View Full Version
Kamis, 04 Dec 2014

Video: Debat Nikah Beda Agama Vs Ulil 'JIL': Nikah Beda Agama? Ibarat Sepeda, Hanya Ada Satu Stang

JAKARTA (voa-islam.com) - Minggu, 30 November 2014 bertempat di Hotel Sofyan, Tebet Jakarta Selatan, YISC (Youth Islamic Study Club) Al-Azhar bekerjasama dengan #IndonesiaTanpaJIL mengadakan diskusi terbuka yang bertema “Bolehkah Kita Berbeda?” adalah Diskusi Terbuka tentang Pernikahan Beda Agama dalam Pandangan Islam.

Belum lama ini terdengar berita dari media bahwa ada beberapa mahasiswa dari universitas ternama mengajukan gugatan atas Undang-undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.

Dengan maksud untuk melegalkan Pernikahan Beda Agama terjadi di Indonesia. Diskusi ini menghadirkan Fahmi Salim, MA, Ketua MIUMI DKI Jakarta & Pengurus MUI Pusat sebagai pihak yang menentang Pernikahan Beda Agama dan Ulil Abshar Abdalla, Co-Founder JIL (Jaringan Islam Liberal) sebagai pihak yang mendukung Pernikahan Beda Agama.

Tepat pukul 14.00 WIB, acara ini dibuka oleh Fauzi Hasan (Ketua YISC Al-Azhar periode 2012-2013) yang bertugas sebagai MC hari itu. Setelah pembacaan ayat suci Al-Qur’an, MC langsung saja memberikan kesempatan kepada moderator agar memulai diskusi tersebut.

Agastya Harjunadhi, Presiden APII (Aliansi Pemuda Islam Indonesia) sebagai moderator mengawali diskusi tersebut dengan sedikit memperkenalkan latarbelakang kedua narasumber. Diskusi Berlangsung Hangat “Al-Qur’an tidak melarang seorang muslim menikahi seorang wanita ahlul kitab dalam surat Al-Maidah ayat 5, yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana kalau sebaliknya? bolehkah seorang muslimah menikah dengan seorang kafir? Saya sendiri tidak menyarankan untuk nikah beda agama, tetapi apabila ada yang bertanya kepada saya, apakah boleh nikah beda agama saya jawab, boleh, karena Al-Qur’an tidak secara eksplisit melarang nikah beda agama.”

Ulil memulai diskusi dengan memaparkan pendapatnya. “Nikah Beda Agama hukum asalnya haram, surat Al Maidah ayat 5 itu adalah dispensasi atas 2 ayat sebelumnya yaitu surat Al Muntahanah ayat 10 dan Al Baqarah ayat 221 yang mengharamkan menikah dengan musyrikin atau ahlul kitab.”

Cuplikan pemaparan pandangan Fahmi Salim tentang Nikah Beda Agama. “Saya tidak pernah menganjurkan nikah beda agama. Namun jika ada yang bertanya bolehkan melakukan nikah beda agama? Maka jawaban saya boleh.” tukasnya lagi. Ulil menambahkan bahwa menganjurkan bukan berarti kita harus melakukannya. “Sebagai contoh, buah pare. Pare adalah makanan yang halal dalam Islam. Tapi saya tidak menyukainya. Apakah lantas saya bisa mengharamkannya?” ujar seorang yang salah satu cuitannya di twitter mengatakan ajaran tentang finalitas kenabian Muhammad SAW sudah membawa banyak korban dan perlu ditinjau ulang.

Dalam kesempatan kali ini, Fahmi Salim, MA menyanggah beberapa pernyataan Ulil. “Soal nikah agama, dalam Islam menurut jumhur Ulama sebenarnya sudah qath’i atau sudah dikunci. Artinya sudah tidak bisa diganggu gugat lagi. Hukum Islam tidak bisa berubah-ubah walau adanya perubahan sosial dalam masyarakat. Yang halal tetap halal dan yang haram tetap haram.” sergah Fahmi, yang juga penulis buku “Kritik Terhadap Studi Al-Quran Kaum Liberal”. Dalam sesi lainnya, Ulil juga sempat mengkritik Majelis Ulama Indonesia,“MUI itu liberal karena telah melarang nikah beda agama untuk dua kasus sekaligus, yaitu lelaki Muslim yang menikahi perempuan kafir dan lelaki kafir yang menikahi perempuan Muslim.” tukasnya lagi menyempurnakan pendapatnya.

“Bagaimana bisa MUI dikatakan liberal sementara pada tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa haram bagi umat Islam untuk mengikuti paham sekularisme, pluralisme dan liberalism dengan No. 7/MUNAS VII/MUM/11/2005.” jawab Fahmi yang juga pengurus MUI Pusat ini.

Dihadiri oleh ratusan peserta, ruangan acara diskusi terlihat begitu padat karena antusiasme peserta yang membludak, bahkan kabar yang terdengar dari panita, banyak sekali peserta yang tertolak dikarenakan terbatasnya quota ruangan. Dari sekian banyaknya peserta, mengalirlah beberapa pertanyaan serta tanggapan untuk narasumber tersebut.

“Pak Ulil, tadi pak Ulil mengatakan bahwa perempuan yang boleh dinikahi adalah ahli kitab yang terbaik dan itupun boleh dalam keadaan darurat, berarti statusnya sama dengan tayamum, tayamum itu tidak boleh dilakukan kecuali tidak ada air, nah bukankah muslimah sekarang masih sangat banyak?” tanya salah seorang peserta.

“Pak Ulil, saya sudah menikah dan Alhamdulillah sama agamanya, dengan yang agamanya sama saja masih banyak masalahnya, saya tidak membayangkan bagaimana kalau saya nikah dengan yang beda agamanya?” sergah salah satu peserta.

“Pak Ulil berbicara secara normatif saja dari tadi, mohon dijawab dengan singkat dan jelas, apakah Pak Ulil memperbolehkan anak-anak Pak Ulil menikah beda Agama dengan pasangannya?” tanya peserta lainnya.

Di sesi terakhir, Ulil mendapat banyak tanggapan dari beberapa penonton yang hadir. Salah satunya Akmal, yang termasuk aktivis #IndonesiaTanpaJIL. “Saya ingin menyanggah tentang pendapat mas Ulil bahwa kita tidak boleh jadi juru bicara Allah. Saya pun ingin mengatakan kepada mas Ulil bahwa, jangan juga jadi juru bicara NU dan seolah menyatakan segala sesuatu atas nama NU. Padahal kita semua tahu bahwa ulama-ulama NU menolak pemikiran mas Ulil.” pungkas Akmal.

Pada sesi penutup moderator menyampaikan pesan “Jika diibaratkan, pernikahan seperti sepeda; laki-laki adalah ban depan, wanita adalah ban belakang dan agama adalah stangnya, bagaimana mungkin pada sebuah sepeda terdapat dua buah stang? maka Agama lah yang menjadi penentu arah sebuah pernikahan”.

Berikut link Video Debat Nikah Beda Agama:

Diskusi "Bolehkah Kita Berbeda".

Ust. Fahmi Salim Lc, MA (Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia)
&
Ulil Abshar Abdalla (Jaringan Islam Liberal)

Video Session 01 : 

Video Session 02: 

Diskusi "Bolehkah Kita Berbeda".

(adivammar/aniel/ajeng/ITJ/voa-islam.com) 


latestnews

View Full Version