View Full Version
Kamis, 28 Nov 2013

Tingkah Pengemis Pengen Naik Haji Vs Tabungan Qurban Nek Wati

JAKARTA (voa-islam.com) Hebat betul profesi bapak asal Subang ini, bergelar bos pengemis. Bos Walang bin Kilon (54) bisa meraup uang puluhan juta dalam setengah bulan! Jakarta adalah surga bagi pengemis buktinya dia sudah 5 tahun mengemis di Jakarta. 

Ketika ditangkap Walang berdalih alasannya menjadi pengemis karena untuk naik haji. Tulus namun karena tak punya fulus akhirnya akal bulus menjadi pengemis dilakoninya. 

"Dia sudah sering ke Jakarta untuk mengemis," ujar Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda

Ia mampu Rp 25 juta dari hasil mengemis selama 15 hari. Bersama temannya Sa'aran (60). Modus yang digunakan Walang yakni membawa gerobak, dan temannya Sa'aran berpura-pura sakit. Mereka mengemis kepada para warga di bilangan Jakarta Selatan. 

Fakta ini mencengangkan karena terungkapnya bos pengemis itu tertangkap pada operasi Selasa (26/11) malam.

Saatnya peran masyarakat mencegah pengemis malas seperti ini menjamur, juga terkait himbauan MUI agar infaq dan sedekah sebaiknya diberikan kepada lembaga zakat dan sedekah atau langsung ke panti asuhan.

Beda Pengorbanan Walang, Beda Pula Dengan Kegigihan Nek Wati

Orang kaya tidak berkurban sungguh terlalu, tapi pemulung yang hidup miskin dengan penghasilan tak menentu dan bisa berqurban, itu membuat siapapun takjub. Nenek Sahati Wati (67), warga Kampung Kutalebak, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat, selama tujuh tahun, menabung untuk bisa berkurban.

Sejak kecil, Nenek Wati sudah harus ikut uwak atau kakak orangtuanya, setelah bapak dan ibunya meninggal.Pernah bekerja menjadi pembantu rumah tangga saat muda, dan kini Sahati yang tinggal sebatang kara harus menghidupi diri dengan menjadi pemulung. Sehari-hari dia mengumpulkan botol bekas, untuk dijual setelah dibersihkan.

Dari penghasilan yang seadanya itu, Sahati menyisihkan sebagian di antaranya untuk mewujudkan keinginannya berkurban. "Ga tentu dapatnya. Nabungnya juga ga tentu. Kadang (dapatnya) Rp 5.000, kadang Rp 6.000, berapa aja dapatnya, paling banyak Rp 12.000," ujar dia.

Sahati mengaku, dia menabung pun tak bisa setiap hari. "Kadang dua dua kali, kadang tiga kali seminggu. Ga tentu," ujar dia. Sahati menyimpan setiap sisihan pendapatannya itu di bawah bantal, dalam sebuah amplop. Bila uang di bawah bantalnya sudah mencapai jumlah tertentu, Sahati menitipkan uang itu pada tetangannya, dengan alasan keamanan.

Tahun ini seluruh jerih payahnya membuahkan hasil. Seekor kambing seharga Rp 2 juta bisa dia beli, sebagai kurban di Idul Adha 1434 H. Kisah ini menjadi pembelajaran dan inspirasi untuk masyarakat.

Menurut Ketua RT di Kutalebak, Yeyet Mulyati, Sahati membeli kambing seharga Rp2 juta untuk dipotong di Hari Raya Idul Adha tahun ini. Uang tersebut merupakan tabungan yang disisihkan Sahati dari hasil jual botol bekas.

“Per satu pekan, Sahati bisa menyisihkan Rp 8.000 hingga Rp12 ribu dari hasil penjualan botol bekasnya. Jika uang yang dikumpulkan di bantal sudah mencapai Rp100 ribu hingga Rp200 ribu, Sahati sering menitipkan uangnya kepada Yeyet.”

Tak ayal, kata Yeyet, warga di sekitar kerukunan yang ia pimpin bangga dan kagum terhadap Sahati. Usia tua dan penghasilan yang pas-pasan, ternyata tidak menghalangi Sahati untuk berkurban.

Kisah Pemulung yang berkurban Tahun 2012, Mak Yati dan Maman

Pemulung sebelumnya, Mak Yati dan suaminya, Maman, membeli hewan kurban berupa dua ekor kambing saat Idul Adha lalu dengan tabungan pribadi yang mereka kumpulkan selama tiga tahun. Pasangan yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung tersebut direncanakan akan menunaikan ibadah haji.

Reiner Daulay mengungkapkan, niat memberangkatkan haji Mak Yati dan suami langsung tercetus tak lama setelah mengetahui kisah Mak Yati. Setelah memastikan kisah tersebut benar adanya, ia langsung mengajak teman-temannya untuk membantu Mak Yati berangkat naik haji.

Mak Yati, pemulung yang berkurban dua ekor kambing saat Idul Adha kemarin, diganjar rezeki puluhan kali lipat. Mak Yati diberi uang, biaya naik haji bahkan dibuatkan sebuah rumah di Pasuruan, Jawa Timur.

Sapi Kurban Tukang Becak Diarak Sebelum Disembelih

Hari Raya Idul Adha tahun ini terasa istimewa bagi Bambang, seorang tukang becak asal Pasuruan, Jawa Timur. Bagaimana tidak, setelah menabung hampir 10 tahun, Bambang akhirnya bisa berkurban seekor sapi senilai belasan juta rupiah.Kampung Pucangan mengarak sapi kurban milik seorang tukang becak bernama Bambang. Sapi yang dibeli dari hasil menabung selama lebih dari lima tahun itu, diarak dari Pos Kamling di ujung kampung menuju lokasi penyembelihan di Masjid Al-Ikhlas.

Bambang (51) yang mengenakan kopiah pagi itu, tampak bahagia. Selama perjalanan menuju masjid, senyumnya terus berkembang, sambil memegang tali yang mengikat pada leher sapi miliknya.

"Alhamdulillah, senang bisa berkurban sapi, Alhamdulillah, " kata Bambang saat ditanya bagaimana perasaannya pada pagi itu.

Dia berharap tahun depan dia bisa berkurban lagi. "Kalau ada uang ya besok beli lagi," kata ayah satu orang anak ini, dengan polos.

Sementara itu, menurut Takmir Masjid Al-Ikhlas, NurSalim Jamil, arak-arakan hewan kurban tersebut merupakan bagian dari syiar Islam, dalam pelaksanaan hari raya kurban 1434 Hijriyah.

"Ini merupakan salah satu Syiar Islam. Supaya anak-anak kita tahu, jika hari ini adalah hari raya kurban," kata Jami. Nah kalo ini patut ditiru, yang kaya segera menabung jangan terlalu konsumtif ya... [adivammar/ades/dbs/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version