View Full Version
Rabu, 26 Jun 2013

Ustadz Fahmi Suwaidi: HAM Tidak Berlaku Pada Umat Islam

SOLO (voa-islam.com) – Dalam acara talk show “Membongkar Diskriminasi HAM Terhadap Umat Islam” di masjid Baitul Makmur Solo Baru, Sukoharjo pada Ahad (23/6/2013), Ustadz Fahmi Suwaidi SH mengatakan jika pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menimpa kaum muslimin harus segera diatasi.

Bentuk kedzoliman dan pelanggaran HAM yang tergolong sebagai pelanggaran HAM berat tersebut juga merupakan PR besar bagi umat Islam. Selain itu, pelanggaran HAM yang jumlahnya sangat banyak sekali dan terjadi dimana-mana tersebut harus dicari penyelesaiannya secara bersama-sama.

“Kedzoliman dan pelanggaran HAM terhadap kaum muslimin terjadi dimana-mana. Tumpukan pekerjaan rumah atau PR umat Islam dalam urusan kedzoliman yang menimpa umatnya sebenarnya sangat panjang, sangat banyak,” katanya.

...Dalam kaitannya dengan hak asasi manusia, HAM, maka kita bisa melihat rentetan peristiwa yang itu melanggar hak-hak kaum muslimin, melukai rasa keadilan pada mereka (umat Islam -red) dan sampai sekarang masih di diamkan, masih belum mendapatkan satu tindakan yang semestinya...

Pria yang berprofesi sebagai jurnalis di salah satu media massa ini mengungkapkan bahwa pelanggaran HAM terhadap umat Islam tidak mendapatkan penanganan yang serius dari bihak berwenang. Dan yang lebih ironi lagi, pelanggaran HAM tersebut terkesan ditutup-tutupi.

“Dalam kaitannya dengan hak asasi manusia, HAM, maka kita bisa melihat rentetan peristiwa yang itu melanggar hak-hak kaum muslimin, melukai rasa keadilan pada mereka (umat Islam -red) dan sampai sekarang masih di diamkan, masih belum mendapatkan satu tindakan yang semestinya,” ucapnya.

Ia menjelaskan, dalam konstek ke Indonesiaan, banyak sekali pelanggaran HAM yang telah dilakukan pemerintah terhadap umat Islam. Seperti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984, peristiwa Lampung tahun 1991, dan sebagainya.

...Dan (pembantaian dalam peristiwa Tanjung Priok -red) ini terjadi karena umat Islam waktu itu ingin mempertahankan aqidahnya, ingin menyatakan aqidahnya bahwa mereka sebagai muslim, ingin mendaftarkan kehidupannya pada syari’at Islam. Tetapi kemudian terjadi insiden yang menewaskan ratusan orang lebih...

“Kita ingat, belum terlalu lama, saat peristiwa Tanjung Priok terjadi tahun 84. Ketika kaum muslimin menolak diberlakukannya asas tunggal (Pancasila -red). Dimana seluruh ormas dan kelompok masyarakat itu dilarang mencantumkan asas selain Pancasila,” ungkap pria yang juga aktif sebagai penulis buku ini.

Dalam kasus pelanggaran HAM di Tanjung Priok misalnya, pemerintah Orde Baru yang saat itu dipimpin Soeharto, hanya merilis korban jiwa sebanyak tujuh orang. Namun ada sejumlah LSM kemanusian yang melakukan investigasi menemukan lebih dari 300 orang meninggal dunia yang menjadi korbannya.

Kedzoliman dan pembantaian yang terjadi dalam kasus Tanjung Priok, kata Ustadz Fahmi, karena keinginan masyarakat dan kaum muslimin yang hendak menjalankan kehidupannya dengan syari’at Islam. Masyarakat dan kaum muslimin yang hendak mempertahankan aqidahnya justru diperlakukan oleh pemerintah Indonesia secara represif hingga menelan korban jiwa.

...Selama orde baru jelas kasus  ini ditutup. Setelah reformasi sempat dibuka, tapi endingnya kita melihat ternyata hampir tidak ada satupun yang dihukum secara layak karena tindakan itu.

...Dari Panglima waktu itu Beny Moerdani, Pangdamnya waktu itu Tri Sutrisno, Dandimnya waktu itu Rudolf Butar Butar, sampai komandan lapangannya, hampir semuanya lolos dari pengadilan HAM dalam kasus Tanjung Priok...

“Dan (pembantaian dalam peristiwa Tanjung Priok -red) ini terjadi karena umat Islam waktu itu ingin mempertahankan aqidahnya, ingin menyatakan aqidahnya bahwa mereka sebagai muslim, ingin mendaftarkan kehidupannya pada syari’at Islam. Tetapi kemudian terjadi insiden yang menewaskan ratusan orang lebih,” ujarnya.

Pada masa “keemasan” Soeharto, berbagai kasus pelanggaran HAM berat selalu ditutup-tutupi. Namun setelah era reformasi, kasus tersebut kembali dibuka untuk di proses menurut hukum yang berlaku. Akan tetapi, prosesnya pun tidak memuaskan karena HAM memang diciptakan bukan untuk mendukung umat Islam, namun untuk menindas umat Islam.

“Selama orde baru jelas kasus  ini ditutup. Setelah reformasi sempat dibuka, tapi endingnya kita melihat ternyata hampir tidak ada satupun yang dihukum secara layak karena tindakan itu. Waktu itu yang terjadi benturan antara kaum muslimin dengan militer,” tegasnya.

“Dari Panglima waktu itu Beny Moerdani, Pangdamnya waktu itu Tri Sutrisno, Dandimnya waktu itu Rudolf Butar Butar, sampai komandan lapangannya, hampir semuanya lolos dari pengadilan HAM dalam kasus Tanjung Priok karena HAM memang tidak berlaku pada umat Islam,” pungkasnya. [Khalid Khalifah]


latestnews

View Full Version