Muktamar Nahdlatul Ulama ke-32 yang digelar di Makasar Propinsi Sulawesi Selatan 23 – 28 Maret 2010 merupakan muktamar yang istimewa dibanding muktamar sebelumnya. Ini terlihat antara lain pembukaan muktamar dihadiri sekitar 30 mufti/ulama dari sejumlah Negara. Kehadiran para mufti dan ulama dalam muktamar NU ini baru pertama kali dalam sejarah NU.
“Para mufti juga akan berdialog dengan tema Peran Ulama dalam Memajukan Dunia Islam, hari ini, Senin (22/3). Selain itu mereka juga akan menyaksikan pembukaan Muktamar pada hari Selasa (23/3), kata Ketua PBNU/Wakil Sekjen ICIS Masykuri Abdillah dalam siaran persnya.
Menurut Masykuri, para mufti juga akan berdialog dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono sekitar pukul 12.00 WITA atau satu jam sebelum pembukaan Muktamar, Selasa (23/3).
"Kegiatan tersebut dilatarbelakang antara lain, sebagai organisasi massa Islam terbesar di dunia, sewajarnya NU mengajak para mufti/ulama dari berbagai negara untuk meningkatkan komunikasi, silaturrahmi diantara mereka," terang Masykuri.
Lebih lanjut Masykuri menjelaskan, dialog ini sangat bermanfaat untuk menunjukan perkembangan Islam di Indonesia, yang pada dasawarsa lalu masih belum banyak dikenal secara utuh oleh ulama-ulama Islam di Indonesia. Sehingga kadang-kadang muncul persepsi yang kurang baik tentang orisionalitas Islam di Indonesia.
“Memang acara internasional ini sudah dilakukan oleh NU sejak tujuh tahun terakhir ini. Terutama International Conference of Islamic Scholars (ICIS) pertama tahun 2004, kedua tahun 2006 dan ketiga tahun 2008,” kata Masykuri.
Dikatakan, dalam dialog itu para mufti/ulama bersama-sama memahami dan mengatasi serta berbagi pengalaman (sharing) tentang persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam di dunia. Kondisi dunia Islam saat ini masih belum cukup maju, atau dalam banyak hal masih tertinggal dari negara-negara lain yang sudah maju, baik di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan politik (pemerintah). Warga negara di dunia Islam umumnya masih berpendikan rendah. Diantara mereka masih banyak yang dibelenggu oleh kemiskinan.
“Di sisi lain, pengembangan iptek pun secara umum masih jauh tertingagal dari negara-negara maju, yang notabene non-Muslim. Sementara pemerintahan dan penegakan hak-hak asasi manusia di negara-negara Muslim secara umum masih belum maksimal,” katanya.
Ditambahkan Masykuri, meski para ulama banyak berperan dalam meningkatkan peradaban Islam pada masa lalu (masa keemasan Islam), tetapi pada saat ini peran itu masih belum optimal. Karena itu, para ulam perlu mempunyai konsep baik secara strategis maupun operasional tentang peran mereka dalam meningkatkan peradaban Islam, terutama dengan pendekatn keagamaan. Optimalisasi peran ini sangat dimungkinkan, karena meskipun dunia ini semakin modern dan rasional, kebutuhan spiritualisme umat Islam masih tetap tinggi.
Diantara mufti/ulam yang sudah hadir antar lain dari Lebanon, Qatar, Oman, Syiria, Belanda, Malaysia, Arab Saudi, Sudan, Rusia, MEsir, Australia, Korea, Afghanistan, dan Marocco. (nuonline/mj)