View Full Version
Jum'at, 14 Oct 2022

Liberalisme Tumbuh Suburkan Fanatisme Golongan

 

Oleh: Sunarti

"Bagai bunga, kembang tak jadi" artinya sebuah aktivitas yang menemui kegagalan atau sebuah usaha yang sia-sia.

Begitu kiranya peribahasa yang tepat untuk disematkan pada kondisi generasi muda saat ini. Bagaimana tidak?

Harapannya para pemuda menjadi generasi penerus bangsa yang berpikiran cemerlang, tangguh dan menjadi penjaga peradaban yang mulia (baca Islam).

Sayangnya, saat ini generasi penerus bangsa ini digiring menjadi generasi yang berkutat pada hal-hal yang sifatnya mubah dan hura-hura. Untuk fokus pada tujuan hidup yang hakiki, juga belum tergambar dari sikap dan perilakunya. Ini menggambarkan bahwa generasi penerus bangsa saat ini tidak baik-baik saja. Butuh perbaikan agar generasi penerus bangsa ini menjadi generasi yang tangguh.

Saat ini generasi penerus bangsa juga sedang terjerat arus fanatisme golongan. Yang mana, pemahaman dan sikap mereka terhadap golongan menjadikan mereka rela mengorbankan waktu, harta, bahkan nyawa sekalipun. Tak ayal lagi jika sikap ini bisa memicu adanya konflik antar golongan, akibat dari ketidakcocokan dan naluri mempertahankan diri yang lebih dominan.

Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah tragedi Kanjuruhan. Peristiwa yang sangat menimbulkan duka yang mendalam bagi siapa saja. Ratusan pendukung salah satu klub sepakbola di Malang dinyatakan meninggal dunia dan lainnya luka-luka (Republika.co.id).

Miris memang. Namun, ibarat nasi telah menjadi bubur. Yang sudah wafat tidak akan pernah kembali ke dunia ini. Keluarga yang ditinggal pun, tidak mampu lagi membendung kesedihan, bisa juga kekecewaan yang mendalam.

Entah di pihak mana yang memulai keributan serta entah siapa yang salah dan patut disalahkan, yang jelas ini merujuk pada sikap fanatisme golongan yang seolah telah mendarah daging. Meskipun pada faktanya, seolah nyawa tidak ada artinya.

Sisi lain yang juga tidak kalah miris adalah para aparat kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung bagi warga (masyarakat), justru menembakkan gas air mata yang cukup membuat derita dan berakibat kematian. Dan seharusnya gas air mata yang membahayakan ini tidak digunakan. Sayangnya, mereka mengatakan telah sesuai prosedur dalam tugasnya. Akhirnya, para suporter menjadi korbannya.

Sebab Fanatisme Golongan

Masuknya paham liberalisme ke negeri-negeri muslim telah membuat kerusakan di berbagai lini. Tak hanya dalam kasus persepakbolaan, akan tetapi dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari keluarga yaitu rusaknya peran keluarga dalam mencetak generasi, kewajiban suami-istri yang tidak lagi berjalan dan urusan keluarga yang baku tidak lagi menjadi patokan.

Kerusakan disusul dalam bidang pendidikan. Sekolah yang saat ini bergeser perannya dalam mendidik generasi dan hanya berkisar pada terciptanya tenaga yang siap kerja serta rendahnya norma-norma agama di sekolah. Ini membuat para remaja/generasi muda tidak lagi berfokus pada ranah sekolah (menuntut ilmu) tapi memilih berkumpul dengan teman-teman yang dirasa memiliki hobi maupun kesenangan yang sama. Muncullah kelompok-kelompok yang bermacam-macam sehingga tumbuh ikatan yang cenderung mengagungkan kelompoknya.

Kerusakan berikutnya adalah pada masyarakat, yaitu berupa hilangnya kepekaan dan kepedulian masyarakat terhadap problem generasi. Muncullah sikap individualis dan materialis.

Kerusakan yang terakhir yang juga sangat berperan terhadap kerusakan-kerusakan lain adalah kerusakan negara. Negara saat ini hanya sebagai regulator saja. Kini negara abai terhadap urusan rakyat. Perlindungan terhadap hal-hal yang merusak generasi telah tiada lagi diperhatikan oleh negara. Sehingga problem generasi semakin meletus dan mengerikan.

Dari semua kerusakan ini,  turut andil dalam munculnya gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok yang bisa jadi berawal mereka hendak memperbaikinya keadaan. Namun sayangnya, persepsi mereka terhadap perubahan itu hanya dimaknai sebatas ke-solid-an para individu di dalam kelompok tersebut, berdiri dengan pemikiran dan metode yang kurang tepat dan ikatan golongan yang muncul diantara para anggotanya, juga ikatan yang lemah. Sehingga akan muncul secara seremonial belaka.

Kelompok semacam ini, biasanya bergerak pada bekal dan semangat yang dimiliki sampai bekal itu habis. Suatu saat aktivitasnya berhenti hingga bisa lenyap. Munculnya gerakan ini akan berulang-ulang. Wajarlah jika bermunculan gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok yang memiliki sifat fanatisme.

Dari fenomena ke-solid-an para anggotanya, memunculkan pemikiran-pemikiran, pemahaman yang mengagungkan golongan atau kelompoknya.

Perbaikan Generasi Penerus Bangsa sebuah Keniscayaan

Dari abu Sa'id Al Khudri ra., dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Mirisnya kondisi saat ini, bukan tidak mungkin untuk diperbaiki. Ini bisa dimulai dari mewujudkan keluarga muslim yang tangguh. Yakni keluarga yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menjalankan peran dan fungsinya. Diantaranya, keluarga sebagai institusi pertama dalam pendidikan anak-anak. Sebab, adanya ikatan pernikahan tidaklah semata-mata sebagai sarana reproduksi wanita. Namun juga menjalankan fungsi pendidikan.

Berikutnya adalah peran dan fungsi keluarga dalam hal religius. Sisi penguatan akidah pertama dibentuk oleh institusi keluarga. Suami-istri sebagai bapak dan ibu adalah orang pertama yang menanamkan nilai-nilai norma agama bagi anak-anaknya.

Yang kedua adalah pendidikan berbasis agama (Islam). Ini bertujuan membentuk generasi yang memiliki kepribadian yang tangguh (kepribadian Islam). Dalam dunia pendidikan mempersiapkan generasi agar menjadi ulama yang ahli dalam setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu agama (Islam) maupun sains adalah hal penting.

Yang ketiga adalah peran negara. Dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, penerapan sebuah sistem sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Demikian pula sebaliknya. Munculnya generasi yang tangguh juga bergantung pada sebuah sistem yang diterapkan.

Dalam sistem liberalisme munculnya gerakan yang sifatnya fanatisme sangat mungkin terjadi. Karena masyarakat berpikiran bebas, maka mereka tidak memiliki pemahaman terhadap siapa dan apa yang layak mereka bela. Pemahaman yang cenderung pada sifat-sifat parsial semata.

Ini berbeda jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan yang sempurna. Gerakan fanatisme tidak akan tumbuh menjadi gerakan yang marak di tengah-tengah masyarakat. Dalam benak masyarakat yang ada adalah ikatan yang kuat berdasarkan pada akidah, bukan pada yang lain. Seluruh kehidupan hanya akan terfokus pada pengabdian dan penghambaan kepada Allah SWT saja. Tentunya tanpa meninggalkan kehidupan sehari-hari yang dijadikan wasilah terhadap ketaatan tersebut. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version