View Full Version
Jum'at, 12 Jan 2018

Menyikapi Kasus Video Mesum Anak Kecil dan Wanita di Bandung

         (Dari Bandung Juara Menuju Indonesia Bahaya Porn Addict)* 

(voa-islam.com), Menyoal pornografi sebetulnya merupakan fenomena yang sudah terjadi sejak lama, saking lamanya banyak diantara kita yang akhirnya menganggap itu hal biasa dan kemudian memilih tak angkat suara. Padahal sampai hari ini, pornografi terus meradang dan bahkan berkembang semakin pesat didukung oleh pesatnya pula perkembangan teknologi. Pelaku dan korban sudah meluas dari kalangan orang dewasa hingga anak-anak di bawah usia, sayangnya perhatian para pemangku kebijakan masih juga dipertanyakan dalam menanggulangi kasus pornografi ini.

Hal yang lebih menyedihkannya lagi adalah saat mengetahui fenomena porn addictini sudah semakin banyak memakan anak sebagai korbannya. Menurut survey yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2014 lalu, 92 dari 100 anak kelas 4, 5, dan 6 SD sudah pernah melihat pornografi.

Beberapa hari yang lalu masyarakat dihebohkan dengan tersebarnya berita tentang perbuatan mesum yang dilakukan oleh bocah kecil dengan seorang wanita dewasa yang dikabarkan perbuatannya dilakukan di Bandung. Berita ini tentu membuat semua orang mengelus dada dan menarik nafas panjang setiap yang membacanya. Belum lagi, video perbuatannya pun tersebar luas dan bisa diakses oleh siapa saja. Kasus ini sama sekali bukan berita yang bisa kita anggap biasa kemudian berlalu begitu saja. Sama sekali bukan, berita ini justru menampar kita akan kondisi sosial yang semakin hari bisa saja terus mengancam keadaan anak indonesia.

Dari kasus tersebut kita dapat mengetahui bahwa anak benar-benar telah menjadi korban bahaya pornografi, dan sudah sampai pada tahap adiksi (kecanduan). Hari ini anak bukan lagi menjadi penikmat tontonan-tontonan tidak seharusnya, namun ia sudah menjadi pelaku dari aktifitas porno itu sendiri. Menyedihkan bukan? Begitu kerasnya pornografi dapat merusak sistem otak manusia, sehingga yang terjadi adalah candu berlebih yang membuat fungsi sistem bagian otak dalam tubuhnya sudah tidak dapat dikendalikan lagi, dan memilih untuk melakukan apa yang ia lihat dalam tontonan.

Jika hal ini terus dibiarkan, maka sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak saat ia tumbuh dewasa. Mereka akan tumbuh dengan sistem-sistem otak yang sudah tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan sempurna, sehingga akan sangat mudah melakukan aktifitas-aktifitas yang jauh dari norma karena control system dalam otaknya sudah banyak menoleransi perilaku asusila.

Semakin berkembangnya teknologi dan digital life skill memang menjadi peluang besar bagi para pebisnis pornografi menjadikan anak sebagai target utamanya, bahkan sebuah survey terbaru menyebutkan anak usia 12 tahun hingga 13 tahun rentan kecanduan pornografi melalui internet. Apalagi tujuannya jika bukan merusak cemerlangnya generasi pembangun peradaban bermoral? Lagi-lagi anak menjadi korban lingkungan yang sebenarnya setiap orang bisa saja dimintai pertanggung jawabannya karena telah menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk keberadaan anak di sekitarnya.

Melihat kondisi ini, masyarakat harusnya membuka mata dan memiliki kesadaran penuh akan perannya sebagai pendidik dimanapun ia berada. Setiap orang adalah pendidik bagi lingkungannya, yang mana ia memiliki tanggung jawab untuk melakukan berbagai macam edukasi terhadap lingkungannya, dalam hal ini khususnya terhadap pendidikan anak.

Kita sebagai orang dewasa harus terus membuka mata, membangun kepekaan diatas rata-rata, serta menjadi automatic monitorsegala aktifitas yang dilakukan oleh anak. Merintis diri menjadi pelopor dalam membangun lingkungan ramah anak yang dapat mengedukasi dan membangun circle valuesebagai pondasi pendidikan anak, agar kemudian anak tidak lagi direnggut haknya dan diarahkan menuju fitrahnya.

 

Bandung, 9 Januari 2018

E. Huzaematul Badriah Kadiv. Pembina dan Pembinaan Kader Tunas Koorpus PII Wati Periode 2017-2020 


latestnews

View Full Version