View Full Version
Ahad, 28 Aug 2011

Wajar FPI Ancam SCTV, Karena Film '?' Menebar Kebencian Umat Beragama

By: Mustofa B. Nahrawardaya
Penikmat Film, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah


"Karena memang dibuat atas dasar kebebasan berekspresi dan kebebasan menyampaikan pendapat melalui film, maka ada harga yang harus dibayar dari kebebasannya itu: yakni kebebasan orang lain yang juga ingin menyampaikan pendapat tentangnya."

TIDAK perlu kaget dengan tindakan FPI yang berencana mensweeping SCTV terkait rencana stasiun itu menayangkan Film Hanung Bramantyo berjudul “?” yang memang layak disebut sebagai film pencitra pluralisme secara keliru.

Karena memang dibuat atas dasar kebebasan berekspresi dan kebebasan menyampaikan pendapat melalui film, maka ada harga yang harus dibayar dari kebebasannya itu: yakni kebebasan orang lain yang juga ingin menyampaikan pendapat tentangnya.

Apabila pendapat ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa film itu tidak pantas ditayangkan di saat Umat Islam sedang merayakan kemenangan dalam mengendalikan hawa nafsu sehabis sebulan penuh menjalankan puasa Ramadhan, siapa bisa melarang?

Jika memang terpaksa ditayangkan, jangan salahkan orang jika kemudian menyebut SCTV turut membangun sel-sel awal penebar benih-benih kebencian. Karena itu, alangkah bijaknya, apabila SCTV juga mempertimbangkan pendapat penontonnya maupun pendapat pihak yang tak ingin ada efek negatif atas penayangan film tersebut. Spekulasi yang sangat berlebihan, apabila sebuah penayangan program televisi, hanya berdasar pada murahnya harga atau sekedar adanya bayang-bayang nama besar/sosok produser atau sutradara film, tanpa mempedulikan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan.

....Jika memang terpaksa ditayangkan, jangan salahkan orang jika kemudian menyebut SCTV turut membangun sel-sel awal penebar benih-benih kebencian...

Ketika film ini ditayangkan di bioskop beberapa waktu lalu, barangkali masih bisa ditolerir meski tidak mengurangi bobot ‘pesan jahat’ yang terselubung dalam berbagai adegan film besutan Hanung Bramantyo itu. karena orang harus membayar tiket untuk menontonnya. Paling tidak, orang harus keluar rumah dan membuang waktu di jalan untuk menuju bioskop. Penonton harus terlebih dahulu parkir dan membayar ongkos parkir untuk kendaraannya. Juga, penonton harus meluangkan waktu dan tempat khusus guna menikmati film.

Bagi kota-kota yang tidak ada bioskopnya, bersyukurlah karena tidak kebagian distribusi film semacam itu. Alhasil, hanya kota-kota berbioskop jaringan XXI yang bisa menayangkan film yang diklaim sebagai “terinspirasi kisah nyata” tersebut. Maka dari itu, saat film ini diputar bersamaan di seluruh Indonesia, hanya kota-kota tertentu yang dapat mengundang animo masyarakat. Bagi yang tidak punya kesempatan, tak punya uang, maupun jauh dari bioskop, tentu tak bakalan repot-repot berduyun-duyun hanya untuk melihat potongan-potongan snapshot kehidupan sosial keagamaan yang entah didapat dari mana.

Meski dalam film digambarkan sebagai kejadian yang berlangsung di Semarang, namun kenyataannya banyak cerita di dalamnya tidak sesuai dengan maksud yang dipesankan. [voa-islam.com]

Berita terkait:

MUI: Film 'Tanda Tanya' Hanung Sebarkan Faham Haram dan Sesat


latestnews

View Full Version