View Full Version
Rabu, 29 Jan 2014

Dakwah Tauhid dan Jihad, Semakin Ditentang Semakin Gemilang

Sahabat Voa Islam,

Terdapat satu pernyataan hadits yang menjadi pameo terkenal dan melekat dalam benak kita, yaitu bahwa ‘jalan menuju surga diliputi hal-hal yang dibenci dan penuh penderitaan’. Kita juga mengetahui bahwa Waraqah bin Naufal pernah berkata kepada Nabi Muhammad Saw., “Tidak ada seorang pun yang datang membawa ajaran seperti yang engkau bawa, melainkan pasti dia akan dimusuhi.” Pernyataan ini seakan menjadi sinyalemen gamblang terkait aktivitas dakwah tauhid dan jihad yang akan diusung beliau.

Bersama para sahabatnya, ketika mengusung dakwah tauhid di Makkah, Rasululllah Saw diterpa berbagai gangguan, intimidasi, dan penderitaan dari kaum kafir Quraisy. Sampai-sampai mereka harus menghadapi blokade dan boikot selama beberapa tahun. Meski didera boikot, ‘bangunan’ Islam senantiasa kokoh, dan sejak saat itu, pemeluk Islam malah semakin bertambah.

Tengoklah Raja Romawi Kaisar Heraklius yang bertanya kepada kerabat terdekat Rasulullah, yaitu Abu Sufyan, mengenai sosok Rasul dan para pengikut beliau. Sang Kaisar bertanya, “Apakah jumlah mereka bertambah ataukah berkurang? Adakah di antara pengikutnya yang keluar dari agamanya karena dia membenci agama itu setelah dia memeluknya?” Abu Sufyan lebih memilih untuk berkata jujur, dan meresponsnya dengan jawaban yang mencengangkan raja kafir itu, “Tidak ada!”

Heraklius pun berujar, “Ketika aku bertanya kepadamu; ‘Apakah jumlah pengikutnya bertambah ataukah berkurang?’ Engkau menjawab bahwa jumlah mereka semakin bertambah. Memang begitulah persoalan iman, akan selalu menjadi sempurna. Ketika aku bertanya kepadamu, ‘Adakah di antara pengikutnya yang keluar dari agamanya karena dia membenci agama itu setelah dia memeluknya?’ Engkau menjawab ‘tidak ada’. Memang begitulah apabila iman telah meresap ke dalam hati.”

Para sahabat Rasululullah mendapatkan siksaan yang seberat-beratnya. Lihatlah Bilal yang diseret ke sebuah daerah pinggiran Makkah bernama Batha. Dia kemudian disiksa dengan dicambuk dan ditimpa batu besar di bawah suhu cuaca panas ekstrem Makkah. Tiada lain yang diucapkan Bilal selain: “Ahad…Ahad!”

Lalu ada Khabbab bin Al-Arat yang disiksa dengan cara dibaringkan terlentang di atas tumpukan batu panas. Namun dia tetap teguh beriman bak gunung yang kokoh. Khabbab menceritakan, “”Aku dulu disiksa dengan cara disuruh berbaring terlentang di atas tumpukan batu yang telah dibakar sehingga aku bisa mencium bau dagingku terbakar seperti bau sate panggang!”

Pun demikian Utsman bin Madh’un. Dia ditampar matanya sampai terluka. Kemudian sepupunya berkata, “Ketahuilah demi Allah, wahai putra saudaraku, sesungguhnya matamu amat berharga untuk dianiaya seperti itu!” Utsman justru menimpali, “Bahkan Demi Allah, sesungguhnya mataku yang satu lagi sangat membutuhkan apa yang dialami oleh mataku yang sebelah karena dianiaya di jalan Allah.”

Bahkan masih banyak lagi sahabat-sahabat Rasulullah lainnya yang didera siksaan teramat pedih. Mereka disiksa tiada lain karena mengikuti kebenaran. Namun demikian, sekali-kali mereka tidak pernah sedikit pun menggadaikan iman mereka. Sebagaimana diutarakan Kaisar Heraklius; “Memang begitulah apabila iman telah meresap ke dalam hati.”

Sepanjang lintasan sejarah, kondisi orang-orang beriman para pengikut kebenaran tidak jauh berbeda dengan para pendahulu mereka yang merupakan generasi terbaik Islam. Perhatikanlah bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal yang harus menanggung perihnya disiksa cambuk, hingga akhirnya tak sadarkan diri, disebabkan fitnah (penyimpangan) terkait pemikiran bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Betapapun beratnya cobaan yang menimpa, Imam Ahmad tetap teguh menapaki kebenaran, tidak pernah goyah sedikit pun. Ketegaran sang imam justru membuat umat Islam ketika itu semakin meyakini akidah mereka. Seandainya Imam Ahmad menyerah, tak mustahil jika umat pun kemudian akan menyerah di bawah kesewenang-wenangan tiran.

Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengalami banyak ujian dan cobaan. Musuh-musuhnya melakukan pencemaran nama baik terhadap reputasinya. Mereka menyiksanya di segenap tempat. Meski demikian, Ibnu Taimiyah senantiasa bersabar, berharap keridhaan Allah, memaafkan musuh-musuhnya, dan memberikan ampunan kepada setiap orang yang menyiksanya. Tindakan bodoh orang-orang dungu yang dilancarkan kepadanya justru semakin membuatnya semakin toleran, bersabar, dan pemaaf.

Ibnu Taimiyah berkata tentang dirinya mengenai hal tersebut, “Aku bersikap lapang dada kepada orang yang menentang diriku. Sesungguhnya dia, kendati pun melanggar batas-batas Allah terhadap diriku; dengan mengkafirkan, memfasikkan, kedustaan, atau fanatisme Jahiliyah, maka sejatinya aku tidak akan melanggar batas-batas Allah terhadapnya.”

Ibarat gunung yang kokoh, takkan mungkin bisa digoyahkan oleh angin sepoi-sepoi. Alih-alih menyerah, Ibnu Taimiyah malah melontarkan kata-kata yang membakar semangat: “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku?! Surgaku ada di dalam hatiku, jika aku pergi maka ia akan bersamaku. Pemenjaraan terhadap diriku adalah kesempatan untuk berkhalwat, pengasinganku adalah sebuah tamasya, pembunuhan terhadapku adalah kesyahidan.” Dunia Islam kini bahkan menjadikan fatwa-fatwanya itu sebagai diktat wajib di seluruh pengadilan agama yang berkaitan dengan hukum perdata (ahwal syakhshiyyah).

Lalu pada masa kontemporer. Kita bisa menyaksikan banyak teladan dalam hal kesabaran menanggung derita, sebagaimana ditunjukkan para ulama Islam. Sayyid Quthb –semoga Allah merahmatinya—menjadi salah satu teladan kesabaran dalam memegang teguh prinsip-prinsip dan menahan derita sebagai konsekuensi dalam meyakini kebenaran. Sayyid Quthb pun harus menemui ajalnya meninggal dunia di tiang gantung.

Dan masih banyak ulama dan mujahid lainnya yang harus menerima berbagai cobaan, penderitaan, dan bahkan pembunuhan, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami adalah Allah.” Sebagaimana difirmankan Allah tentang seorang laki-laki beriman yang menentang tirani Firaun: “Dan seorang laki-laki yang beriman di antara

pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.” (Al-Mu`min: 28)

Pun demikian dengan para pemuda Islam dan mujahid yang kokoh memegang teguh ajaran agama mereka di tengah zaman yang penuh dengan fitnah dan celaan. Mereka telah menjual jiwa mereka kepada Allah. Mereka telah menggoreskan tinta emas kemuliaan di atas lembaran-lembaran sejarah yang penuh kecemerlangan dan keagungan. Mereka tersebar di Afghanistan, Irak, Suriah, Chechnya, Bosnia, Somalia, Kashmir, Indonesia, Filipina, dan medan-medan jihad lainnya di dunia.

Ketika mereka kembali dari berbagai medan jihad tersebut, belenggu-belenggu intelijen dan pintu-pintu penjara telah menanti mereka. Bayang-bayang untuk melarikan diri dari jeratan cobaan yang menimpa keyakinan agama mereka selalu mengusik mereka di mana pun mereka berada. Seandainya mereka terjerat, maka kita memohon kepada Allah agar senantiasa melindungi kita semua dan menjaga kita dari berbagai cobaan tersebut.

Meski demikian, betapapun kerasnya siksaan yang ditimpakan musuh-musuh Allah, namun kita mendapatkan justru para pengikut dakwah tauhid semakin bertambah banyak. Mereka semakin teguh memegang prinsip dan keyakinan mereka. Di setiap tragedi mengerikan, mereka senantiasa teguh menyuarakan, “"Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108)

Merekalah para penerus pengusung panji dakwah tauhid dan jihad. Al-Quran dan Al-Hadits akan menjadi petunjuk bagi mereka, dan pedang yang akan menolong. Mereka tidak pernah terusik oleh musuh-musuh mereka. Karena mereka meyakini prinsip-prinsip ajaran Islam yang purifikatif dan benar. Dengan argumentasi yang benar, alih-alih membuat lari, mereka justru sukses mengajak orang lain untuk ikut meniti jalan lurus. Semakin mereka diperangi, pengikut mereka malah bertambah semakin banyak.

Di bawah gempuran dan celaan, para pengusuh dakwah tauhid dan jihad senantiasa ikhlas beramal. Di bawah gempuran dan celaan, mereka justru mendapatkan hasil manis. Di bawah gempuran dan celaan pula, mereka semakin banyak mendapatkan teman seperjuangan. Semakin ditekan, mereka akan semakin tangguh. Semakin dihujat, dicela, dan diperangi, mereka akan semakin berjuang menegakkan Daulah Islam, sebagaimana tergambarkan dalam fenomena Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) sekarang ini. Semoga Allah membalas segenap kebaikan dan amal mereka. Amin.

* Penulis: Ganna Pryadha, Alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir.


latestnews

View Full Version