Ternyata markus pajak Rp 28 miliar dimana Gayus Tambunan dan Andi Kosasih sebagai aktornya termasuk kecil bagaikan fenomena gunung es. Pasalnya, masih ada aktor utama yang terus berkeliaran dan sekarang belum tersentuh Satgas Mafia Hukum.
“Aktor utama itulah yang menghubungkan Mabes Polri, Kejagung dan PN Tangerang. Merekalah yang selama ini menjadi markus. Bahkan sebenarnya di Ditjen Pajak terdapat ratusan manusia semacam Gayus”.
Hal itu dikatakan mantan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen (Pol) Susno Duadji pada diskusi yang diselenggarakan Forum Komunikasi Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) di Gedung YTKI, Jalan Jenderal Subroto, Jakarta (1/4). Diskusi juga menghadirkan Dr Rudy Satryo Mukantardjo (Ahli Hukum Pidana UI) dan KH M Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam), dengan host HM Luthfie Hakim.
Menyinggung mengenai penangkapan Gayus di Singapura, Susno menilai berbeda sekali ketika pertemuan dirinya dengan Anggoro di Singapura tahun lalu. Sebab Anggoro sudah kabur ke Singapura dan hanya mau bertemu dengan Kabareskrim. Akhirnya dirinya ditugasi Kapolri BHD untuk menemui Anggoro di Singapura. Sementara kaburnya Gayus ke Singapura memang ada yang minta kabur agar tidak bisa membuka kasus markus pajak. Selain itu penyerahan diri Gayus memang sudah diatur dan direncanakan sebelumnya.
Susno juga menyesalkan masih berlakunya kode etik di Polri yang melarang anggotanya melaporkan kejahatan yang terjadi di tubuh Polri. Jika itu dilakukan berarti telah melanggar kode etik Polri. Seperti dirinya yang dikenakan status terdakwa karena melaporkan adanya markus pajak di tubuh Polri, sehingga dianggap melanggar kode etik.
Sementara itu Rudy Satryo menyayangkan adanya peraturan kode etik Polri yang melarang anggotanya melaporkan kejahatan di tubuh korps baju cokelat tersebut. Hal itu berarti haram hukumnya membuka borok di tubuh Polri. Maka tidaklah mengherankan jika Susno yang melaporkan justru dikenakan status terdakwa dan pencemaran nama baik, sementara dua jenderal yang dituding Susno telah melakukan markus pajak justru belum diperiksa apalagi ditetapkan statusnya. Seharusnya yang diperiksa terlebih dahulu kedua jenderal, seorang Kombes , seorang AKBP dan seorang Kompol, baru kemudian Susno diperiksa. Sekarang baru Kompol yang telah diperiksa Propam Mabes Polri.
Sedangkan KH M Al Khaththath menegaskan, sebenarnya dalam kasus ini menunjukkan Susno telah mewakili rasa keadilan masyarakat yang selama ini telah didholimi Polri. Sudah waktunya rasa keadilan dikembalikan ke masyarakat. Sehingga umat Islam tidak lagi menjadi tukang doa, tetapi berubah menjadi tukang dobrak terhadap kondisi yang dholim seperti ini.
“Polisi seperti Susno harus diperbanyak jumlahnya, sementara masyarakat harus terus menekan agar Kapolri turun dan Susno naik menggantikannya menjadi Kapolri,” tegas M Al Khaththath. (Lim)