JAKARTA (voa-islam.com)--Wakil Ketua FPKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, minta Pemerintah jangan terburu-buru menerapkan kondisi kenormalan baru (new normal) tanpa pertimbangan ilmiah secara komprehensif.
Keputusan pemberlakuan new normal dianggap sangat beresiko jika dilakukan sembarangan. Hal itu justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih berat.
Sejauh ini Mulyanto menilai Pemerintah belum optimal menjelaskan kepada publik mengenai konsep new normal. Masyarakat seperti dibiarkan mencari pengertian dan pemahaman sendiri seputar new normal.
"Apa artinya new normal? Apa yg harus dilakukan masyarakat? Apa bedanya dengan PSBB hari ini? Kapan saatnya new normal diterapkan di daerah tertentu?" tanya Mulyanto, Selasa (26/5/2020).
Sebelum pemberlakuan kebijakan new normal tersebut, sebaiknya Pemerintah menjelaskan terlebih dahulu hal tersebut kepada masyarakat.
Gunakan berbagai saluran komunikasi yang dapat diakses masyarakat secara mudah. Agar masyarakat dapat memahami dan mengikuti kebijakan tersebut secara baik.
Pemerintah harus belajar dari kelemahan yang pernah dilakukan pada awal-awal pandemi Covid 19 melanda Indonesia, di mana kordinasi sosialisasi kebijakan tidak berjalan secara terpadu. Selain itu kebijakan yang diberlakukan juga berubah-ubah. Akibatnya berbagai keputusan yang diambil menjadi tidak efektif.
"Pemerintah jangan terlalu berat mempertimbangkan aspek ekonomi, dan longgar terhadap aspek kesehatan masyarakat.
Pemerintah wajib menerapkan evidence based policy, yakni kebijakan yg diambil atas analisis cermat terhadap data penyebaran Covid-19 di setiap daerah. Logikanya, new normal masuk setelah grafik Covid-19 melewati puncak lalu landai dengan jumlah kasus baru yang rendah.
Terkait new normal ini, Mulyanto mengingatkan Pemerintah akan pentingnya sosialisasi kebijakan, persiapan dan penetapan waktu yang tepat untuk masing-masing daerah. Jangan sampai kebijakan baru tersebut membuat masyarakat bingung dan menimbulkan masalah baru.*[Ril/Syaf/voa-islam.com]