View Full Version
Sabtu, 19 Aug 2017

Komnas HAM Kecam Kekerasan pada Panitia Simposium Nasional Kebangsaan

JAKARTA (voa-islam.com), Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution mengecam penganiayaan terhadap panitia Simposium Nasional Kebangsaan MBI (Majelis Bangsa Indonesia) di Gedung Cawang Kencana tepat pada 17 Agustus 2017.

"Publik kembali dipertontonkan peristiwa bernuansa kekerasan. Kali ini, seperti diwartakan media bahwa, Kemensos diduga menodai momentum Hari Kemerdekaan RI ke 72 dengan melakukan penganiayaan pada panitia Simposium Nasional Kebangsaan MBI (Majelis Bangsa Indonesia) di Gedung Cawang Kencana tepat pada 17 Agustus 2017," kata Maneger dalam keterangannya, Jumat (18/8/2017).

Lebih lanjut diwartakan,  Kemensos diduga mengerahkan preman untuk mengganggu persiapan Simposium Nasional bertajuk “Merekonstruksi Kedaulatan NKRI dengan Kembali pada Pancasila dan UUD 45 Asli (18 Agustus 1945) yang akan digelar oleh Panitia Pembentukan Majelis Bangsa Indonesia (MBI) dan rencananya akan dilaksanakan pada hari Jum’at 18 Agustus 2017.

Diinfokan juga bahwa, Kemensos diduga mengerahkan preman dan staf kemensos saat panitia sedang melakukan persiapan gladi bersih acara Simposium di gedung Cawang kencana, "para preman dan staff kemensos sempat menganiaya panitia dengan menyeret paksa Ibu Fifi dan Marsekal Madya (Purn) Achmanu Arifin," beber Maneger.

Selanjutnya disebut bahwa, upaya paksa itu diduga tanpa ada surat perintah eksekusi. (Sumber: https://www.facebook.com/syahrudy.anto/posts/1627491890615070)

Atas dasar itu, katanya lagi, bila peristiwa itu benar adanya, Komnas HAM berpandangan, pertama, menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas tindakan yang tidak manusiawi itu.

"Kedua, Peristiwa yang dilakukan pada hari libur Kemerdekaan 17 Agustus yang diduga tanpa membawa selembarpun surat perintah eksekusi, ini sama dengan tindakan premanisme yang menodai peringatan hari kemerdekaan RI. Peristiwa mengancam masa depan demokrasi dan kebebasan berpendapat," ujar Maneger.

Ketiga, Bahwa hak untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah hak konstitusional warga negara (pasal 28E ayat (3) UUDNRI tahun 1945). Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat di muka umum sesuai hati nuraninya secara lisan dan atau tulisan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara (pasal 23 ayat (2) dan pasal 25 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM).

"Keempt, bahwa sekira benar adanya, Komnas HAM menyampaikan keprihatinan atas dugaan kekerasan dan dugaan pelibatan preman dalam aksi tersebut. Sebab, masih tersedia mekanisme lain yang lebih elegan dan efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut," tutur Maneger.

Kelima, bahwa tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum pegawai Kemensos dan preman dalam peristiwa tersebut sangat tidak elok dan mencederai masa depan demokrasi dan kebebasan berpendapat.

"Tindakan kekerasan selamanya tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan sebaliknya justru dikhawatirkan akan melahirkan kekerasan-kekerasan baru," cetusnya.

Keenam, bahwa sejatinya negara hadir khususnya kepolisian negara untuk menginvestigasi kebenaran peristiwa itu. Sekira benar adanya, oknum dan fihak-fihak yang dengan sengaja memanfaatkan preman untuk kepentingan-kepentingan tertentu, sejatinya diproses secara profesional, independen, dan tidak diskriminatif sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Komnas HAM juga mengajak agar semua pihak menahan diri dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," jelas Maneger.

Kedelapan, ujar Maneger, sebaiknya semua pihak dalam menyelesaikan masalah menggunakan mekanisme yang  tersedia sesuai mekanisme hukum yang berlaku, dilakukan dengan elegan dan dengan mengedepankan  dialog.

"Komnas HAM mengajak, mari kita hadirkan kepercayaan bahwa negara khususnya kepolisian menuntaskan kasus tersebut secara profesional dan independen," pungkasnya. (Bilal)


latestnews

View Full Version