View Full Version
Senin, 23 Aug 2021

Pahami Jahiliyah, Penangkal Bias Gender

BANDUNG (voa-islam.com) - Pertemuan ke-16 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung mengangkat tema “Konsep Gender” diadakan ada Jum’at (20/08) malam di platform Zoom.  

Materi tersebut diisi oleh Henri Shalahuddin, peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations

Sebagai pembuka Henri menuturkan ”Umar bin Khatab pernah menyampaikan bahwa banyak ajaran Islam terputus satu demi satu, sejengkal demi sejengkal, karena tidak mengenal jahiliyah. Sehingga tidak bisa menghayati apa itu Islam sebenarnya.”

Lebij lanjut lagi Henri memaparkan, “Jika melihat kebersihan fisik negara-negara maju seperti Jepang, Singapura ataupun Barat, banyak yang menilai mereka lebih Islami dibandingkan negara-negara Islam. Dalam Islam ada konsep Thaharah yang tidak hanya menilai fisik semata. Begitu pula Islam dalam memandang gender.”

Dosen UNIDA Gontor ini menjelaskan gender memandang hubungan laki-laki dan perempuan sebagai hubungan hierarki kekuasaan, dan dibangun berdasarkan persaingan, antagonis dan kebencian. Sedangkan lanjutnya, dalam Islam menjelaskan keserasian gender, dimana kedudukan manusia tidak berdasarkan jenis kelamin, tetapi tergantung taqwanya.

Menurut Henri umat Islam perlu mempelajari gender & feminisme, sebagai salah satu bentuk kejahiliyahan, bukan untuk mengikutinya, namun agar terhindar darinya. Karena barangsiapa yang tak mengenali keburukan, maka ia akan terporosok kedalamnya.

“Banyak kesetaraan sempurna laki-laki dan perempuan. Sama bisa istiqomah atau menyimpang, sama independen dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, sama berhak mendapatkan pendidikan, setara menuntut ilmu, sama aktif dalam dakwah serta sama dalam transaksi secara mandiri,” pungkas penulis buku Indahnya Keserasian Gender dalam Islam.

“Saya berharap bisa lebih peka terhadap isu feminis yang sangat gencar di sosial media, agar bisa menjaga adek, Ibu dan keluarga dari paham tersebut,” ujar Muldan Hakim, salah seorang peserta SPI. Alumni Hukum Tatanegara Universitas Padjajaran ini juga berkomentar, banyak orang belum sampai ilmunya untuk memahami main idea RUU PKS, tidak paham hukum, kemudian terkesima dengan perlindungan kekerasan.

Maka tidak heran banyak orang tertarik, karena frasa ini afektif memengaruhi orang-orang. Padahal RUU PKS merupakan tujuan utama dari kaum Feminis. Maka kita harus memahaminya, untuk menghindarinya. [mufid/syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version