View Full Version
Sabtu, 25 Jul 2020

Tak Bertaji, Indonesia Halal Watch Minta BPJPH Dibubarkan atau Ganti Kepala

JAKARTA—Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menilai sejak berdiri pada 2017 hingga terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 dan menyusul regulasi lainnya yaitu Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) semakin tidak jelas perannya.

Menurut Ikhsan sejak berdiri BPJPH, sertifikasi halal bukannya menjadi sederhana dan murah. Tetapi dunia usaha malah merasakan kesulitan memperoleh sertifikasi halal. Juga tidak ada kepastian tarif sertifikasi halal.

“Ironisnya, masyarakatpun dipinpong ketika akan mendaftarkan atau melakukan registrasi halal,” ujar Ikhsan dalam keterangan tertulis kepada Voa Islam, Sabtu (25/7/2020).

Ikhsan mengatakan, saat diluncurkan banyak pihak yang menaruh harapan kepada BPJPH. “Sejak kelahirannya UU Jaminan Produk Halal (JPH) pada 17 Oktober 2014, masyarakat telah lama menantikan kehadiran BPJPH. Espektasi dan harapan masyarakat yang cukup tinggi agar lembaga yang akan mengurusi produk halal ini  dapat berfungsi sebagai  regulator dan administratif, hal-hal yang berkaitan dengan jaminan produk halal,” ungkap Ikhsan yang juga advokat publik ini.

Selain itu, jelas Ikhsan, berdirinya BPJPH juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan industri halal di Tanah Air. Disamping sebagai badan yang dapat memberikan kemudahan bagi usaha mikro, kecil dan menengah.

Indonesia Halal Watch (IHW) pun turut menaruh harapan besar kepada BPJPH. “Indonesia Halal Watch (IHW) sebagai suatu lembaga pemantau produk halal, lahir satu tahun lebih awal dari UU JPH sangat menaruh harapan dan keyakinan akan kehadiran lembaga tersebut dan akan berfungsi sebagaimana yang didambakan,” kata Ikhsan.

Bahkan melalui berbagai penyelenggaraan seminar, edukasi, advokasi, focus group discussion dan kegiatan workshop, ketika itu IHW secara konsisten menyuarakan pentingnya BPJPH segera dibentuk agar UU JPH dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan bermanfaat bagi Umat

“Alhamdulillah, 14 Oktober 2017 BPJPH ini dibentuk dan dilaunching oleh Kementerian Agama di Jakarta yang saat peluncurannya dihadiri oleh Menteri Agama dan Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Umum MUI. Pada hari yang penting itu, semua mata fokus pada perhatian sosok yang menahkodai BPJPH yakni Prof. Ir. Sukoso,” terang Ikhsan.

Kemudian, banyak pihak kecewa ketika wajib (mandatory) sertifikasi halal pada 17 Oktober 2019 jatuh tempo, BPJPH sama sekali tidak mampu melayani masyarakat menerima pendaftaran dan proses-proses sertifikasi halal.

Bahkan, registrasi kembali dilakukan dengan cara manual.  Padahal registrasi sebelum ada lembaga BPJPH sudah berpuluh tahun dilakukan dengan sistem daring melalui sistem CEROL oleh LPPOM MUI.

Saat ini bagi para produsen, jika ingin registrasi sertifikasi halal maka harus ke kantor BPJPH, mengisi registrasi dan berpusat di Kantor BPJPH Kementerian Agama, Jakarta. “Keadaan ini masih ditambah lagi dengan tidak adanya kepastian bagi UKM, dimana mereka harus melakukan registrasi, karena form yang tersedia di BPJPH hanya untuk produk dari perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas. Sementara UKM, harus ke Kantor Wilayah Kementerian Agama di Provinsinya masing-masing,” ujar Ikhsan.

Beban dan bingung masyarakat bertambah lengkap ketika pelaku usaha UKM melakukan registrasi ke Kantor Wilayah Kementerian Agama di Provinsi. Diungkapkan Ikhsan, petugasnya pun tidak ada dan petugasnya tidak paham mengenai sertifikasi halal.

Melihat fakta ini, IHW menyebutkan sertifikasi halal di Indonesia malah mundur 30 tahun kebelakang, saat pendaftaran dilakukan secara manual.

“Harus kembali lagi dengan sistem 30 tahun kebelakang dan tidak memberikan kepastian apapun. Padahal prinsip-prinsip halal harus mengacu kepada maqashid syariah yaitu prinsip perlindungan, keadilan, akuntabilitas dan transparansi,” ujar Ikhsan.

Dikatakan Ikhsan, pemohon sertifikasi halal dihadapkan pada suatu ketidakpastian, sementara permintaan konsumen dan industry pada produk halal harus berjalan/continuous.

“Alhamdulillah, Kementerian Agama cepat merespon stagnasi ini untuk menghindari keadaan yang lebih buruk, maka Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 982 tanggal 12 November 2019 tentang Layanan Sertifikasi Halal, yang intinya MUI melalui LPPOM MUI diberikan kewenangan Kembali untuk melakukan registrasi dan proses sertifikasi halal. Keadaan ini sedikit menentramkan masyarakat terutama pelaku usaha dan industri,” jelas Ikhsan.

Ikhsan membeberkan tugas-tugas BPJPH, yakni membangun kerjasama dengan MUI, mencetak auditor halal, menyiapkan sistem registrasi online, menyiapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), menyiapkan sumber daya manusia yang kuat, dan menyiapkan kantor perwakilan di daerah.

Menurut Ikhsan, BPJPH yang saat ini dinahkodai oleh Prof Sukoso tidak memiliki road map pekerjaan mana yang harus didahulukan. Maka kini terjadilah BPJPH hanya sebagai Lembaga yang ada tetapi seperti tiada.

“La yahya walaa yamut. BPJPH hanya membebani anggaran negara, yang dilakukan selama 3 tahun terahir tidak memberikan manfaat apapun bagi masyarakat dunia usaha dan industri, bahkan terkesan merecoki,” tegas Ikhsan.

Maka sesuai dengan kebijakan dan policy pemerintah, Presiden Jokowi dan Ma’ruf Amin, lembaga yang tidak berfungsi dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan membebani anggaran negara, lebih baik dibubarkan.

“Atau untuk percepatan pertumbuhan industry halal, mengingat sertifikasi halal adalah salah satu instrumen dari industry halal, maka kalau BPJPH harus dipertahankan karena amanat UU JPH, maka harus dinahkodai oleh captain yang berpengalaman memimpin badan sertifikasi halal. Atau menempatkan orang-orang yang selama ini memimpin lembaga sertifikasi halal untuk menjadi nahkoda BPJPH,” ujar Ikhsan.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version