View Full Version
Kamis, 23 Jul 2015

Misionaris Asing Berperan dalam Rencana Makar Lewat Tragedi Idul Fitri di Tolikara

JAKARTA (voa-islam.com) - Ketua Tim Advokasi Komite Ummat untuk Tolikara Papua (Komat Tolikara) Ustaz Jeje Zainuddin menilai, aksi teror penyerangan terhadap muslim Tolikara saat menunaikan sholat Idul Fitri bukan perilaku intoleransi biasa, melainkan ada agenda terselubung yang bersifat makar.

Menurut analisa Ustaz Jeje Zainuddin, aksi teror tersebut dekat dengan agenda makar terhadap keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berikut pokok pikiran dan analisa Tim Komat Tolikara:

Pertama, pangkal insiden teror terhadap muslim Tolikara adalah surat edaran Gereja Injili Di Indonesia (GIdI) bertanggal 11 Juli 2015. Esensi surat tersebut adalah larangan penyelenggaraan Shalat Idul Fitri dan pemakaian jilbab bagi muslimah. Alasannya, GIdI sedang mengadakan acara seminar berskala internasional antara tanggal 13 sampai dengan 19 Juli 2015. “Menurut pihak Kristen, penyerangan terjadi akibat negosiasi yang gagal karena dihadang aparat keamanan,” kata Ustaz Jeje dalam keterangan resminya, Rabu (22/7).

Kedua, Komat Tolikara tak habis pikir lantaran kerukunan antar umat beragama di Tolikara disebut sebagai yang paling baik di Papua. Tapi, kok ada pelarangan shalat Ied? Padahal sejak 18 Juni umat Muslim sudah melaksanakan puasa dan dipastikan akan berlebaran pada 17 atau 18 Juli. Kemudian, tiba-tiba pada 11 Juli 2015 GIdI mengeluarkan surat larangan menyelenggarakan perayaan Ied. “Kenapa mereka membuat rencana acara yang bertabrakan dengan hari lebaran umat Islam, apakah ini terjadi karena ketidaktahuan atas hari raya Muslim atau memang sesuatu yang disengajakan?,” selidik Ustaz Jeje.

Ketiga, Jeje juga mempertanyakan: “Jika memang para penyerang datang untuk konfirmasi, menanyakan kesepakatan, bernegosiasi, dan penyerangan terjadi spontanitas; kenapa yang datang ke lokasi shalat berjumlah begitu besar dan kebanyakan masyarakat awam. Bukan para peserta yang terpelajar atau para panitia dari acara seminar atau KKR saja. Lalu kenapa mesti pada hari pelaksanaan solat Ied bukan hari-hari sebelumnya.””

Keempat, pelaksanaan Shalat Idul Fitri paling lama memakan waktu antara pukul 06.00 sampai dengan 08.00 pagi. Lantas, apakah sebegitu terganggunya para peserta seminar? Tidakkah mereka bisa memulai acara mereka setelah selesai pelaksanaan Shalat Ied jika sekiranya tidak ada rencana membuat kekacauan?

Kelima, korban terbesar jelas dari pihak muslim yang dipaksa bubar dari shalat dan bangunan mesjid serta ruko dan rumah terbakar. Sementara para perusuh luka tembakan dari pihak aparat keamanan. “Tapi kemudian ada upaya penggiringan opini bahwa kebrutalan itu terjadi disebabkan kesalahan aparat yang tidak bisa melakukan pendekatan persuasif dan dialogis dengan massa penyerang. Kini penyerang diposisikan sebagai korban kekerasan aparat dan aparat sebagai pihak yang dipersalahkan dengan tuduhan pelanggaran HAM. Sementara para penyerang dibela dari tuduhan pelanggaran HAM,” geram Jeje.

Keenam, lanjut Ustaz Jeje, dari pangkal kronologis peristiwa tadi hingga pembelaan dan pembangunan opini yang dilakukan pihak GIdI, tampak jelas ada upaya sistematis dan kesengajaan menciptakan potensi konflik dengan menjadikan masyarakat awam sebagai korbannya untuk suatu tujuan yang mungkin sudah diagendakan.

Ketujuh, target skenario konflik ini bisa jadi membangun ketidakpercayaan dan kebencian terhadap aparat keamanan negara dalam hal ini TNI–Polri, yang pada akhirnya ketidakpercayaan dan kebencian terhadap Pemerintah Pusat. “Mungkin juga memprovokasi kemarahan umat Islam di Indonesia untuk bertindak melakukan pembalasan sehingga membuka peluang terjadi situasi chaos yang mengundang campur tangan asing yang berpihak kepada mereka. Inikah peluang yang diciptakan kelompok teroris seperatis Papua Merdeka?,” kecam Jeje lagi.

Kedelapan, atas dasar pemaparan dan analisis barusan, maka pemerintah melalui Polri dan jika perlu Densus 88 sepatutnya melakukan pengusutan dan penahanan para aktor intelektual dari kejadian ini, yaitu para pimpinan GIdI untuk ditelusuri kemungkinan adanya makar terhadap keutuhan dan keamanan NKRI. [pribumi/adm]


latestnews

View Full Version