Oleh: Haitham al-Shadiq
Suatu hari, pada tahun sembilan puluhan yang lalu saya bertanya atase budaya Amerika di Kedutaan Besar Amerika di Yordania bernama Jonathan. K. Rice, tentang niat Amerika terhadap Irak, yang diblokade. Dia menjawab diplomatis: jika Anda tahu bahwa tetangga anda menyiksa anak-anaknya sampai pada batas menjelang kematian dan jeritan penderitaan meminta tolong merobek pendengaran Anda, tidakkah ini membuat kejantanan Anda terdorong untuk menghentikan tindakan tetangga Anda yang buas dengan mendobrak pintu dan menyelamatkan nyawa anak-anak …
Amerika telah mendobrak pintu-pintu dan menyerbu Irak dan Afghanistan. Alih-alih menyelamatkan “anak-anak”, Amerika justru menyuguhi mereka dengan gambar-gambar biadab di Abu Ghraib dan tempat lainnya serta di kamp kematian di Guantanamo. Begitulah kontradiksi itu nampak jelas antara klaim-klaim Amerika yang gigih pada prinsip-prinsip kemanusiaan dengan praktek-praktek pelanggaran nyata terhadap hak asasi manusia.
Kontradiksi ini tidak hanya terbatas pada Amerika, tetapi model yang dipraktekkan entitas Zionis, lebih jelas lagi. Di saat entitas Zionis ini menyanyikan keinginan perdamaian, tanpa ragu-ragu melakukan pembantaian lebih parah lagi, baik dengan menggunakan cengkeraman tangannya sendiri maupun alat-alat organ Jenderal Amerika Keith Dayton (milisi Abbas) terhadap rakyat Palestina serta terhadap institusi-institusi resmi Palestina dan kekuatan-kekuatan yang aktif hidup di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Ancaman pemerintah teroris Netanyahu, yang akan menggunakan kekerasan terhadap armada kebebasan saat bertolak menuju Jalur Gaza membawa bantuan kemanusiaan untuk orang-orang yang diblokade di Jalur Gaza dalam rangka pelaksanaan konvensi legalitas hukum internasional - Geneva - yang mewajibkan membantu orang-orang yang mengalami blokade, juga ancamannya terhadap keamanan dan keselamatan tokoh-tokoh kemanusiaan serta wakil-wakil dari Arab, Eropa dan Turki dan tokoh-tokoh sipil, yang membuat mereka dalam ancaman di tengah laut, semua itu menegaskan bahwa entitas Zionis tersebut telah terlucuti dari nilai-nilai kemanusiaan, etika dan moral. Para pemimpin mereka yang rasis dan teroris harus diajukan ke pengadilan internasional. Hal ini membutuhkan keterpaduan kerjasama internasional antara Turki dan negara-negara Arab yang berpartisipasi dalam armada kebebasan Kuwait dan Aljazair, dan semua negara Arab dan Eropa yang meyakini hakikat membangun keadilan manusia, bukan sebagai slogan tetapi sebagai praktek dinamis dan efektif di lapangan nyata untuk mengadili para pemimpin entitas Zionis atas pelanggaran yang dilakukan terhadap konvensi internasional, juga praktek-praktek terorisme dan pembajakan mereka terhadap armada kebebasan.
Armada kebebasan kembali menyingkap sifat agresif dari entitas Zionis dan kontradiksinya dengan kemanusiaan. Hal ini yang menjatuhkan citra otoritas Dayton (di Ramallah) dan rezim Arab yang berusaha untuk memasarkan ilusi perdamaian dengan entitas Zionis guna menyembunyikan kegagalannya dan mengabaikan rakyatnya.
Para aktivis pahlawan kemanusiaan yang ada dalam armada kebebasan telah menegaskan bahwa melawan arogansi Zionis adalah cara terbaik untuk merealisasikan keadilan bagi rakyat Palestina. Maka beruntunglah semua orang yang berpartisipasi dalam melawan arogansi Zionis. (asw)
Harian al Wathan Qatar www.infopalestina.com