesia agar tetap tetang dan tidak terpengaruh dengan berbagai upaya pembentukan opini yang keliru terkait pelarangan khitan perempuan yang dilakukan pihak-pihak tertentu. desastian


latestnews

View Full Version