View Full Version
Jum'at, 02 May 2014

Pemilu 2014 Harus Diulang, Kecurangan Dari Sabang Hingga Merauke

JAKARTA (voa-islam.com) - Dengan biaya pemilu 2014 ini, yang mencapai Rp 20 triliun, ternyata hasilnya sia-sia belaka. Proses penyelenggaraan Pemilu 2014 terbukti sangat bobrok ditandai dengan banyaknya kecurangan yang melibatkan penyelenggara dan peserta, serta politik uang yang masif dari Sabang sampai Merauke.

Maka Bawaslu bisa membatalkan pemilu 2014 ini. Dengan pemilu bobrok ini, bagaimana akan dapat menghasilan pemimpin baik?

“Dimana-mana terjadi kecurangan, penyelenggara main coblos, tidak netral, politik uang marak. Maka Pemilu kali ini wajib diulang,” kata Jeirry Sumampow, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePI), dalam diskusi di DPD RI.

Menurut dia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menurut UU Pemilu mempunyai kewenangan untuk memberikan rekomendasi kepada KPU. Rekomendasi itu harus dilaksanakan oleh KPU selaku pihak yang menjadi pelaksana dan penanggung jawab Pemilu. KPU pun wajib melaksanakan pemilu ulang jika Bawaslu merekomendasikan untuk diulang.

“Karena itu,  Bawaslu harus menjawab buruknya pemilu sekarang ini dalam rangka menyelamatkan suara rakyat. Kami dari para aktivis sedang mendesakkan kepada Bawaslu agar Pemilu diulang,” kata Jeirry.

Menurut Jeirry, soal jadwal penghitungan itu juga bisa diubah, dan tidak harus mulai 26 April sampai 6 Mei 2014, karena terbukti penghitungan dan pemilu ulang belum selesai. “Tapi, kenapa partai diam, dan masyarakat juga diam? Padahal otak-atik angka di C1 pun bisa berubah. Manipulasi dan politik uang sangat kompleks,” tambahnya.

Di mana setiap caleg dengan kewenangan KPPS bisa membuka formulir C1 tersebut pasca lima hari pileg, maka setiap caleg sudah tahu berapa suaranya, dan lolos atau tidak ke Senayan atau DPRD? Dan, ketika itu pula kata Jeirry, transaksi jual-beli suara antara caleg dengan petugas KPPS atau PPK itu berlangsung.

“Apalagi penetapan suara nasional masih manunggu selama sebulan lagi, dan disinilah taransaksi itu juga berlangsung sampai ditetapkan oleh KPU. Jadi, manipulasi suara itu banyak dilakukan oleh penyelenggara pemilu sendiri, dan semua itu menjadi tanggung jawab KPU,” katanya.

Dibagian lain, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan partai politik atau pun masyarakat yang merasa dirugikan terhadap penyelenggaraan pemilu yang curang yang masif terjadi pada pemilu 2014 ini dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi jika memang memiliki bukti agar pemilu 2014 ini diulang secara keseluruhan.

“Kalau memang partai politik ataupun masyarakat merasa dirugikan atas penyelenggaran pemilu yang tidak beres karena maraknya praktek kecurangan, maka bisa saja parpol atau masyarakat mengajukan gugatan agar dilaksanakan pemilu ulang kepada mahkamah konstitusi. Parpol dan masyarakat harus menyertai bukti,” ujar Asep ketika dihubungi wartawan, Minggu (20/4).

Saat ini berbagai kejanggalan pelaksanaan pemilu sangat terpola dan sistematis sekali. Paling tidak Asep melihat ada kelalaian dan pengabaian yang terpola yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. ”Banyak politik uang, tapi tidak ada tindakan. Yang paling parah dan tidak pernah terjadi selama ini adalah kasus tertukarnya surat suara yang begitu masif.

“Surat suara tertukar terjadi secara masif di lebih dari 20 provinsi ini saja sudah aneh. Terus KPU memutuskan pemilu ulang. Landasan hukumnya apa? Pemilu ulang hanya boleh dilakukan oleh kondisi forst major dan juga karena keputusan MK. Memangnya KPU dan KPUD tidak memeriksa dulu kertas suara sehingga bisa tertukar? Mereka semua punya waktu untuk memeriksa itu kok. Ini kan artinya mereka tidak melakukan itu,” tegasnya,

Asep pun ragu kalau KPU dan jajarannya bisa benar-benar dikatakan independen dengan fakta seperti ini. Sejak awal penetapan DPT saja tidak sinkron antara data KPU dan data dukcapil atau kemendagri. Untuk masalah surat suara, KPU juga tidakperahmenjelaskan berapa sebenarnya surat suara yang mereka cetak? berapa yang dimusnakan dan didistribusikan dan berapa yang salah didistribusikan.

“Ini seharusnya ditegaskan mana data yang benar.Kalau data awal saja tidak beres kan rawan sekali muncul kecurangan.Kalau di kota besar saja pemilu di ulang, gimana dengan daerah yang terpencil karena tertukarnya surat suara. Siapa yang bisa menjamin bahwa semua sudah dilakukan dengan benar,”ujarnya.

Dia pun khawatir pola lama permainan KPU masih terus terjadi hingga saat ini. KPU nampaknya terus memainkan politik balas budi dari peserta pemilu.

“Saya khawatir pola-pola lama yang dilakukan penyelenggara pemilu sejak era orde baru terus dilakukan. KPU selalu berpihak pada partai politik atau capres yang kuat. Ini selalu begitu dari dulu sampai sekarang polanya. Politik uang dan berbagai kecurangan lain dibiarkan. Ini tidak fair. Saya pikir harus ada parpol yang menginisiasi agar pemilu diulang. Sudah berbiaya besar tapi hasilnya masih seperti ini,” tegasnya. (afgh/dbs/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version