View Full Version
Selasa, 26 Nov 2013

Abraham Samad & Kisah Ibunya Marah Karena Mengambil Lima Kapur Tulis

Jakarta (voa-islam.com) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, sama-sama menyimpukan korupsi di Indonesia sudah sangat sistemik. Hal ini disampaikan keduanya saat di seminar "Kepemimpinan Indonesia Mendatang", di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Selasa, 26/11/2013.

Samad menjelaskan, bagaimana Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, termasuk mineral, tetapi kenyataannya, masih banyak rakyatnya yang hidup dibawah garis kemiskinan. Lebih 35 juta penduduk Indonesia yang miskin, dan angka pengangguran, lebih 7,5 juta?

Ketua KPK itu, juga menjelaskan sumber daya alam kita sekarang berada di tangan asing dan sangat menguntungkan asing. Bukan memberikan kemakmuran bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Sebagian rakyat Indonesia sungguh sangat susah hidup mereka.

Bahkan, mantan Ketua MK, Mahmud Md, menjelaskan bahwa anaknya yang    menjadi dokter, sedang melakukan “koas” (kerja praktek), di daerah Jawa Tengah, mengisahkan, tentang seorang bapak, yang lebih memilih istri mati, dibandingkan harus membayar biaya rumah sakit karena tidak mampu.

Abraham juga menambahkan utang Indonesia saat sekarang ini, mencapai Rp. 1607 triliun. Sudah hampir melebihi APBN. Ini menggambarkan betapa Indonesia ekonomi sangat rentan. Karena tingkat ketergantungan sangat tinggi kepada fihak luar negeri.

Dibagian lain, menurut Samad, lebih pedih lagi, semua kebutuhan pokok Indonesia harus di import dari luar negeri. Beras, kedelai, jagung, dan buah-buahan, dan produk-produk pertian lainnya, semuanya diimport dari luar negeri, termasuk daging, padahal mestinya tidak perlu Indonesia mengimport dari luar negeri.

Import barang-barang, termasuk kebutuhan pokok rakyat Indonesia semua permainan antara pengusaha kartel dengan pihak pejabat Indonesia, dan semuanya itu membuat sumber korupsi,  dan memanfaatkan jabatan mereka, seperti terjadi dibidang import daging.

Bahkan, menurut Abraham, ada unsur-unsur manipulasi, misalnya sekarang ini dari fihak Australia, membagi-bagikan bahan yang digunakan untuk inseminasi (pembiakan) ternak sapi, di mana dalam waktu singkat sapi bisa beranak, dan proses lebih cepat, dan sangat besar sapi yang hasil inseminasi dengan obat yang diberikan oleh Australia.

Tetapi, sesudah itu, sapi yang diberi suntikan inseminasi itu, menjadi mandul. Ini sebuah negara membuat Indonesia terus bergantung  kebutuhan daging kepada pihak Australia.

Kemiskinan di Indonesia faktor di Indonesia Abraham Samad, disebabkan karena korupsi, di mana korupsi sudah berlangsung se cara sistemik. Mahfud Md juga membenarkan pendapat Abraham, di mana kondisi korupsi sekarang ini, sudah bersifat menyeluruh.

Abraham, menambahkan, pelaku korupsi sekarang ini,  bukan karena “need” (kebutuhan), misalnya seorang pegawai negeri, golongan rendahan, di kelurahan dengan gaji pas-pasan, maka kemudian melakukan pungli. Tetapi sekarang yang melakukan korupsi adalah karakter atau perilaku, karena ketamakan, bukan lagi faktor “need”. Ini semua karena faktor gaya hidup,  dan kecenderungan yang hedonis.

Abraham menegaskan, bahwa KPK berkerjasama dengan Kementerian Pendidikan, di mana sejak dini, mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi akan diajarkan tentang korupsi, agar mereka ketika besar, dan berkuasa tidak korup.

Tetapi, diatas semuanya itu, menurut Abraham adalah keteladanan (tauladan). Ketua KPK itu, memberikan contoh Khalifah Umar Ibn Khattab, belum akan beranjak  tidur, sampai memastikan rakyatnya tidak ada yang lapar, ujarnya.

Abraham, mengisahkan dirinya, ketika masih kanak-kanak, waktu masih sekolah SD, dan ketika pulang sekolah, dia melihat teman-temannya mengambil kapur  tulis, dan dibiarkan oleh  gurunya.

Kemudian, Abraham mengikuti teman-temannya, mengambil lima kapur tulis, dan dibawa pulang, dan diletakkan diatas meja, dekat papan tulis, tuturnya. Tetapi, ibunya melihat lima kapur tulis itu, dan ibunya bertanya kepada Abraham, “Ini kapur tulis dari mana?”, ucapya. “Mengambil dari sekolah, dan Pak Guru membiarkannya”, ujarnya.

Ibunya sangat marah, dan meminta Abraham mengembalikan lima kapur tulis, dan membungkusnya untuk dibawa ke sekolah lagi. Bahkan, saat berangkat, ibunya masih memeriksa tasnya.

Ibunya, menasehati Abraham,”Jangan sekali-kali mengambil barang yang bukan menjadi hakmu”, tegasnya. Pengalamannya di waktu kanak-kanak itu membekas sampai hari ini.

Sekarang yang diambil bukan  hanya kapur tulis, tetapi korupsi sudah semua milik negara diambil, seperti menjadi milik pribadinya. Sementara rakyat hidup sangat susah, dan menderita.

Bahkan, ingin berobat, ketika sakit tidak mampu, dan banyak pasien yang mati. Mau sekolah tidak mampu, dan terpaksa tidak sekolah, meskipun sudah ada  kebijakan wajib belajar. Begitu dahsyatnya akibat dampak korupsi. *mshd.

 


latestnews

View Full Version