View Full Version
Selasa, 26 Aug 2014

Perang Antara JK Dengan SBY Soal BBM?

JAKARTA (voa-islam.com) - Dengan defisit anggaran, defisit perdagangan, dan beban utang yang menggunung, menyebabkan pemerintahan yang ada, seperti 'kejet-kejet' alias menjelang sekarat.

Salah satu yang membuat beban defisit anggaran, karena besarnya subsidi BBM. Harga minyak mentah sekarang sudah mencapai diatas $ 100 dollar/barel, dipasaran internasional.

Sedangkan, untuk kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia mengimport. Di APBN 2015, kenaikan subsidi BBM, mencapai Rp 50 triliun. Ini yang membuat pemerintahan baru, pasti akan menanggung beban berat.

Sekarang, Jokowi-JK 'berperang' dengan Presiden SBY. Jokowi-JK menginginkan SBY segera mengambil keputusan menaikan BBM, dan tidak ditunda-tunda lagi. Karena, penundaan keputusan SBY, hanya akan menjadi 'bom waktu' bagi pemerintahan berikutnya. 

Solusi guna menghindari kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) dan menghindari banyaknya utang untuk dana subsidi, opsi menaikkan harga dari sekarang adalah salah satu cara yang tepat.

"Pemerintahan baru kan dilantik 20 Oktober 2014. Berarti kalau November tidak ada lagi bensin dijual. Kami yang salah. Harus dari sekarang naikan. Jadi, tergantung pemerintahan sekarang ini. Kalau mereka naikkan, tidak perlu kami naikan nanti November," kata Wakil Presiden terpilih, Jusuf Kalla (JK) di rumahnya Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2014).

Menurut JK, dana subsidi BBM saat ini harus dialihkan untuk kebutuhan yang produktif, seperti perbaikan infrastruktur jalan, pembangunan rumah sakit, pembangunan sekolah di berbagai daerah.

"Bicara infrastruktur, ekonomi dan kebijakan rakyat. Intinya ada dana, sedangkan sekarang dana terserap (terbesar) disubsidi. Apapun subsidi harus dialihkan ke produktif, kalau efek kenaikan harga, itu hanya efek saja, hanya dialihkan saja dari konsumtif ke produktif," tuturnya.

Lebih jauh JK menilai, kebijakan menaikkan harga BBM tidak seperti dulu yang banyak menentangnya. Sehingga JK tidak khawatir jika memang harus menaikkan harga BBM pada pemerintahan ke depan.

"Dulu menaikkan harga BBM memang tidak populis, sekarang tidak. Tidak ada orang tolak naikkan BBM, tidak pernah ada yang tolak termaksud rakyat kecil. Lebih suka mana, ada BBM atau tidak ada tapi harga murah. Nanti terjadi itu, akibatnya negara bangkrut," cetusnya.

Kenaikan harga BBM ke depan, kata JK, tidak perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena hal tersebut merupakan kewenangannya pemerintah, guna menjaga keberlangsungan bangsa untuk ke depannya.

"Contoh, hari ini diperkirakan subsidi BBM diperkirakan akan habis November. Kalau tidak dinaikan, berati tak ada dana lagi. Makanya kita harus sesuaikan diri dengan keadaan.  Itu harus naikan, kalau tidak, dimana ambil uang untuk dua bulan ke depan? Utang lagi? Nanti lebih salah lagi pemerintah. Utang negara bisa melebihi 3 persen GDP, itu sudah melanggar Undang-undang," ujar JK.

Jika dinaikkan harga BBM, dan subsidi BBM dihapus, maka akan terjadi kenaikan harga BBM secara drastis, sedikitnya harga premium saja sudah menjadi Rp 13.000 perliter.

Inilah sekarang yang menjadi 'perang' antara Jokowi-JK dengan SBY. Jokowi-JK ingin mendapatkan dukungan dari SBY, dan menaikkan BBM, sehingga pemerintahan yang baru dipimpin Jokowi-JK, tidak mendapatkan citra buruk dari rakyat, akibat kenaikan BBM.

Rakyat jelata yang sudah mengagung-agungkan Jokowi-JK, pasti nasibnya akan terpuruk, dan lebih hancur, akibat kenaikan BBM. Karena, dampak ikutan dari kenaikan BMM pasti akan secara sistemik.

Terutama kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, dan inflasi akan melonjak. Rakyat jelata akan menjerit. Lalu, berkembang pameo, 'Siapa suruh pilih Jokowi-JK?'.

Tapi, mungkinkah akan tercapai 'deal' antara SBY dengan Jokowi/JK untuk menaikkan harga BBM, sebelum Jokowi-JK dilantik? Mungkinkah Jokowi-JK memberikan garansi (jaminan) politik bagi SBY dan keluarganya, jika SBY mau memutuskan sebelum pelantikan pilpres? (jj/dbs/voa-islam.com)

 

 


latestnews

View Full Version