View Full Version
Rabu, 10 Dec 2014

Soal Sanksi Eksekusi Mati, Jokowi Bohong?

Jakarta (voa-islam) - Perbedaan pendapat mengemukan antara Presiden Joko Widodo dan institusi dibawahnya, Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait jumlah terpidana yang akan dieksekusi mati.

Jika sebelumnya Jokowi menyatakan telah menolak permohonan grasi terhadap 64 terpidana kasus narkotika, namun sebaliknya pihak Kejakgung justru menyatakan belum menerima keputusan Presiden terkait penolakan grasi para terpidana mati tersebut.

Saat memberi kuliah umum di Universitas GaJah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (9/12) kemarin. Kala itu Jokowi Jokowi menegaskan dirinya selaku presiden akan menolak permohonan grasi dari 64 terpidana kasus narkotika.

Secara tegas Jokowi menyatakan aksi para pelaku, terutama bandar narkoba telah merusak generasi muda sebagai penerus bangsa. Penolakan grasi juga penting untuk memberikan shock therapy bagi para bandar, pengedar maupun pengguna narkotika.

Namun justru peryataan berbeda dikatakan Kejakgung. Melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Tony Tribagus Spontana mengatakan, sampai saat ini masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres) Jokowi terhadap 20 terpidana mati atas grasi yang diajukan.

Eksekusi terhadap 20 dari 64 terpidana mati kasus narkotika itu baru akan dilaksanakan jika Presiden telah mengeluarkan Keppres atas pengajuan grasi terhadap para terpidana.

"Status terakhir 20 terpidana sedang menunggu turunnya grasi. Apabila pada tahun depan sudah ada Keppres yang menolak permohonan grasi mereka, berarti kami akan mempersiapkan," kata Tony di kantornya, Rabu (10/12).

Dia memastikan, kejaksaan tak akan menunda pelaksanaan eksekusi mati jika sudah terbit Keppres terhadap pengajuan grasi 20 terpidana mati. "Jaksa Agung sudah menyampaikan tidak akan ditunda-tunda. Begitu aspek yuridis dan sosiologis sudah siap kita laksanakan," tegasnya.

Meski Keppres tentang grasi sudah terbit pihak kejaksaan tidak akan langsung melaksanakan eksekusi mati terhadap 20 terpidana mati tersebut. Sebab, kejaksaan perlu memeriksa aspek yuridis dan sosioligis ke-20 terpidana mati sebelum eksekusi dilakukan.

"Jaksa Agung sudah menyampaikan tidak akan ditunda-tunda. Begitu aspek yuridis dan sosiologis sudah siap kita laksanakan," tegasnya.

Dari 20 terpidana mati, kata Tony, ada sejumlah Warga Negara Asing (WNA) yang tersangkut kasus narkotika.

Disisi lain, Tony memastikan pihaknya sudah siap mengeksekusi terhadap lima terpidana mati  yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (incraht) pada bulan Desember ini. Para terpidana mati itu, tiga merupakan terpidana kasus narkotika, dan dua terpidana kasus pembunuhan berencana.

"Terdiri dari lima orang, tiga kasus narkoba, dan dua kasus pembunuhan berencana," kata Tony.

Dia memastikan eksekusi mati dengan cara ditembak itu akan dilakukan pada bukan Desember ini. Saat ini seorang terpidana mati tersebut ditahan di Lapas Tanggerang, dua orang ditahan Lapas Batam, dan dua orang ditahab di Lapas Nusakambangan.

"Untuk Lapas Tanggerang adalah kasus pembunuhan, Lapas Nusakambangan untuk terpidana kasus pembunuhan, dan Lapas Batam itu untuk terpidana kasus narkotika," terang Tony. (robiawan/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version