[ 01/03/2012 - 09:23 ]
Dr. Shamel Sulthanuv
Indikasi paling kentara dalam perpolitikan dunia saat ini adalah kemungkinan meletusnya perang dunia. Selama delapan bulan terakhir juga terjadi sejumlah bukti yang memperkuat hal itu;
- Meningkatnya anggaran negara-negara di dunia untuk mempersenjatai diri dan menajamnya ketegangan di tingkat politik dan militer.
- Statemen resmi dan pembicaraan rahasia yang disampaikan oleh politisi penting dunia yang menegaskan akan meletusnya perang besar.
- Sejumlah indikasi lainnya, seperti penegasan Moskow per akhir tahun lalu akan membangun desain benteng pengungsian. Rencana ini mencakup 5000 pengungsian selama dua tahun 2011-2012. Pengungsian ini akan meliputi pembangunan hunian, tempat belanja, sarana olah raga dan parkir mobil. Tempat pengungsian ini akan dipercepat pembangunannya.
Anggaran biaya untuk desain satu pengungsian mencapai 25 ribu dolar dan biaya pembangunan dari 50 ribu dolar tergantung kedalaman bangunan pengungsian itu dan tingkat ketebalan bentengnya di bagian atas serta masa kelayakannya. Untuk biaya perawatan setiap tahunnya mencapai 10% dari biaya pembangunan. Adapun total anggaran yang disiapkan oleh Moskow terhadap proyek ini mencapai 9-12 milyar dolar, termasuk biaya perawatan tahunan.
Namun faktor terpenting dalam kemungkinan besar meletusnya perang dunia baru itu sebenarnya adalah meningkatnya secara tajam situasi “remang-remangnya strategi”. Tingkat problema dan benturan kepentingan meningkat sehingga tidak mungkin ada solusi dengan sarana biasa. Misalnya, antara periode 2004-2005 ada sejumlah studi ekonomi yang memprediksi akan terjadi krisis keuangan dalam waktu dekat dan tidak ada seorang pun menghindar. Hingga akhir benar-benar terjadi pada 2007-2008.
Pada saat ini sejumlah pakar memperkirakan akan terjadi krisis sosial ekonomi dunia yang akan terjadi pada 2012 dan tak seorang pun akan menghindar dari situasi ini.
Perubahan situasi krisis tata dunia yang tidak menggembirakan, pengalaman sejarah membuktikan bahwa solusi terbaik dalam situasi seperti ini adalah menganut teori “Alexander Al Maqduni” bahwa perang dalam kondisi seperti ini adalah kesempatan untuk keluar dari krisis yang pelik dan problema yang tidak bisa dipecahkan. Misalnya, tidak mungkin Rusia dan Amerika menyelesaikan masalah terkait dengan perenjataan rudal. Apalagi sudah menjadi hal yang disepakati secara militer Amerika yang berusaha memanfaatkan teknologi tinggi mengembangkan “generasi 6” dalam proyek ini. Sehingga sangat mungkin mewujudkan “keunggulan rudal nuklir” yang bisa menempatkan AS untuk bertahan sebagai negara adidaya hingga tahun 2020. Namun sekenario ini tidak akan dibiarkan mulus oleh Rusia dan Cina dalam kompetisi dalam bidang energi.
Faktor lain menguatnya kemungkinan meletusnya perang dunia dalam rentang 5-8 tahun ke depan adalah menajamnya kontradiksi di kalangan elit politik di kebanyakan negara maju. Di Amerika misalnya, pembangunan pertahanan rudal adalah titik utama dan satu-satunya yang mendorong langkah keputusan negara ini. Namun perang akan menciptakan imbas tragis dan akan menjadi semacam tindakan bunuh diri. Kabar baiknya, ada sebagian faktor yang menghalangi terjadinya prediksi yang menakutkan ini. Di antara faktornya adalah adanya “program mobilisasi sistematis bersifat nasional”. Ini bisa menjadi program efektif menguntungkan untuk menghindar dari perang. Ini sudah dilakukan sejumlah negara seperti Cina, Iran dan India. Setelah 2001, Amerika juga memperhatikan masalah ini.
Dalam kunjungan kami terakhir ke Jalur Gaza, sebagian perangkat politik mobilisasi yang diterapkan di sana mengingatkan kita kepada penerapan di masa Stalin yang dilupakan oleh Rusia modern. Sementara bangsa Palestina sudah menyadari dan menerapkannya dengan baik.
Solidaritas Mobilisasi antara Pemerintahan dan Rakyat
Sebagian besar warga Jalur Gaza yakin bahwa “tindakan permusuhan” dan agresi Israel mendatang pasti akan terjadi. Masalahnya hanya soal waktu. Gaza kini sedang menyiapkan kemungkinan perang ini. Ini terlepas dari perubahan di kawasan yang terjadi belakangan yang tidak berpihak kepada kepentingan Israel.
Elit militer dan politik di Hamas menyadari bahwa keberhasilan dalam membela diri dan Gaza menunut mobilisasi masa dan rakyat secara khusus. Kini rencana sudah dibuat untuk menghadapi kondisi darurat jika Israel melakukan serangan baru. Semua akan dilibatkan. PM Ismail Haniya menegaskan hal itu saat bertemu dengan presiden Rusia, “Penting bagi kami dimana setiap warga Gaza menyadari tanggungjawabnya terhadap rakyat secara umum.”
Tugas utama adalah mewujudkan situasi solidaritas masyarakat dalam sebuah “badan solidaritas rakyat – pemerintah”, menjaga jalinan hubungan sejauh mungkin serta tidak boleh menciptakan perselisihan dan pemutusan komunikasi dan kerjasama dengan pemerintah yang dikendalikan Hamas dan masyarakat seluruhnya.
Hidup bersama rakyat dan untuk rakyat. Inilah prinsip yang dipegang Stalin yang kini diterapkan di Jalur Gaza. Siap berkorban dengan nyawa adalah ciri elit politik dan warga biasa. Elit Hamas tidak akan berlindung di belakang punggung warga biasa. Mereka memikul beban tanggungjawab yang sama. Jumlah korban syahid di kalangan pimpinan di Hamas dibanding dengan jumlah korban di kalangan rakyat Palestina, melebihi jumlah pemimpin dunia yang terbunuh saat peperangan. Jika anda bertemu dengan seorang menteri di salah satu jalan-jalan di Gaza, maka Anda akan menemukannya sama dengan warga Palestina lainnya dari sisi penampilan, caya berfikir dan gaya hidup. PM Palestina Ismail Haniya sendiri tinggal di sebuah rumah biasa di salah satu kamp pengungsi di Gaza. Rumah yang dihuninya sejak sebelum menjadi Perdana Menteri.
Membangun kesatuan di atas dasar kepercayaan sangat penting untuk tetap tegar dan bertahan dalam menghadapi musuh dan penjahat seperti Israel. Pemerintah Jalur Gaza juga satu-satunya pemerintah di dunia yang memiliki dinas kementerian utusan tawanan. Bagi Hamas, setiap warga Palestina adalah penting. Beberapa saat lalu, gerakan Hamas mampu membebaskan lebih dari 1000 tawanan Palestina dari penjara Israel. Namun masih ada 5000 lebih tawanan masih mendekam di penjara Israel.
Apa pentingnya “ikatan sosial politik” dalam proyek mobilisasi?
- Setiap warga Palestina yang berusia balig di Gaza mengetahui perannya di saat Israel melakukan serangan ke Gaza, dimana, apa dan bagaimana?
- Solidaritas mobilisasi menjamin peningkatan dalam memenej pemerintah dalam kondisi darurat jika terjadi konfrontasi militer.
- Ikatan warga dengan model seperti ini sangat penting dalam mencegah chaos pada saat, sebelum atau sesudah perang.
- Hamas menyadari bahwa konfrontasi militer ke depan akan bermuatan perang kejiwaan yang pelik. Pasukan khusus Israel sudah mencoba cara ini untuk menciptakan perasaan putus asa di antara warga Gaza dalam perang tahun 2008-2009. Namun Israel gagal. Warga Jalur Gaza berusaha memenangkan psywar dalam rangkaian mobilisasi.
Ideologi Mobilisasi
Kepala Biro Politik Hamas, Khalid Misyal menegaskan inti gagasan proyek mobilisasi Palestina dalam statemennya, “Ideologi, mengetahui musuh disamping mempersenjatai diri.” “Kami bicara tentang sistem pemerintahan yang mencakup rakyat Palestina seluruhnya.”
Ketika menghadapi musuh yang didukung elit barat, maka ideologi berada di urutan pertama; ideologi nasional pembebasan yang tersusun dari dua pemahaman inti; perlawanan dan solidaritas.
Perlawanan tidak hanya perjuangan melawan musuh luar (Israel, Amerika dan barat) namun juga musuh dari dalam. Ideologi mobilisasi mengharusnya untuk menyikapi dan menghadapi musuh dari luar dan dalam. Jika ada masalah dalam tranparansi maka akan berimbas kepada keberlanjutan dan hasil perjuangan.
*Ketua Pusat Studi Strategi “Rusia dan Dunia Islam”
Dimuat di harian Zafatra Rusia