View Full Version
Rabu, 05 Feb 2020

Dalil dan Dalih, Mana yang Dipilih?

 

Oleh:

Henyk Nur Widaryanti S. Si., M. Si.

 

KEPADA siapakah kita percaya akan sesuatu? Apakah setiap orang layak kita percaya? Yakinkah kita akan kebenaran yang mereka bawa? Di masa saat ini, banyak kita jumpai seseorang menyampaikan pendapat sesuai pemahamannya. Apakah salah? Tentu saja tidak, karena zaman sekarangkan zaman bebas berpendapat. Walaupun pendapatnya seakan "nyeleneh". Tetap tak masalah.

Setelah setahun lalu pernah ada seorang ibu yang berpendapat konde lebih bagus dari kerudung, atau kidung lebih merdu dari azan. Kini adalagi seorang tokoh, ibu panutan negeri ini yang menyatakan bahwa wanita tidak wajib menutup aurat. Dalam wawancaranya bersama Om Dedy, dijelaskan perbedaan hijab dan jilbab. Orang zaman sekarang tidak tahu arti keduanya. Bahkan yang lebih bermasalah ketika menyatakan Al Quran tidak ada kewajiban menutup aurat.

Gayung bersambut, ucapan istri mantan presiden RI ke-4 itu dikuatkan dengan dakwah dari seorang ustadz. Yang dakwahnya sempat viral di facebook, dengan menyatakan menutup aurat itu tidak wajib. Bahkan ibu negara saja tidak ada yang menutup aurat. Yang penting itu hatinya baik. Ia menguatkan argumennya dengan menceritakan perihal istrinya yang juga tak berkerudung.

Tak sampai di situ, kini komunitas yang menamakan dirinya "Hijrah Indonesia" atas inisiasi Yasin Muhammed telah meluncurkan sayembara "No Day Hijab". Artinya komunitas ini mendukung untuk tak memakai hijab. Bahkan meminta mereka yang melepas hijab, untuk bangga dan berani menyampaikan pilihannya.

 

Tokoh panutan umat

Mereka yang berani berbicara itu adalah tokoh. Mereka memiliki gelar tidak biasa. Semua itu memiliki kedudukan tersendiri di mata umat. Tidakkah terbayangkan oleh kita, ketika tokoh-tokoh seperti ini banyak dan PD menyampaikan pendapatnya? Apa yang akan terjadi pada umat?

Kondisi masyarakat kita mayoritas memiliki pemahaman agama yang pas-pasan. Bagi mereka yang penting bisa sholat atau puas itu sudah cukup. Ketika dakwah menutup aurat mulai diterima dan menjadi tren masa kini, muncul orang-orang yang tak setuju dengan pandangan ini. Apalagi dengan ide menutup aurat secara sempurna. Mereka menganggap ide semacam itu hanya berasal dari orang arab. Budaya arab yang masuk ke Indonesia.

Bagi orang-orang nasionalis non agamis budaya semacam ini tidak sesuai dengan budaya negeri ini. Yang perlu ditolak. Perlu dihilangkan. Oleh karena itu, perlu tokoh-tokoh umat yang berani menyampaikannya. Bicaralah mereka dihadapan umat tentang tidak wajibnya menutup aurat. Bahkan lebih dari itu.

 

Percaya hanya pada sumber kebenaran

Bagi kita umat muslim, tidak diperkenankan untuk mudah percaya pada perkataan orang. Bisa jadi mereka berbicara bukan karena dorongan keimanan, tapi atas dorongan nafsu. Bahkan Syayidina Ali Ra berkata

 

أنظر ما قال ولا تنظر من قال

 

"Lihatlah apa yang dikatakan jangan melihat siapa yang mengatakan"

Artinya, sebagai seorang muslim tidak pantas bagi kita jika hanya melihat pada person saja. Tanpa melihat topik apa yang dibicarakan. Bisa jadi kita akan menemukan kebenaran dari seorang anak kecil, atau orang yang lemah. Maka, tidaklah baik jika kita hanya melihat dari ketokohan seseorang. Lantas kita langsung percaya dengan apa yang disampaikan. Semestinya kita mencari dari sumber lainnya, yang lebih terpercaya. Dan tidak mungkin salah.

"Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS. Al Baqoroh : 2)

Jelaslah ayat tersebut menjamin bahwa  dalam kitab Al Qur'an tidak ada keraguan sama sekali. Segala yang disampaikan kitab ini memang benar. Sebagai seorang yang beriman, layak bagi kita untuk percaya 100% dengan kitab ini.

Selain Al Qur'an, kita juga bisa mengambil As sunah sebagai sumber terpercaya. Dalam Al Qur'an disampaikan “Barangsiapa mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (An-Nisaa’: 80).

Segala hal mengenai perilaku, perkataan, bahkan diamnya Rasul disebut as sunnah. Sehingga jika kita mengikuti Rasul, kita telah menjadikan sunnah Rasul untuk menaati Allah. Di sinilah kita hanya menjadikan dua hal (Qur'an dan sunnah) sebagai sumber hukum syara.

Jadi, jika kita ingin mengetahui perkataan tokoh tersebut benar atau salah cukup dengan melihat Qur'an dan Sunnah. Bagi seorang muslim dimanapun tempatnya, hukum Islam tetap berlaku baginya. Sehingga tidak ada alasan karena bukan budaya, atau tidak ada izin, atau ada hukuman jika menjalankan akhirnya kita tidak menjalankan hukum Islam.

Termasuk masalah menutup aurat. Imam 4 mazhab juga sependapat semua. Bahwa menutup aurat itu wajib.  Dorongan keimananlah yang membuat kita taat tanpa tapi. Taat tanpa nanti. Wallahu a'lam bishawab.*


latestnews

View Full Version