Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Susno Duadji ditangkap provost Mabes Polri ketika akan berobat ke Singapura. Penangkapan itu terjadi tanpa surat. Mengapa Mabes Polri panik. Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata justru tak tampak. Peribahasa inilah yang tengah berlaku di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia belakangan ini. Kasus-kasus mafia pajak yang spektakuler nyaris tak tersentuh, sementara pelakunya tetap melenggang bebas, sedangkan orang yang melapor, sekaligus membongkar kejahatan itu justru dipersoalkan dan bahkan ditangkap.
Hal itulah yang terjadi Senin (12/4) malam, ketika mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen Pol Susno Duadji digelandang ke ruang pemeriksaan Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri. Perwira tinggi polisi berbintang tiga itu ditangkap provost di Bandara Soekarno-Hatta, Senin sore, setelah bertemu Satgas Pemberantasan Mafia Peradilan. “Ia ditangkap saat hendak berangkat ke Singapura untuk check up mata,” kata Husni Maderi, pengacara Susno.
Penangkapan Susno terjadi di ruang tunggu terminal II D, pintu D 1, terminal keberangkatan luar negeri Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, Senin (12/4) sore, pukul 17.15 WIB. “Saya akan berobat ke Singapura dalam waktu sehari, tapi tidak diperbolehkan,” kata Susno kepada Suara Islam lewat jaringan Blackberry Messenger saat negosiasi terjadi. Penangkapan itu dipimpin langsung oleh Irjen Mathius Salempang, tiga Kombesa dan beberapa perwira dan tamtama provost sekitar 20 orang.
Proses penangkapan Susno cukup panjang dan alot. Hal itu terlihat dari liputan reporter Metro-TV Mahendro yang sedang berada di lokasi. Peristiwa bermula ketika Susno Duadji sudah berada di ruang tunggu keberangkatan pesawat, kemudian turun ke toilet di lantai bawah. Tiba-tiba, tiga orang Komisaris Besar Polisi dari Divisi Provost Mabes Polri langsung menjemput Susno ke lantai bawah. Mereka kemudian berupaya membawa Susno ke Mabes Polri.
Awalnya Susno tidak mau mengikuti perintah petugas provost. Apalagi para petugas provost itu juga tidak membawa surat penangkapan dan sebangsanya. Namun, ketika Susno akan naik ke ruang tunggu dan bersikukuh akan berangkat ke Singapura, ketiga Kombes itu menghalang-halangi Susno naik dan terus memaksa Susno mengikuti mereka. Wartawan Metro TV yang merekam peristiwa itu pun sempat diusir dan dihalang-halangi petugas polri maupun keamanan bandara.
Dari Bandara, Susno lalu dibawa ke Polres Bandara sebentar, baru kemudian dibawa ke Mabes Polri. Susno baru tiba di Mabes Polri sekitar pukul 18.25 WIB, dengan mengenakan jaket coklat. Perwira tinggi lulusan Akabri 1977 itu langsung dibawa ke Gedung Trans Nasional Crime Centre Mabes Polri, untuk diperiksa. Susno hanya sempat melambaikan tangannya kepada wartawan yang telah menunggu di sekitar gedung.
Penangkapan Disesalkan
Penangkapan Susno ini tentu saja disesali pengacaranya. Apalagi penangkapan itu tak dilengkapi surat penangkapan atau pun surat penahanan lainnya. Herawati, istri Susno pun tak kuasa mendengar kabar penangkapan suaminya. Apalagi penangkapan dilakukan di kamar mandi Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. “Ditangkap di kamar mandi, ini kan suami saya jadi seperti buronan,” ujarnya. Cara penangkapan suaminya yang berbintang tiga itu dinilainya tidak pantas sama sekali.
Herawati lalu bercerita bahwa setelah lengser dari kursi Kabareskrim, rumahnya selalu diintai orang. Bahkan Susno dan keluarganya merasa diintimidasi dan dicari-cari kesalahannya. Padahal, hingga sampai saat ini Herawati mengaku belum tahu alasan pelengseran Susno. Pengacara Susno, Henry Yosodiningrat, juga mengungkapkan kekhawatiran Susno bakal dihabisi seperti Nasrudin Zulkarnaen, sebab sejak Senin dinihari ia sudah dikuntit lima mobil dan tiga motor.
Namun, gara-gara penangkapan Susno di toilet bandara Soekarno Hatta, pengacara Susno, Henry Yosodiningrat mengaku mendapat SMS dan telepon berjibun, terutama dari kalangan militer senior. “Saya mendapat SMS dari mana-mana, bahkan dari Jenderal aktif maupun senior. Mereka menyayangkan dan prihatin atas penangkapan ini,” kata Henry. Menurut dia, para jenderal itu menyayangkan penangkapan Susno dan merasa malu dengan cara penangkapan itu.
Henry pun mengaku tak habis pikir mengapa pemeriksaan tidak dilakukan usai Susno pulang berobat dari Singapura. Sebab, kalau dikatakan mau melarikan diri, untuk apa, karena Susno belum ditetapkan sebagai tersangka. Lagipula upaya penggeledahan seperti ini harus ada izin pengadilan. “Dia itu bukan teroris dan penjahat narkoba tapi berhasil ungkap kejahatan mafia hukum. Mengapa perlakuannya seperti ini,” ujarnya.
Para pengacara Susno pun semakin tak mengerti karena mereka dilarang mendampingi klien mereka.
Alasannya karena kasus ini kasus disiplin internal Mabes Polri. “Jadi belum boleh ditemui," kata pengacara Susno, Husni Maderi. Tapi perlakuan ngawur polisi semakin tampak ketika Susno yang menolak minuman yang diberikan petugas, tidak boleh meminta minum dari luar meminta dibawakan minuman dari luar.
Namun, menurut Kepala Pusat Pengamanan Internal Mabes Polri, Komisaris Besar Budi Waseso, penangkapan itu sudah sesuai prosedur. Susno ditangkap karena tidak meminta izin kepada pihak Propam Markas Besar Kepolisian RI. “Dia ditangkap karena mau ke luar negeri,” kata Budi Waseso di Mabes Polri, Senin malam (12/4). Sebab, kata dia, setiap polisi yang akan bepergian ke luar negeri harus mendapat izin. "Jangankan bintang tiga, kopral pun juga harus izin,” ujarnya pula.
Anehnya, Kabid Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Zulkarnain, malah mengatakan bahwa Mabes Polri tidak menangkap Susno. “Tidak ada penangkapan, yang ada Pak Susno dibawa kepada pemeriksaan,” ujarnya. Pemeriksaan itu digelar, kata Zulkarnain, karena Susno dinilai melanggar Pasal 6 huruf b dan c PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pelanggaran Disiplin Polri. Susno dinilai telah meninggalkan tugas tanpa izin pimpinan. Baru sekitar pukul 22.45, Susno akhirnya dibebaskan penyidik.
Polisi Kebakaran Jenggot?
Menurut Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, penangkapan Susno oleh Divisi Propam Mabes Polri, tidak jelas. Penangkapan itu justru memberi kesan bahwa pimpinan Polri merasa panik atas pembongkaran kasus mafia pajak yang ditiupkan Susno. “Upaya membuka markus ini sangat mengecewakan. Tidak bisa dihindari kesan bahwa penangkapan ini dilakukan karena pimpinan teras kepolisian merasa panik dengan apa yang dilakukan Pak Susno," kata Benny.
Menurut Benny, penangkapan juga memberi kesan bahwa pimpinan Polri ingin membungkam mulut Susno. Sebab, sejak mengungkap keterlibatan Gayus Tambunan, berbagai kasus yang melibatkan perwira Mabes Polri menjadi konsumsi publik, dan mereka pun menjadi tertuduh. “Semua ini dilakukam agar dia tidak bisa memberi keterangan lagi untuk membongkar modus operandasi markus yang berada pada tubuh polri," imbuh Benny.
Beberapa jam sebelumnya, Susno bahkan masih dimintai keterangan soal mafia pajak dan peradilan yang marak, terutama dalam kasus Bahasyim maupun makelar kasus yang tiga hari lalu disebut-sebut Susno sebagai Mr-X. Karena itu, sebagian pengamat dan masyarakat menduga bahwa penangkapan Susno ini dimaksudkan agar Susno tak sempat lagi menyebarkan kesaksian dan tulisan tentang pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan sekretaris wahana itu.
Penangkapan Susno, kata Henri, juga menjadi bukti tentang adanya penguntitan. Sebab, Henry belum tahu tentang Senin kemarin yang diajak ke luar negeri seperti yang disangkakan. Menuru Henry, Susno ke Bandara Soekarno-Hatta belum tentu menunjukkan bahwa dia mau ke luar negeri atau melarikan diri. “Betapa naifnya Susno jika melarikan diri pada saat dukungan masyarakat sedemikian besar,” ujarnya. (Abu Nadia)