View Full Version
Rabu, 21 Sep 2016

Di Turki, Paham Kemalisme Lebih Ekstrim dari Sekulerisme

JAKARTA (voa-islam.com)--Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), Ade Sholihat mengatakan bahwa sekulerisme di Turki berbeda dengan gambaran yang dipahami masyarakat Indonesia selama ini. Sekulerisme yang sebelumnya terkesan anti-agama dan menyingkirkan Tuhan.

"Sekulerisme selama ini dianggap menyingkirkan agama di ruang publik. Tapi Erdogan yang disebut sekuler justru membolehkan jilbab. Persepsi kita jadi bingung," kata Ade mengilustrasikan kebingungan publik dengan sekulerisme di Turki, saat diskusi bertajuk "Dinamika Sekulerisme di Turki, di Auditorium FIB UI, Depok, Selasa (20/9/20616).

Menurut lulusan Universitas Marmara ini, sekulerisme di Turki baik versi Mustafa Kemal Attaturk atau versi Erdogan memang jauh dari yang dibayangkan dalam pemahaman standar selama ini.

Sebelum mengungkap perbedaan lebih jauh, Ade menjelaskan ragam model sekularisme di dunia. Menurut ia, ada lima macam model sekularisme. Pertama, the militant secularist model, pemisahan agama dari kehidupan publik atau sekulerisme ekstrim. Dipraktekkan di Turki dan Perancis.

Saat model ini diterapkan di Perancis, yang menolak hanya kaum minoritas. “, ketika model sekularisme ini diterapkan di Turki, negara menghadapi protes mayoritas yang terbiasa beragama,” terangnya.

Kedua,  the agnostist secularist model. Dimana negara tidak mempersoalkan agama di ruang publik, bahkan negara menjaga masyarakat agar tidak menampakkan diri sebagai atheis. Model ini diterapkan di Amerika Serikat. Ketiga, convensional secular model. Keempat, the official sekularisme institusionalized tolerance with religion. Dan kelima, millest based model yang berlaku di Israel.

Namun, di Turki, Mustafa Kemal Attaturk dengan Kemalismenya tidak menerapkan satupun dari lima model sekulerisme di atas. Bahkan, Kemalisme juga bukan model sekulerisme pertama yang tergolong keras dalam meminggirkan agama di ruang publik.

Hal itu terjadi, sambung Ade, karena Kemalisme bukan hanya meminggirkan agama di ruang publik. Akan tetapi, Kemalisme juga mengatur bagaimana cara orang beragama. Bagaimana seseorang harus melakukan azan, shalat, dan ibadah lainnya serta mengatur individu-individu beragama sesuai keinginan Kemalis.

"Dari awal, Kemalis sudah tidak menggunakan sekularisme sesuai yang biasa kita pahami," cetusnya.

Sehingga, pada masa Kemalisme berkuasa, Islam tidak bisa bergerak di Turki. Negara melalui militer secara efektif mengawasi simbol-simbol agama agar tidak eksis di ruang publik.

"Turki tidak bisa lepas dari sekulerisme karena dijaga militer yang terus menerus mengkudeta pemerintahan yang dianggap bermasalah," urainya.

Kendati demikian, menurut Ade, di tengah kondisi represif itu, ada sosok-sosok dai yang berdakwah secara militan dan tersembunyi Ketika, dakwah secara terbuka suatu hal yang terlarang pada masa Kemalis berkuasa.

Sosok seperti Sulaiman Je inilah yang menjaga Islam tetap hidup di Turki. Di antara sosok yang fenomenal adalah "Jamaah Sulaiman Je" yang mengajarkan agama secara diam-diam di tengah masyakat Turki. Sebut saja, bagaimana Sulaiman Je berdakwah dengan metode ngobrol ringan di dalam taksi atau berdakwah di kebun-kebun yang jauh dari pantauan aparat negara

"Ada ungkapan sekularisme hanya hidup di kota-kota Turki, Islam tetap hidup di desa-desa Turki, ucap Ade.

Terlepas dari sikap Kemalis di atas, satu keanehan lagi dalam kehidupan sekularisme Turki adalah pelarangan Jilbab justru tidak terjadi pada masa Mustafa Kemal berkuasa. Akan tetapi, dilakukan jauh pada masa sesudahnya.

"Kemal memang mempropagandakan pakaian wanita Barat sebagai pakaian ideal. Tapi, tidak sampai membuat undang-undang pelarangan jilbab. Pelarangan jilbab di ruang publik baru diundangkan pada tahun 1999," ungkapnya.

Selain, sekulerisme Kemalis berbeda corak dengan yang dipahami selama ini. Kemal juga tidak konsisten dengan jargon-jargon yang partainya promosikan seperti demokrasi dan republikanisme.

"Kemal ketika berkuasa tetap otoriter, dia tinggal di rumah mewah seperti Istana, tidak menjalankan republikanisme yang digaungkan," tegasnya.* [Bilal/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version