JAKARTA (voa-islam.com)--Terbongkarnya desa fiktif alias kampung tanpa penduduk namun ikut menerima dana desa, masih terus menjadi sorotan. Kemendes dan Kemendagri pun langsung bergerak untuk menyisir keberadaan desa yang sangat merugikan keuangan negara itu.
Menanggapi hal itu, Anggota DPR Fraksi Golkar, Robert J. Kardinal menututkan, keberadaan desa fiktif tidak terlepas dari program dana desa yang rawan disalahgunakan.
“Cuma saya lihat modunsya beda. Ini desa bukan desa fiktif sebenarnya. Karena desanya ada, SK (Surat Keputusan) juga ada. Cuma memang persoalannya ini datanya dimanipulasi. Sebab jumlah penduduknya (per desa) sangat sedikit. (Bahkan) ada yang hanya 5 sampai 10 Kepala Keluarga (KK),” kata Robert.
Robert pun meminta agar desa-desa yang ada di Papua-Papua Barat juga dievaluasi keberadaannya. Dalam pengalamannya saat kampanye Pemilu legislatif lalu, dia menemukan dalam satu desa hanya memiliki 5 KK atau sekitar 20 jiwa saja penduduknya.
“Ada 2-3 rumah. Paling banyak 5 rumah. Banyak kampung saya lihat begitu. Karena itu, aparat pemerintah harus benar-benar turun ke desa. Jangan cuma periksa di atas kertas. Karena di Papua ini contohnya, kampungnya ada, unsur legalitas lengkap, tapi dimanipulasi jumlah penduduknya,” papar politikus asal Papua itu.
Sementara dana desa yang jumlahnya besar, hampir mencapai Rp 1 miliar, kata Robert, cuma digunakan buat bangun rumah beberapa keluarga saja. Karena itu, sangat penting bagi Mendagri turun langsung melakukan evaluasi terhadap desa-desa yang ada sekarang ini di Papua.
“Bayangkan kalau satu KK di dalamnya 4 orang, berarti ada 20 orang dapat bantuan desa hampir mencapai Rp 1 miliar per tahun. Kalau segitu ya bagi-bagi saja. Satu orang bisa dapat Rp 80 juta. Akhirnya kan (dana desa) tidak efisien. Padahal, bisa buat kegiatan dan pembanguna infrastruktur segala macam,” katanya.
Bahkan, ironinya dana desa ditarik ke ranah politik sebab dikucurkan tapi hanya mengena ke beberapa orang saja. Hal ini yang biasa terjadi di Pilkada, Pemilu legislatif segala macam. Makanya sekarang banyak kepala daerah usulkan pembuatan kampung-kampung baru tapi masyarakat dan orangnya ya cuma 20 orang.
“Ini dimana-mana muncul kampung-kampung baru. Jadi jangan salahkan kepala kampung tapi salahkan kepala daerah,” katanya.*
Sumber: Jawapos.com