View Full Version
Selasa, 29 Nov 2016

LBM NU Jember: Shalat Jumat di Jalan Hukumnya Boleh

JEMBER (voa-islam.com)--Lembaga Bahsul Masa'il Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LBM PCNU) Kabupaten Jember menegaskan bahwa hukum shalat Jumat di jalan saat aksi Bela Islam Jilid 3 pada 2 Desember 2016 diperbolehkan.

LBM sebagai lembaga penelaah masalah-masalah tematik terkait kehidupan sosial dan beragama di Indonesia dari sudut pandang fikih. LBM NU Jember membahas masalah hukum salat Jumat di ruang musyawarah PCNU Jember, pada Sabtu lalu (26/11/2016).

Ketua Tim LBM PCNU Jember Muhammad Syukri Rifa'i mengatakan pembahasan dilakukan merespon pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Agil Siradj bahwa shalat Jumat di jalan raya tidak sah menurut mazhab Imam Syafi’i dan Maliki. 

Kemudian, Tim LBM PCNU menginisiasi penelaahan soal tersebut agar masyarakat tidak bingung. Hasil pembahasan tersebut memutuskan sejumlah sikap diantaranya.

Pertama, fatwa hukum yang dikeluarkan PBNU tentang hukum salat Jumat di jalan tidak sesuai dengan momentum yang tepat dalam situasi saat ini, sehingga menimbulkan preseden buruk terhadap jam'iyah NU.

"Kedua, fatwa hukum yang dikeluarkan PBNU harus didasarkan pada kajian mendalam dan komprehensif, sehingga tingkat akurasinya tidak diragukan," ungkap Syukri.

Ketiga, bahwa kata 'abniyah' dalam bab salat Jumat di kitab-kitab fikih klasik bermakna pemukiman penduduk, bukan bangunan atau masjid, sehingga tidak tepat dijadikan alasan pelarangan salat Jumat di luar masjid.

"Keempat, mayoritas ulama yang terdiri dari mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali sepakat bahwa salat Jumat tidak harus dilakukan di dalam masjid atau bangunan tertentu, selagi dalam area pemukiman penduduk," tutur Syukri.

Kemakruhan (boleh atau tidaknya) salat di jalan raya berlaku dalam konteks kondisi normal. ketika seseorang tiba-tiba salat di tengah jalan, sehingga mengganggu orang lain.

Adapun dalam konteks demonstrasi 212 ketika jalan raya sudah diatur untuk digunakan para peserta demonstrasi dalam rangka menggunakan hak menyatakan pendapat, sebagaimana diatur dan dijamin konstitusi, maka unsur kemakruhan atau keharaman tersebut tidaklah terpenuhi.

"Mengharamkan salat di jalan raya dengan illat mengganggu pengguna jalan berkonsekuensi pula pada pengharaman seluruh aksi demonstrasi, pawai, dan sejenisnya yang berarti juga menentang hak warga negara sebagaimana sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan," tandas Syukri. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version