View Full Version
Sabtu, 27 Sep 2014

Skor SBY-Megawati Menjadi 1-1, dan SBY Dihujat oleh Para Pendukung Jokowi

JAKARTA (voa-islam.com) - Keputusan DPR yang menyetujui pilkada melalui DPRD dengan voting, Jum'at dini hari, melahirkan berbagai spekulasi politik. Terutama di 'menit terakhir', dan nampaknya telah menimbulkan goncangan politik yang hebat. 

Keputusan voting yang memenangkan pemililahan pilkada melalui DPRD itu, terjadi sesudah Partai Demokrat melakukan walk out (keluar) di sidang paripurna.  Karena merasa pandangannya tidak diakomodir di paripurna. Di mana Demokrat menyetujui pilkada langsung dengan 10 syarat yang sifatnya mutlak dan absolut,  harus diputuskan dengan musyawarah mufakat, dan menolak voting.

Akibat aksi walk out Partai Demokrat itu, langsung para anggota Fraksi PDIP, mengerumuni Puan Maharani. Dengan wajah-wajah yang sangat pias, panik, dan bingung, serta kecewa yang sangat mendalam atas sikap dan tindakan Partai Demokrat. Mereka merasa ditusuk dari belakang oleh Demokrat. PDIP seperti kehilangan daya semangat akibat, sikap Partai Demokrat yang melakukan walk out.

Tak kurang Ketua PDIP, Muarar Sirait (anak Sabam Sirait), mengatakan, bahwa kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan memperjuangkan kepentingan rakyat". Begitu ekspresi kekecewaan PDIP, seperti yang diekpresikan oleh Muarar Sirait dan hampir semua elite PDIP. 

Kalangan PDIP tidak menduga atas tindakan yang diambil oleh Fraksi Demokrat yang melakukan walk out itu. Karena, ini merupakan tindakan yang sangat menusuk bagi mereka Di mana mereka yakin Demokrat akan bersama dengan PDIP, mendukung pilkada langsung.

Mengapa ini terjadi? Tindakan Demokrat begitu ekstrim, dan sebelum meninggalkan paripurna, juru bicara Demokrat Beny K. Harman, mengatakan, bahwa Demokrat akan berada di luar pemerintahan dan menjadi kekuatan penyeimbang, tegasnya.

Nampaknya, antara Mega dan SBY tidak mencapai titik temu, dan tetap pada posisi masing-masing. Mega tetap dengan tinggi hati, tidak mau mengakomodasi SBY dan Demokrat. Mega masih dendam, karena merasa dikhianati oleh SBY. Sejak sepuluh tahun lalu. Ketika SBY mencalonkan diri sebagai calon presiden, dan kemudian menang. 

Mega, Jokowi dan PDIP merasa sangat tinggi hati dengan populeritas Jokowi yang sangat luar biasa, meskipun hanya mendapatkan suara 52 persen. Tapi, sikap sombong itu, sudah nampak sejak kampanye, di mana PDIP dan Jokowi, menegaskan apa yang disebut 'koalisi tanpa syarat'. Ini hanyalah menunjukan keseombongan mereka. Sekarang mereka menjilat ludahnya sendiri.

Peristiwa ini berulang kembali, di mana tahun l999, Mega dan PDIP mendapatkan suara mayoritas, dalam pemilu. Sehingga, Mega an PDIP menjadi 'common enenmy' (musuh bersama) dari partai-partai politik, dan Mega gagal menjadi presiden, akibat adanya koalisi 'Poros Tengah'.

Sikap bergabugnya Demokrat dengan koalisi Merah Putih, sudah dapat dipredriksi bakal menyulitkan posisi Jokowi-JK, lima tahun mendatang. Bagaimana Jokowi-JK akan mengelola negara, tanpa dukungan parlemen. Ini sangat mustahil. 

Sekarang, pendukung dan 'follower' Mega, Jokowi dan PDIP menggerakan mesin medianya, seperti surat kabar, telivisi, media sosial, dan kelompok-kelompok aktivis menghantam dan mencaci-maki SBY, sebagai biang keladi kegagalan mereka. Seakan SBY melakukan kejahatab yang tak terampuni.

Kampanye ini, berlangsung sangat masif ke seluruh jagad, dan akan terus dilakukannya, sampai SBY jatuh terduduk dan menyerah? Para pendukung Mega, Jokowi, dan PDIP mengatasnamakan rakyat dan demokrasi. Sementara itu, SBY diposisikan sebagai pengkhianat rakyat dan demokrasi atau anti demokrasi.

Hal ini seperti nampak, di mana topik yang paling banyak dibahas pengguna Twitter di Indonesia hingga Jumat (26/09) siang yaitu #ShameOnYouSBY, yang juga masuk menjaditrending topics dunia.

Para netizen mengkritik sikap Fraksi Demokrat yang melakukan aksi walk out dalam sidang paripurna meski 10 poin yang diusulkannya disetujui oleh Fraksi PDIP, PKB dan Hanura.

Partai Demokrat mengatakan aksi mereka untuk mempertahankan opsi ketiga dalam rapat paripurna RUU Pilkada, Kamis (25/09), adalah atas instruksi Ketua Umum yaitu Presiden SBY, yang saat ini berada di New York, mengikuti Sidang Dewan Keamanan (DK) PBB.

Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, mengatakan sejak awal SBY telah menginstruksikan agar partai mendukung pilkada langsung dengan 10 persyaratan paket. Hinca mengatakan aksi tersebut adalah konsekuensi bagi mereka yang berkomitmen menjadi partai penyeimbang.

"Jika opsi ketiga tidak disetujui tentu kita tidak ikut mana-mana. Ini konsekuensi posisi penyeimbang bukan ikut ke kiri, ikut ke kanan," kata Hinca kepada  wartawan di Jakarta. "Posisi kami adalah memberikan resep perbaikan kualitas pemilihan pilkada itu."

Hinca mengaku pihaknya belum mengadakan komunikasi kembali dengan SBY yang kini masih berada di Amerika Serikat. Perdebatan opsi ketiga cukup sengit pada Kamis (25/09) malam.

 Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, berpendapat Demokrat justru menjadi "aktor utama" dalam drama paripurna DPR yang berlangsung sepanjang malam. Titi mengatakan SBY selama ini selalu menjadi simbol demokrasi dan proses reformasi. Namun, sikapnya mendukung pilkada langsung datang cukup terlambat.

"Ketika SBY mendukung pilkada langsung, aktor Demokrat di parlemen mengatakan tidak ada perintah untuk partai mendukung pilkada langsung," jelas Titi. "Dan di waktu akhir (menjelang paripurna), mereka kemudian datang dengan 10 syarat yang sebetulnya sebagian besar sudah ada di Undang-Undang."

Pihaknya menunding Demokrat telah "sengaja dan leluasa memberi ruang kepada kemenangan kelompok pilkada lewat DPRD" melalui aksiwalk out. Sidang paripurna yang akhirnya mengesahkan RUU Pilkada dengan mekanisme pemilihan lewat DPRD ini.

"Ini kado pahit dari SBY, mimpi buruk yang diberikan oleh partainya di masa akhir pemerintahannya," tutup Titi. Semua nampaknya sangat kecewa dan 'menangis' dengan keputusan DPR yang mengesahkan pemilihan pilkada lewat DPRD.

Kalangan kaki tangan Barat dan para kolaborator 'asing dan aseng' yang selama ini sudah menikmati dengan pemilihan langsung, sangat terpukul dengan adanya keputusan DPR yang mengesahkan pilkada melalui DPR.

Para antek dan 'begundal' asing dan a seng, merasa dikhianati oleh SBY dengan aksi walk out Demokrat saat paripurna. Tapi, semua akibat kesombongan Mega, Jokowi dan PDIP. Sekarang mereka memetik hasilnya sendiri. (jj/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version