JAKARTA (voa-islam.com)--Peringatan 833 tahun Hari Pembebasan Al Quds oleh Salahuddin Al-Ayyubi dan pasukannya menjadi momen spesial bagi Adara Relief International (Adara). Pada Jumat (2/10), Adara menggelar kegiatan online talkshow bertajuk “Semangat Perempuan Pecinta Al Quds di Masa Salahuddin: Kisah Cinta di Balik Nasi Maqlubah dan Parfum Mawar”.
Melalui tema ini, Adara menyorot sebuah pelajaran besar tentang pentingnya berkontribusi bagi pembebasan Al Quds dan Palestina dengan segenap kemampuan meski nampak kecil dan sederhana.
Antusiasme masyarakat nampak dengan hadirnya sekitar 1.800 orang peserta yang bergabung melalui online platform dan live streaming di media sosial Adara. Dalam kesempatan ini pula, Adara meluncurkan kemudahan donasi melalui OVO dan Gopay. Sebuah upaya pelayanan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang ingin berkontribusi bagi rakyat Palestina.
Kegiatan ini menghadirkan Agung Waspodo, MPP (Pembaca Sejarah Dunia Islam Librarian di Pustaka Fatih), Aisyah Al-Maghoribah (Sindiyanatul Quds Palestina), Syaima Raihana (Pelajar asal Gaza, Palestina), dan Sri Vira Chandra (Ketua Adara). Pembahasan diawali dengan mengenalkan sekilas sosok Salahuddin Al Ayyubi.
Nara sumber pertama Agung Waspodo MPP menyampaikan, “Untuk memahami Salahuddin Al-Ayyubi, maka kita harus memahami sebuah kejadian besar, yaitu Perang Salib. Salahuddin muncul di antara Perang Salib kedua dan ketiga, namun penting juga bagi kita mengenal kaitannya sejak Perang Salib pertama.”
Dari kejadian besar ini, ada pelajaran penting yang dapat dipetik. Saat umat Islam sedang berjaya, maka fitnah yang menimpa berupa perpecahan dan pertikaian. Maka dari itu, Salahuddin memegang peranan penting untuk menyatukan umat. “Pada masa Salahuddin, salah satu tanda keberhasilan kaum muslimin bangkit dari perpecahan adalah semakin merapatnya barisan. “ jelas Agung.
“Kekuatan sosok pemilik nama asli Yusuf bin Ayyub ini adalah pada hati yang lembut. Ia adalah seorang pejuang yang memahami hukum-hukum Islam. Salahuddin Al-Ayyubi tidak pernah meninggalkan salat berjamaah, tidak senang berdebat, seorang pribadi yang zuhud, dan gemar bersedekah. Salahuddin beserta pasukannya telah memberikan peran dan kontribusi yang luar biasa bagi pembebasan Al Quds. Melalui harta, jiwa, bahkan seluruh hidupnya dihabiskan di atas kuda demi tujuan membebaskan Al Aqsa,” tambahnya.
Namun, perjuangan Salahuddin dan pasukannya bukan tanpa strategi. Ia memiliki tahapan-tahapan kemenangan yang dijabarkan dalam jadwal harian, jadwal pekanan, jadwal bulanan, bahkan jadwal tahunan. Hal ini senada dengan yang disampaikan olehAisyah Al-Maghoribah.
Sang Sindiyanatul Quds Palestina ini menjelaskan, “Satu kata kunci, yaitu persiapan. Salahudin menyiapkan pasukannya lebih dari 20 tahun. Ia juga menyusun setiap aspek penting dalam menyiapkan suatu bangsa atau generasi, yaitu ilmu, amal, serta pembangunan akhlak, akidah, dan ibadah.”
Lebih lanjut dijelaskan oleh Aisyah mengenai peran yang dilakukan seorang ibu meski tidak pergi ke medan perang adalah menyiapkan generasi. “Kapanpun, baik itu kemarin, sekarang, maupun di masa depan, peran perempuan tidak akan pernah berubah. Bagaimana pun dia menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Seorang ibu lah yang menanamkan kesadaran dan cinta terhadap Palestina. Ibu adalah poin kunci penanaman pemahaman pada anak yang insyaallah akan siap menjadi bagian dari pembebasan Al Aqsa,” ungkapnya.
Kisah inspiratif mengenai para perempuan Al Quds yang menyambut kemenangan Salahuddin dengan menyiapkan nasi maqlubah dan juga cerita parfum mawar yang dibuat oleh perempuan-perempuan Diyar Bakr untuk wewangian Al Aqsa memberikan kesan tersendiri. Meski sederhana, namun keterlibatan diri dalam perjuangan pembebasan Al Quds merupakan bentuk nyata dari rasa cinta untuk mengembalikan kedamaian ke tanah para Nabi tersebut. Hal yang sama juga dilakukan seorang perempuan tak dikenal namanya yang sangat ingin menjadi bagian dari pasukan pembebas Al Quds. Saat salah satu pasukan Shalahudin tak mendapati apapun untuk tali kekang kudanya, ia rela memberikan rambutnya yang berharga untuk dijadikan penyambung tali kekang kuda tersebut.
“Menghilangkan rasa kikir menjadi bagian dari perjuangan membantu Palestina. Kita bisa membantu dengan sedikit apapun yang kita miliki. Bila kita tidak memiliki harta, kita masih memiliki kata,” tambah Aisyah Al-Maghoribah.
Syaima binti Ahed juga menyampaikan hal serupa pada sesi ketiga acara talkshow ini. Mewakili generasi muda Palestina, ia menyampaikan bahwa bagi umat muslim yang jauh dari Palestina, bisa turut berjuang dengan mengedukasi diri sendiri dan orang lain, juga menyebarluaskan kabar terkini mengenai Palestina melalui media sosial.
“Dengan banyak membaca, maka kita memiliki banyak referensi untuk menyusun strategi memenangkan Palestina. Selain itu, membaca adalah perintah pertama dan utama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.” jelas Syaima.
Sri Vira Chandra menutup acara online talkshow dengan merefleksikan kembali kisah anak-anak Palestina serta cerita perempuan yang dengan keterbatasan fisiknya terus saja disiksa oleh zionis Yahudi. “Salah satu kontribusi yang dapat kita berikan adalah memberikan didikan terbaik untuk generasi penerus guna melanjutkan amanah pembebasan Al Quds yang diwasiatkan Rasulullah,” pungkasnya.
Kegiatan ini ditutup dengan lelang barang Palestina, yang hasilnya akan didonasikan melalui program bantuan Adara yang sedang berjalan. Meski hari sudah larut, namun para pemburu merchandise Palestina terlihat sangat bersemangat untuk berdonasi dan mendapatkan barang-barang khas Palestina.
Perjuangan pembebasan Al Quds tidak dibangun oleh satu negara saja, namun juga gabungan dari seluruh negara di dunia. Seluruh umat harus berkolaborasi dan berkonsolidasi, guna membantu perjuangan rakyat Palestina dengan apa pun yang dimilikinya, sesedikit atau sesederhana apa pun itu.*[Ril/voa-islam.com]