View Full Version
Jum'at, 14 Dec 2018

Sejumlah Wali Kota Protes Hasil Riset Setara Institute

JAKARTA (voa-islam.com)—Hasil penelitian Setara Institute terkait Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2018 menuai polemik. Sejumlah wali kota mempertanyakan sekaligus protes atas hasil penelitian tersebut.

Para wali kota yang protes ini tidak terima jika kotanya dinobatkan sebagai kota paling intoleran. Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengungkapkan kota yang dipimpinnya sangat toleran.

Rumah ibadah di Banda Aceh berdiri berdampingan. “Umat agama kristen, budha, dan hindu, bebas beribadah tanpa ada gangguan sedikit pun. Ruang bagi aktivitas keagamaan dan kebudayaan mereka juga kita buka seluas-luasnya,”ungkap Aminullah kepada wartawan di Banda Aceh, Jumat (14/12).

Kalaupun ada gesekan, lanjut dia, hal tersebut murni karena persoalan pribadi, bukan atas dasar agama. “Selama ini tidak pernah ada konflik agama di Banda Aceh. Saya selaku walikota berada di garda terdepan dalam menjamin kerukunan antar umat beragama di Banda Aceh,” tuturnya.

Aminullah melanjutkan, “Saya selaku Walikota Banda Aceh melayangkan protes berat atas hasil survei yang menyatakan Kota Banda Aceh sebagai kota ke dua tak toleran di Indonesia dan hal itu sangat merugikan Banda Aceh.

Oleh karena itu, ia pun meminta mereka untuk membuka kepada publik dasar dan metode apa yang digunakan dalam surveinya sehingga membuat hasil kesimpulan demikian. “Hasil survei itu sangat bertolak belakang dengan kondisi riil di Banda Aceh,” protesnya.

Setara Institute pada hasil penelitiannya menempatkan Banda Aceh sebagai 10 kota paling intoleran.

Wali Kota Depok Mohammad Idris meminta Setara Institute untuk membuktikan hasil penelitian yang menempatkan Depok, Jawa Barat kota toleransi terendah Hal “Siapa yang bilang? Coba buktikan. Kota Depok ini kota paling toleran dan ini sudah dibuktikan pakar-pakar Universitas Indonesia, survei, dan peneliti. Depok itu malah lebih toleran dibanding Jakarta,” ucap Idris Kamis (13/12/2018).

“Bahkan, dapat dibuktikan dalam sejarahnya belum pernah ada kerusuhan antarumat beragama di Depok, buktikan coba,” ucap Idris.

Idris menambahkan, penyegelan masjid dan pusat kegiatan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia (JAI) di Depok yang dilakukan pada Juni 2017 lalu dilakukan untuk menghindari konflik antarumat beragama. “Ahmadiyah dalam Fatwa MUI, Fatwa Majelis Ulama dunia itu dianggap sesat. Ketika beliau melakukan kegiatan realisasi ajaran mereka dianggap menyinggung umat Islam, makanya untuk menghindari konflik ini, saya segel sementara, bukan saya tutup tapi saya segel sementara. Nanti bisa diselesaikan kembali kok,“ tutur Idris.

Sementara Wali Kota Tanjungbalai, HM Syahrial juga akan mempertanyakan kembali tentang hasil survei Setara Institute mengeluarkan indeks Kota Toleran 2018. Pasalnya, hasil survei itu menyebutkan, dari 10 kota dengan skor toleransi terendah, Kota Tanjungbalai, menempati urutan paling terendah dengan skor 2.817.

"Saya sudah membaca berita tersebut dan kita akan mempertanyakannya kembali, karena kita tidak bisa mengambil keputusan," kata Syahrial usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Tanjungbalai, Kamis (13/12/2018).* [Dari berbagai sumber/Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version