Menteri Agama RI Suryadharma Ali mengajak masyarakat untuk mewaspadai gerakan radikalisme atas nama kebebasan dan demokrasi yang dilakukan oleh sebagian kelompok. Menurut Menag, gerakan itu telah mendorong masyarakat untuk berpikir bebas berlebihan dan melanggar norma umum.
"Saat ini, ada radikalisme mengatasnamakan kebebasan dan demokrasi yang menggap dirinya paling benar dan orang lain salah. Mereka cenderung melanggar batas. Ini perlu diwaspadai," katanya saat memberikan sambutan pembukaan rapat kerja Kanwil Jawa Barat di Kantor Kemenag, Jakarta, Jumat (23/4).
Menurut Suryadharma, selama ini tudingan radikalisme hanya ditujukan pada kelompok Muslim ekstrim. Padahal, gerakan radikalisme juga tumbuh di berbagai agama lain. Bahkan, gerakan ini juga tumbuh di kelompok yang mengklaim diri pro kebebasan dan demokrasi.
"Organisasi radikalisme kebebasan yang cenderung mendorong kebebasan mutlak ini jauh lebih sistematis tumbuhnya dibandingkan kelompok yang memperhatikan prinsip harmoni dan stabilitas. Mereka cenderung melanggar batas," katanya.
Suryadharma menyebutkan, salah satu contoh gerakan radikalisme kebebasan adalah upaya sekelompok orang yang melakukan gugatan uji materi UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama. Pemohon uji materi menilai UU PPA diskriminatif karena hanya mengakui enam agama saja di Indonesia. Mereka juga beranggapan negara tidak boleh melarang adanya kelompok ajaran baru di Indonesia meski dinilai melecehkan agama lain.
"Jadi, bagi mereka, kalau muncul nabi baru tidak apa. Merubah kitab suci juga tidak apa. Alhamdulillah, tuntutan mereka ditolak Mahkamah Konstitusi," katanya.
Bila tidak diwaspadai, Suryadharma mengaku khawatir gerakan radikalisme kebebasan itu bakal merusak karakter dan jati diri bangsa. Terlebih, masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggai nilai moral dan agama. Untuk mencegahnya, seluruh masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan atas gerakan tersebut. (depag/shodiq)