View Full Version
Rabu, 21 Apr 2010

MENUJU BULAN BINTANG SEBAGAI TELADAN

Menyongsong Muktamar PBB ke- V di Medan
MENUJU BULAN BINTANG SEBAGAI TELADAN


Oleh: MS Kaban (Ketua Umum Partai Bulan Bintang)

Tugas utama Partai Bulan Bintang (PBB) sejak pertama kali dideklarasikan  Juli 1998, kiranya sudah tercapai yakni: meyakinkan seluruh rakyat Indonesia bahwa Partai Bulan Bintang, merupakan partai Islam penerus cita-cita Masyumi. Jatidiri Masyumi secara fisik pun telah diadopsi dan diekspresikan dalam seluruh kiprah PBB. Perjuangan yang lebih essensial dan  substansial, memang  belumlah terwujud.

Jejak Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia) yang belum bisa disentuh oleh PBB sepanjang lebih sepuluh tahun terakhir ini adalah mengikuti (dan menjadi seperti) Masyumi sebagai partai terbesar di Indonesia bersama PNI. Yang lebih sulit lagi dan belum mampu dicapai oleh PBB adalah menempatkan tokoh-tokohnya menjadi teladan di tengah masyarakat dan bangsa Indonesia, sebagaimana Masyumi yang telah melahirkan puluhan tokoh-tokoh  bangsa yang amat dikagumi.

Gedung tempat pertemuan kita hari ini:  Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Kramat raya 45 Jakarta Pusat, yang dahulu dikenal sebagai kantor pusat Masyumi, niscaya menjadi saksi sejarah di sini lahir tokoh-tokoh Masyumi yang kemudian menjadi teladan sebagai tokoh bangsa, dan negarawan yang amat disegani kawan juga lawan. Untuk sekadar menyebut deretan tokoh itu, mulai : M.Natsir, Mr.Roem, Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr.Boerhanuddin Harahap, Mr.Kasman Singodimedjo, Dr.Soekiman, Dr.Abu Hanifah, Mr.Sardjan, Mr. Yusuf Wibisono, Prawoto Mangkusasmito, Isa, Anshari, Hamka, Ghaffar Ismail, Yunan Nasution, Hasan Basri, hingga Anwar Haryono, Oesman Raliby, Rusyad Nurdin dan puluhan tokoh lainnya. Bagai lengkap bak susunan sebuah orkestra para pemimpin Masyumi menguasai berbagai bidang di tengah masyarakat.

Prestasi kenegarawanan tokoh-tokoh Masyumi kini dicatat oleh tinta sejarah, misalnya sebagai Perdana Menteri termuda Mr. Boerhanuddin Harahap berhasil menyelenggarakan Pemilu I (1955) yang sangat bersih : Jurdil, bahkan dibandingkan dengan pemilu-pemilu sampai hari ini. Mr.Mohamad Roem dengan prestasi Perjanjian Roem-Roijen, atau M.Natsir dengan mossi Integralnya yang mengembalikan Indonesia menjadi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sampai hari ini. Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur BI yang pertama setelah diubah dari Javas Bank, dan menerbitkan ORI (Oang Republik Indonesia) sekaligus sebagai menteri Keuangan yang pertama. Sementara Mr.Kasman Singodimedjo meletakkan dasar-dasar yang pertamakali sebagai Menteri Pertahanan dan Jaksa Agung pertama di era awal kemerdekaan RI.

Prestasi tokoh-tokoh Masyumi sebagai negarawan dan tokoh nasional memang tak bisa diingkari.Pemerintahan RI di era Presiden Habibie akhirnya mengakui kepahlawanan tokoh-tokoh Masyumi dan memberi anugerah Bintang Mahaputera kepada 13 tokoh Masyumi. Walau demikian teladan yang sesungguhnya dari puluhan tokoh Masyumi bukanlah peranannya sebagai negarawan dan tokoh partai politik dan tokoh bangsa belaka. Teladan yang sesungguhnya dari tokoh-tokoh Masyumi sejatinya justru terletak pada gaya hidup kesehariannya yang cenderung hidup sangat efisien, jauh dari hidup boros dan berfoya-foya. Hampir semua tokoh Masyumi memiliki ciri yang seragam yakni hidup yang mengarah asketis, jujur, , konsisten, berani namun sangat humanis. Di sinilah penghormatan kepada tokoh-tokoh Masyumi tumpah datang dari pihak mana saja. Lawan pun hormat terhadap gaya hidup yang (dalam bahasa agama) disebut : Zuhud ini. Bandingkan dengan nilai dan gaya hidup yang kini dikejar-kejar orang dewasa ini, yakni gaya hidup borjuis bahkan hedonisme yang kini merajalela, yakni mengejar kehidupan dan kenikmatan dunia secara habis-habisan.

Nilai teladan orang-orang Masyumi adalah gaya hidup bersahaja. Justru karena mempraktekkan gaya hidup sederhana ini orang justru amat menghormatinya. Lebih dari itu orang-orang Masyumi membuktikan janji yang diucapkannya. Satunya kata dengan perbuatannya. Apa yang dikatakannya itulah yang akan dilakukannya dengan konsisten.Integritas orang Masyumi juga sangat dikagumi. Sikap inilah yang dilakukan oleh M.Natsir, pada September 1950 tatkala ditunjuk oleh Presiden Soekarno agar Natsir menyusun dan memimpin sebuah kabinet, setelah dianggap berjasa dengan mossi integralnya itu. Natsir agak risau, sebab PNI sebagai partai besar tidak bersedia duduk dalam kabinet, karena merasa merekalah yang lebih pantas memimpin pemerintahan. Tapi Soekarno yang juga pendiri PNI bersikeras meminta Natsir tetap membentuk kabinet. “Walau tanpa PNI,?” tanya Natsir kepada Soekarno . “Ya, tanpa PNI, jawab Soekarno tegas. Eloknya, walau Natsir memegang mandat penuh pembentukan kabinet itu, namun ia tidak membentuk kabinet untuk semata-mata kepentingan Masyumi. Dari 18 portofolio kabinet , termasuk jabatan perdana menteri yang dipegang Natsir, hanya empat orang dari Masyumi (22,22%). Selebihnya dari PSI, PIR, Perindra,Katolik, Parkindo, PSII dan tokoh-tokoh nonpartai seperti Sri Sultan Hamengkubuwobo IX sebagai wakil perdana menteri, Ir. Djuanda, Mr. Asaat, Dr.A.Halim, dan dr.Bahder Djohan. Kabinet ini dijuluki sebagai Kabinet Zaken, sedangkan PNI menjadi partai oposisi.

                                                           ***
Eksistensi PBB di usianya yang  hampir mencapai 12 tahun saat ini, sungguh bukan apa-apa dibandingkan “ayah-kandungnya” Masyumi seperti kita bicarakan tadi. Tugas PBB ke depan sungguh amat sangat berat. Menyongsong Pemilu 2014 mendatang, masih banyak waktui tersisa untuk menggalang kekuatan. Kunci menuju sukses tak pelak mengasah nilai-nilai keteladanan sebagaimana ditampilkan oleh tokoh-tokoh Masyumi itu di masa silam.

Tentang spirit dan nilai-nilai teladan seperti itu, sudah menjadi niscaya belaka akan menjadi perilaku setiap kader Partai Bulan Bintang sejalan dengan upayanya sebagai Muslim yang paripurna niscaya akan terus mengasah akhlak mulia di dadanya. Ketika setiap kader PBB kembali kepada nilai-nilai luhur agamanya, niscaya pula akan melahirkan keteladanan di sekitarnya.

Guru paling bijak tak pelak adalah pengalaman. Mengikuti event politik limatahunan, Pemilu : 1999, 2004, dan 2009, sejatinya  dan seharusnya PBB sudah cukup mengenyam asam-garam dan liku-liku Pemilu di era reformasi ini. Kita sudah sangat fasih untuk menyadari adanya kecurangan dari Pemilu ke Pemilu. Kita pun juga menyadari bahwa “jamaah” kita belum bisa ditingkatkan dengan jumlah yang signifikan lebih sekadar aman di atas batas ketentuan Parliement Treshold. Walau demikian, dalam posisi PBB yang selalu berada di dalam kelompok Sepuluh Besar, kiranya menjadi modal tersendiri untuk bekerja lebih keras di masa yang akan datang. Track atau rel yang dipilih PBB selama ini sudah tepat, misalnya secara konsisten terus memperjuangkan penerapan Syariat Islam yang memang menjadi hak hukum rakyat Indonesia yang mayoritas Islam ini. Dengan konsisten cita-cita besar ini akan terus kita gulirkan seraya menepis upaya pihak-pihak yang alergi terhadap cita-cita luhur itu, karena yang bersangkutan justru bermaksud mengahalangi hak-hak yang sah itu atau karena mereka (kendati seorang Muslim) mengidap Islamophobia.

Tanpa bermaksud mengklaim diri sukses atau menepuk dada, pengalaman PBB lebih satu dekade terakhir ini telah mengasah kader-kader PBB, seperti Bang Yusril Ihza Mahendra yang sempat duduk beberapa kali di kursi Menkumham, dan menyumbangkan pemikiranan dan keahliannya di bidang Hukum Tatanegara. Dalam persoalan yang pelik di daerah Papua, misalnya, karena sering terjadi Perang Suku. Penyelesaiian dengan sedikit mengadopsi model syariat Islam, ternyata justru akseptable dan diterima oleh rakyat Papua. Sungguh pengalaman dan sumbangan kader PBB yang luar biasa. Begitu halnya pengalaman saya sendiri sebagai Menteri Kehutanan. Memang belum bisa kita mensejajarkan prestasi seperti dicapai tokoh-tokoh pendahulu di Masyumi seperti kita bahas tadi.

Walau demikian bolehlah kita sedikit berbangga kini kita mulai banyak punya kader seperti adinda Ali Mochtar Ngabalin, yang mengingatkan kita kepada tokoh Masyumi dahulu, yakni Kyai Isa Anshari yang orasinya konon cukup menggentarkan  Ir.Soekarno. Ayahanda Mang Endang Saifuddin Anshari  (alm) ini, dikenal sebagai orator Singa Podium sekaligus ahli debat di panggung. Ali Mochtar kini bagai menjadi duplikat Isa Anshari saat berdebat di panggung. Hujjah-hujjahnya amat menggigit dan serasa kita semua diwakilinya.
                                                              
Modal penting lain yang sejak awal sudah melekat, selain mewarisi kebesaran Masyumi dengan seluruh tradisi yang melingkupinya, PBB juga didirikan sebagaimana Masyumi pertamakali lahir dengan didukung puluhan ormas Islam.Sejumlah tokoh-tokoh Islam, dan para kyai tak ketinggalan sejak awal menyambut kelahiran PBB ini.Sayang suasana “guyup” (Jawa: rukun) satu kesatuan hati, ini bagai tanggal satu demi satu. Jajaran ormas Islam, tidak lagi menunjukkan “bersatu hati” lagi dengan PBB. Kita berharap seperti Persis ({ersatuan Islam) selalu menunjukkan empatinya kepada PBB, sehingga selama ini menjadi pil spirit bagi perjuangan PBB yang selalu menempuh perjuangan berat. Di saat suasana hati yang sedang sentimental ini, kita selalu ingat orang tua seperti Pak Natsir, di saat umat galau dan bimbang untuk menentukan pilihan politiknya, tiba-tiba Pak Natsir dengan sigap memberi “instruksi” agar umat melangkahkan kakinya ke arah kiri-kanan dan seterusnya. Komando seperti ini kiranya diperlukan saat ini dari para pemimpin umat khususnya pimpinan Ormas Islam. Dengan bekal kesatuan dan persatuan umat ini, kita yakini PBB akan tampil lebih berarti pada 2014 mendatang.

Pengalaman pahit yang sama-sama diketahui kekuatan partai Islam setiap menghadapi Pemilu Legislatif di era reformasi dalam tiga kali Pemilu yakni: Ketercerai-beraian hanya menghasilkan kekalahan telak. Pada Pemilu 1999, ketika seluruh kekuatan partai Islam menyatu dalam Poros Tengah, kemenangan pun dengan mudah diraih. Begitu halnya kekuatan Masyumi di awal revolusi kemerdekaan, Persatuan Islam yang seiya dan sekata mengusung Masyumi menghasilkan kebesaran Masyumi. Sayang guru pengalaman yang bijak ini tidak kita ikuti langkahnya. Jika kita mau sebetulnya semua orang dengan mudah bisa melakukannya. Wallahua’lam bissawab.


Billahitaufiqwalhidayah,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bogor, 16 April 2010


latestnews

View Full Version