View Full Version
Rabu, 22 May 2013

Fadli Zon Tuding Wiranto Bertanggungjawab dalam Politik Huru Hara 1998

JAKARTA (voa-islam.com) – Meskipun sudah 15 tahun berlalu, masih banyak pihak, khususnya generasi muda, yang belum mengetahui secara jelas peristiwa Hutu-Hara Mei 1998. Dengan diluncurkannya kembali buku “Politik Huru-Hara Mei 1998” yang ditulis oleh politisi muda Fadli Zon, diharapkan dapat mengetahui akar masalah, dan siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab, tak terkecuali siapa yang menjadi korban dan siapa kambing hitamnya.

Fadli Zon, orang kepercayaan Prabowo itu, Selasa (22/5) siang meluncurkan dua buah berjudul “Politik Huru-Hara Mei 1998” dan “The Politics of The May 1998 Riots” di Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Hadir sebagai pembedah buku politik tersebut, yakni: Jimly As-Shidiqi (Mantan Ketua MK) dan pengamat politik dan militer Prof. Dr. Salim Said.

Seperti diakui penulisnya, buku ini merupakan hasil kombinasi pengalaman dan kesaksian pribadi, ditambah riset dan wawancara kesaksian para pelaku sejarah yang tahu betul peristiwa Mei 1998.

Sejak diluncurkan pertama kali pada 2004, buku “The Politics of The May 1998 Riots” dan “Politik Hura Hara Mei 1998” dikatakan Fadli, telah mendapat tanggapan yang sangat luas. Atas permintaan public, tokoh Partai Gerindra ini mencetak kembali buku ini. Kini buku “The Politics of The May 1998 Riots” sudah memasuki cetakan II, dan “Politik Hura Hara Mei 1998” memasuki cetakan XI.

Dikatakan Fadli Zon, diskursus huru-hara Mei 1998 seringkali muncul jelang pemilu. Peristiwa ini kadang menjadi komoditas politik, bahkan fakta-fakta yang berkembang tak selalu didasarkan kejadian sesungguhnya. “Banyak rumor dan penyimpangan informasi untuk tujuan berbeda-beda. Bahkan ada upaya menjadikan huru-hara Mei 1998 sebagai kerusuhan rasial. Ini tentu sudah membelokkan sejarah,” kata Fadli Zon.

Fadli yang mengklaim dirinya sebagai salah satu saksi mata Peristiwa Mei 1998, tak ingin peristiwa bersejarah itu dijadikan propaganda yang keliru. Ia tak ingin anak cucu dan generasi penerus bangsa membaca sejarah yang salah, sejarah yang dibuat oleh jenderal yang menang.

Dalam buku tersebut, Fadli kembali mengulas mundurnya Presiden Soeharto. Peristiwa Mei 1998, katanya, tak dapat dipisahkan dari rangkaian krisis menoter yang telah berlangsung sejak Juli 1997 dimulai di Thailand dan menyebar ke beberapa negara lain di Asia, termasuk Indonesia.

“Atas bantuan IMF (International Monetary Fund), krisis moneter Indonesia berkembang menjadi krisis ekonomi dan akhirnya melahirkan krisis politik. Dalam konteks ini, kerusuhan menjadi keniscayaan,” tulis Fadli.

Peristiwa ini merupakan titik tolak perubahan Indonesia memasuki era baru: reformasi. Jenderal Wiranto dinilai Fadli Zon sebagai pihak yang semestinya turut bertanggungjawab dalam peristiwa Mei 1998. Ketika itu terjadi semacam rivalitas dua jenderal: Wiranto dan Prabowo Subianto. [desastian]

 


latestnews

View Full Version