View Full Version
Rabu, 07 Mar 2018

Akui Marxisme Masih Hidup, Setara: Kekuatannya Tidak Signifikan

JAKARTA (voa-islam.com), Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengakui di Indonesia masih ada anak-anak muda dan beberapa orang yang menganggap Marxisme adalah obat atau solusi untuk mengobati problematika sosial.

Namun, menurutnya, gejala itu masih wajar. Karena, konteks gerakannya berbeda dengan PKI, lahir dari semangat anti-penindasan semata serta tidak punya bobot seperti yang dikhawatirkan.

"Tapi, apakah kekuatan mereka signifikan? Apakah mereka terkait Partai lama yang sudah dilarang atau hanya anak muda yang melihat ketidakadilan dan bisa dimaklumi?kata Tigor dalam diskusi "Isu Kebangkitan PKI, Realitas atau Propaganda" yang diadakan oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Sahid, Jakarta, Selasa, (6/3 2018)

Apalagi, klaim Tigor,  bahwa anak-anak muda yang menggeluti Marxisme juga justru banyak yang bukan berasal dari keluarga atau keturunan PKI.

Tigor menyampaikan bahwa Marxisme sempat besar karena pada masanya di dunia internasional. Bahkan, pada masa itu, pandangan Marxisme menjadi inspirasi dalam perjuangan-perjuangan kemerdekaan, sehingga banyak pejuang di Indonesia terinspirasi oleh Marxisme. "Kalau mau jujur para pendiri bangsa kita juga banyak yang terpengaruh Marxisme," tukasnya.

Kendati demikian, menurut Tigor, Marxisme secara global setelah melemah kekuatannya, sehingga tidak mungkin bagi PKI untuk bangkit. Mereka umumnya hanya digeluti oleh kalangan terpelajar yang idealis. "PKI atau komunisme tidak mungkin untuk bangkit saat-saat ini. Pasalnya, realitas nasional maupun internasional tidak mendukung mereka," lontarnya.

Tigor menduga bahwa isu komunisme atau PKI ini selalu "digoreng" dan "dimainkan" jelang tahun-tahun politik. "Saya tidak menafikan ada kelompok kelompok kecil yang meyakini bahwa marxisme sebagai solusi untuk Indonesia. Kita bisa lihat di penerbitan-penebitan, di web-web situs, tetapi apakah mereka punya kapasitas, apalagi kita sebut sebagai security trend, ancaman, Isu ini selalu digoreng untuk kepentingan politik,"katanya.

 

Advokasi Kemanusiaan

Tigor sempat meluruskan bahwa concern pegiat HAM bukan pada mempersoalkan masalah pelaku, dalang, dan latar belakang seputar peristiwa berdarah malam 1 Oktober 1965-nya. "Apalagi, pelakunya juga sudah banyak dihukum,"ucapnya.

Akan tetapi, tegasnya, kelompok HAM mempersoalkan masalah warga yang tidak punya kaitan dengan kasus itu, tapi terserat menjadi korban." Kita tidak ingin terjadi peristiwa seperti itu, terjadi stigma, perpecahan di masyarakat terus terjadi,"ucapnya.

Berbeda dengan Tigor, mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen menegaskan bahwa Kebangkitan PKI di Indonesia adalah fakta tidak sekedar trend pemikiran di sekelompok anak muda.

Kivlan menegaskan bahwa anasir PKI terus bergerak untuk menghidupkan partai dengan berbagai cara termasuk menyusup ke partai-partai dan Kepolisian.

"PKI bangkit itu fakta, PKI berusaha masuk ke semua partai, data-datanya ada sama saya, bukan bohong, baik di dalam atau di luar negeri," katanya.

Kivlan juga menegaskan bahwa dirinya tidak punya kepentingan Politik apapun dengan menjelaskan indikasi kebangkitan PKI, selain demi menjaga NKRI. Apalagi, imbuh Kivlan, ia bukan orang partai dan tidak terlibat politik praktis.

"Saya bukan PKS, bukan Gerindra bukan PAN, bukan untuk kepentingan Prabowo,"ujarnya. (bilal/voa-islam)


latestnews

View Full Version