View Full Version
Sabtu, 14 Jun 2014

Mantan Ketua PRD Andi Arif : Seharusnya Jokowi-JK yang Dipolisikan

JAKARTA (voa-islam.com) - Mantan pendiri PRD (Partai Rakyat Demokrat), dan sekondannya Budiman Sudjatmiko, yang sekarang menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial, Andi Arief, menanggapi pernyataan anggota Tim Hukum Kampanye Nasional Jokowi-JK, Firman Jaya Daeli.

Pernyataan Firman yang dimaksud soal pelaporan pemimpin redaksi tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Boediono, ke kepolisian. Andi Arief tidak sepakat dengan rencana itu. "Belum berkuasa saja sudah main polisi-polisian. Apa karena ' Sate Senayan Gate?" katanya, Jakarta, Sabtu (14/9/2014).

'Sate Senayan-Gate' yang disebut Andi itu merujuk pada kasus pertemuan antara anggota tim hukum Jokowi, Trimedya Panjaitan dengan perwira tinggi Polri Komjen Budi Gunawan dan anggota Komisi Pemilihan Umum Hadar Gumay pada Sabtu malam pekan lalu.

Kalau mau objektif, menurut Andi Arief, yang perlu dipolisikan itu, pertama, pernyataan Jokowi pada September 2012 yang menyatakan akan memimpin Jakarta selama lima tahun. "Ketika dilantik berada di bawah sumpah agama Islam dan Kristen bersama Ahok ketika dilantik Mendagri," imbuhnya.

Selain itu, yang perlu dipolisikan adalah mantan wakil presiden, Jusuf Kalla, terkait pernyataannya dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta yang menuduh Prabowo melakukan pelanggaran HAM.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi (Pemred) Tabloid Obor Rakyat Setyardi Budiono kecewa, karena hasil karya yang diterbitkannya dianggap sebagai black campaign atau kampanye hitam.

"Di era keterbukaan informasi ini, Setyardi merasa seperti era Orde Baru ketika informasi ditutup-tutupi," kata Setyardi di Jakarta, Sabtu (14/6/2014).

Menurut dia, di era reformasi saat ini kebebasan berpendapat harus dijaga karena pada 1999 pemerintah melalui DPR menerbitkan Undang-Undang Pokok Pers. "Fungsi pers sebarluaskan opini, UU by law mengakui dan melindungi setiap warga negara dalam produk pers," ujarnya.

Dia menegaskan Obor Rakyat merupakan produk pers yang secara hukum dilindungi undang-undang. "Kalau kembali ke Orba, ketika semua orang berekpresi, sekarang tidak. Setiap saat, itu buat portal, tabloid, koran dan majalah," tandas Pemred Obor Rakyat.

Dibagian lain, lembaga pemantau Polri - Indonesia Police Watch (IPW) memandang, pertemuan antara politisi PDIP Trimedya Panjaitan dan Komjen Pol Budi Gunawan tetap harus diinvestigasi.

IPW bahkan mendesak Bawaslu sebagai pengawas pemilu dan pilpres perlu melakukan investigasi dan pengusutan serta memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam pertemuan antara Trimedya dan Komjen Budi. Ketua Presidium IPW, Neta S Pane menilai polemik yang muncul akibat pertemuan itu sudah sangat memojokkan Polri dan mengganggu netralitas Polri di Pilpres 2014.

Terlebih, berkembangnya polemik itu tak terlepas dari tiga hal. Pertama, masyarakat masih trauma dengan peristiwa Pemilu 2004 di mana sejumlah jenderal aktif Polri berpihak ke PDIP dan para jenderal senior yang sudah pensiun itu kini aktif menjadi Timses Jokowi-JK.

Kedua, Komjen Pol Budi Gunawan yang hadir dalam pertemuan itu adalah mantan ajudan Presiden Megawati sehingga dikhawatirkan terjadi pemihakan. Ketiga, Polri sedang dicengkram kekhawatiran karena beredar kabar bahwa pemerintahan baru akan menempatkan Polri di bawah Kemdagri. "Ketiga faktor ini akan terus berkembang jika polemik tidak disudahi," kata Neta, Kamis (12/6).

Neta menjelaskan peran Bawaslu menjadi sangat penting di sini. Sama ketika isu Babinsa berkembang, Bawaslu langsung turun tangan hingga polemiknya mereda. Untuk itu, lanjut Neta, Bawaslu perlu mengusut, apakah benar pengakuan Polri bahwa pertemuan jenderalnya dengan Timses Jokowi-JK hanya sebuah kebetulan? Lalu kenapa dalam pertemuan itu ikut hadir staf ahli Kapolri dan pamen dari Baharkam Polri? Lalu kenapa pengusaha perjudian TK juga hadir di tempat itu? Benarkah kehadiran HG, anggota KPU hanya kebetulan? Kenapa kok semuanya serba kebetulan?

"Fakta-fakta inilah yang harus diungkap Bawaslu untuk kemudian diumumkan ke publik agar transparan, sehingga Pilpres 2014 berjalan lancar, aman, dan netralitas Polri tetap terjaga," pungkasnya.

Sementara itu saat dikonfirmasi kepada Tim Kuasa Hukum Pemenangan Prabowo-Hatta, Habiburokhman mengaku jika timnya sudah melaporkan masalah pertemuan antara Trimedya dan Komjen Pol Budi Gunawan ke Bawaslu. "Sudah kami laporkan," kata Habiburokhman.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Muhammad menyatakan jika pihaknya telah menerima laporan dari tim kuasa hukum pemenangan Prabowo-Hatta terkait kasus pelaporan atas pertemuan Ketua Tim Hukum Jokowi-JK Triemdya Pandjaitan dan Komjen Pol Budi Gunawan di salah satu restoran.

Menurutnya setiap kasus atau laporan yang masuk ke lembaganya akan dikaji dahulu sebelum nantinya akan diputuskan apakah memang layak diteruskan atau tidak.

"Untuk kasus atau laporan itu, akan kita kaji apa penting untuk memanggil atau tidak. Karena di Bawaslu ada standar kajiannya sebelum kita memutuskan memanggil para pihak terkait untuk dimintai klarifikasi atas hal tersebut," kata Muhammad di kantor Bawaslu.

Saat ditanya kapan rencana pasti Bawaslu menindak laporan dari Tim Hukum Pemenangan Prabowo-Hatta? Muhammad menyatakan jika dalam waktu dekat akan ada rapat pleno komisioner untuk menentukan apakah kasus ini layak atau tidak diteruskan. "Kita Rapat Pleno dahulu. Nanti akan kita putuskan karena tidak adil kita memanggil suatu pihak tanpa ada keputusan dari rapat pimpinan Bawaslu," tegasnya.

Kenapa Bawaslu bungkam tidak berani menindak dan membuka persoalan pertemuan antara Tim Hukum Jokowi-JK Trimedya Panjaitan dengan Komjen Budi Gunaman? (jj/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version