JAKARTA (voa-islam.com)- Peneliti menyebutkan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa memicu kematian dini. Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menyerang ratusan ribu warga di berbagai daerah. Maraknya penyakit itu disebut sebagai dampak karhutla.
Di Sumsel, misalnya, jumlah penderita ISPA mencapai 270.000-an orang selama periode Januari-Juni 2019. Kepala Dinas Kesehatan Sumsel, Lesty Nuraini, mengatakan, ISPA semakin rentan menyerang saat musim kemarau yang memicu karhutla di beberapa lokasi di Sumsel. Dinas Kesehatan Sumsel sudah mengirim imbauan menyiagakan fasilitas pelayanan kesehatan mengantisipasi terjadinya kabut asap menjelang puncak musim kemarau.
Lesty mengatakan, jumlah penderita ISPA paling banyak berada di Kota Palembang. Sejak awal tahun, ada 80ribuan orang yang terkena ISPA. Selanjutnya adalah Banyuasin, dengan jumlah penderita sebanyak 36ribuan orang, Muara Enim sejumlah 35ribuan orang, Musi Banyuasin sebanyak 21ribuan orang, Ogan Komering Ilir sebanyak 13ribuan orang.
Lesty juga menjelaskan, warga di daerah tersebut sangat rawan terdampak kabut asap. Arah angin dari sumber asap, yakni di OKI dan Ogan Ilir, membawa asap hingga ke Palembang. Menurutnya, kabut asap yang membawa partikel karhutla membuat potensi penderita ISPA bertambah. “Dinkes Sumsel mengklaim sudah melakukan langka antisipasi dan penanggulangan,” demikian info dari Gerindra, di akun Twitter resminya, kemarin.
Di antaranya dengan imbauan mengingkatkan kesadaran masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat, menggunakan masker apabila bepergian, serta banyak minum air putih. Penyakit ISPA juga menyerang warga di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Dinkes Kota Pekanbaru telah menginstruksikan seluruh puskesmas untuk siaga melayani warga yang terserang penyakit akibat kabut asap.
Pekan lalu, tercatat sebanyak 1.136 warga Pekanbaru terserang ISPA yang diduga akibat terpapar kabut asap.”
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pekanbaru mengatakan, seluruh puskesmas telah diinstruksikan untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat yang terkena dampak kabut asap.
Ia mengatakan, sebagian besar warga yang terkena ISPA merupakan penduduk usia produktif yg banyak beraktivitas di luar ruangan. Menteri Kesehatan mengatakan, kabut asap membuat seseorang rentan menderita ISPA. Oleh karena itu ia berharap pemerintah daerah segera menangani karhutla.
Untuk membantu pemerintah daerah, Kemenkes telah mengirimkan bantuan masker dan pelayanan kesehatan. “Peneliti Harvard University dan Columbia University, Amerika Serikat, dalam artikel ‘Jurnal Fires, Smoke Exposure and Public Health: An Integrative Framework to Maximize Health Benefits from Peatland Restoration’ melakukan kajian model lahan gambut.”
Mereka melakukan kajian dengan skenario business as usual (BAU) dari land use and land cover (LULC) atau tata guna lahan dan tutupan lahan. Dari kajian tersebut, para peneliti menemukan, sistem pengelolaan hutan dan gambut yang tidak mengalami perbaikan dapat menyebabkan puluhan ribu jiwa mengalami kematian dini.
Peneliti mengatakan, jika pengendalian karhutla tidak berjalan dengan maksimal dalam jangka panjang, diprediksi terjadi kematian 36 ribu jiwa per tahun akibat ISPA selama 2020 hingga 2030. Peneliti menambahkan, dari 36 ribu jiwa yang terancam keselamatannya tersebut, sebanyak 92 persen berasal dari Indonesia, sisanya 7 persen dari Malaysia, 1 persen dari Singapura. Penelitian tersebut mengambil kasus karhutla 2015.
Peneliti juga mengambil sampel kebakaran hutan dari 2005 hingga 2009. Sepanjang tahun tersebut, luas kebakaran hutan dan lahan mencapai 18 juta hektare di Sumatera dan Kalimantan. Dari jumlah itu, kebakaran yang di lahan gambut hanya 9 persen, tetapi menyumbang 51 persen dari total emisi sepanjang periode tersebut.
Peneliti juga mengatakan, restorasi lahan gambut bisa mengurangi populasi yang terpapar asap hingga 67 persen. Ancaman kematian dini bisa dihindari dengan strategi pengelolaan lahan yang komprehensif. Deputi Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut (BRG) Budi Wardhana, mengatakan karhutla pada 2015 terjadi hampir selama 5 bulan.
“Selama itu pula ada sebanyak 500 ribu orang menderita ISPA dan lebih dari 60 juta jiwa terkena polusi asap.” Akibatnya, biaya pengobatan langsung mencapai 1,9 triliun. Jika tidak ditangani dengan maksimal, karhutla akan menjadi ancaman serius, baik bagi lingkungan, kesehatan, bahkan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.
(Robi/voa-islam.com)