View Full Version
Selasa, 11 May 2010

Ciluk Ba Ala Pak Boed dan Mbak Ani

Setelah bermain petak umpet dengan wartawan, Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya diperiksa KPK dalam kasus bail-out Bank Century. Akankah mereka segera menjadi tersangka?

Di zaman moderen ini, ci-luk-ba, delikan, jetungan dan petak umpet, ternyata bukan lagi permainan favorit bocah cilik. Orang dewasa, bahkan bertitel pejabat tinggi negara dan menteri kini mendadak senang memainkan game klasik itu. Bedanya, kalau dulu dolanan kuno itu dimainkan anak-anak desa di saat remang bulan purnama, kini mereka memainkannya di siang hari bolong. Tentu saja, permainan mereka yang tak lucu itu menjadi gunjingan serta bahan tertawan para khalayak ramai.

Hal itulah yang terjadi ketika Kamis, 29/4 lalu, Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus bail-out Bank Century. Dengan berbagai dalih yang disampaikan para pembantunya, Boediono menghindari petugas penyidik dari KPK yang datang ke kantor Wakil Presiden. Bekas Gubernur Bank Indonesia itu malah memilih ngumpet dan mencari perlindungan di ketiak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan “bersembunyi” di Istana Negara.

Sri Mulyani memilih langkah yang hampir sama. Karena ogah datang ke kantor KPK, dengan alasan sibuk rapat kabinet dan membahas RAPBN-P, ia hanya mau diperiksa di kantornya. Ia bahkan merasa perlu datang pagi-pagi sebelum diperiksa, dan menyelinap setelah petugas KPK selesai meminta keterangan darinya. Tapi upaya Menteri Keuangan terbaik versi International Monetary Fund (IMF), induk semangnya, gagal. Wartawan tetap memergokinya ketika ia datang dan pergi dari gedung Kementrian Keuangan.

 
Bermain Petak Umpet

Sejak Rabu (28/4), KPK telah mengumumkan rencana pemeriksaan Boediono di Kantor Wapres. Namun, wartawan justru sulit mendapat kepastian jadwal pemeriksaan itu di kantor wakil presiden. Beberapa stasiun televisi swasta yang berencana menggelar siaran langsung dari kantor wakil presiden kelimpungan. Semua mereka diizinkan untuk memasang perangkat SNG (Satellite News Gathering) di kompleks kantor Wakil Presiden di jalan Merdeka Selatan asal melampirkan surat izin.
 
Tapi belakangan surat izin untuk memasang SNG di Kantor Wakil Presiden ditolak. “Menurut kepala protokoler Wapres, pemeriksaan itu tidak dijadwalkan. Nanti kalau sudah dijadwalkan akan kami beritahu,” kata Dewi, seorang staf humas Kantor Wakil Presiden. Meski berkali-kali dijelaskan bahwa juru bicara KPK Johan Budi telah mengumumkan rencana pemeriksaan Boediono di kantor Wapres hari Kamis, para pembantu Boediono bersikeras bahwa rencana pemeriksaan Boediono tidak ada.

Rupanya, menurut sebuah sumber Suara Islam di lingkungan Istana Wakil Presiden, Boediono sendiri yang ogah diliput wartawan secara khusus di kantornya. Apalagi dengan menggelar siaran langsung. “Bapaknya yang nggak mau,” kata sumber tadi. Namun keengganan Boediono diduga atas desakan orang-orang dekatnya, kelompok neoliberal seperti Goenawan Mohammad dan kawan-kawan. Karena itu Yopie Hidayat, juru bicara Wapres Boediono, baru memastikan pertemuan Boediono dengan KPK pada Kamis pagi, (29/4).

Menurut informasi awal, Boediono akan dimintai keterangan tim penyidik KPK di Istana Wapres pada hari Kamis (29/4) pukul 09.00. Namun, sejak pagi bekas Gubernur Bank Indonesia itu justru tidak terlihat di Istana Wapres. Rupanya, Boediono mendadak bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Wisma Negara. Menurut Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, pertemuan itu hanya pertemuan biasa. “Namanya Presiden dan Wapres, mereka membicarakan banyak hal termasuk perkembangan terakhir. Tidak ada yang istimewa,” kata Julian.

Meski Julian mengatakan bahwa pertemuan itu tak ada yang istimewa, pengamanan di Wisma Negara tampak diperketat. Wartawan tidak diperbolehkan mendekati Wisma Negara. Sementara, saat ditanya apakah Boediono akan dimintai keterangan KPK di Wisma Negara, Julian mengaku belum tahu. "Saya kira tidak. Saya kira Wapres akan dimintai informasi seperti yang diminta KPK,” ujar Doktor ilmu politik yang lembut itu. Padahal, Yopie telah mengatakan tentang kemungkinan pemeriksaan di Boediono di Wisma Negara.

Saat dihubungi wartawan, Juru Bicara KPK Johan Budi kemudian menjelaskan tentang perubahan jadwal pemeriksaan Boediono. “Penyelidik KPK akan meminta keterangan Pak Boediono pada pukul 14.00 di Istana Wakil Presiden,” ujarnya. Karena itu, sekitar pukul 13.30, empat penyelidik KPK sudah tiba di Istana Wakil Presiden. Mereka langsung menuju ke ruang tunggu Biro Protokol dan Persidangan.

Namun, hingga pukul 14.00, Boediono tak juga tampak batang hidungnya di Kantor Wakil Presiden. Maka, setelah menunggu sekitar 40 menit, empat penyelidik KPK itu akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Istana Wakil Presiden. Namun, keempat penyelidik KPK itu memilih bungkam saat ditanya wartawan tentang kelanjutan pemeriksaan Boediono. Kepastian tentang tempat dan waktu pemeriksaan hingga saat itu belum diketahui. Para wartawan pun mulai resah dan mempergunjingkan petak-umpet ala Boediono ini.
 
Namun, Yopie menegaskan bahwa belum ada pembatalan tentang agenda pertemuan Boediono dengan KPK. Yopie juga membantah gunjingan tentang sulitnya meminta keterangan Boediono. Menurut bekas Pemimpin Redaksi Tabloid Ekonomi Kontan itu, Boediono menghormati institusi KPK dan akan memberikan keterangan sejelas-jelasnya. “Pak Boediono ingin memudahkan kedua belah pihak. Karena itu dicari yang paling enak, bukan yang tidak enak,” ujar Yopie.

Ternyata, keempat penyidik KPK itu lalu meluncur ke Wisma Negara. Di situlah mereka kemudian memeriksa Boediono. Yopie-lah yang memastikan adanya pemeriksaan itu. Sebab, wartawan sama sekali dilarang mendekat ke Wisma Negara. “Pak Boediono dimintai keterangan di ruangannya di lantai 4, Wisma Negara,” ujarnya. Menurut dia, pemberian keterangan itu dimulai pukul 14.00 WIB. Padahal, ketika itu keempat petugas KPK itu masih di Istana Wakil Presiden.

Soal alasan lokasi pemeriksaan di Wisma Negara, menurut Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, semata-mata karena kebetulan saja. “Sebab pada saat itu Wapres sedang bertemu dengan para menteri,” kata Julian. Pertemuan itu digelar dalam rangka menghadapi peringatan May Day, hari buruh sedunia yang jatuh pada Sabtu, 1 Mei kemarin. Sebab, sejumlah kelompok buruh dan LSM menggelar unjuk rasa.

Di Wisma Negara, tim penyelidik KPK memeriksa Boediono sekitar lima jam, sejak pukul 15.00 WIB hingga pukul 20.10 WIB. Tapi tampaknya waktu pemeriksaan yang efektif hanya sekitar empat jam, karena diselingi istirahat dan makan malam. Sementara itu, meski tak mengetahui materi yang ditanyakan penyidik, menurut Yopie, Boediono memberikan keterangan tanpa didampingi penasehat hukum. “Masih belum diperlukan. Ini kan baru dimintai keterangan," ujarnya.

Pemeriksaan Sri Mulyani pun penuh suasana petak umpet. Penyidik KPK tiba di kantor Kementerian Keuangan pada Kamis pagi (29/4) pukul 10.30 WIB. Mereka masuk melalui lantai bawah tanah atau basement. Mereka datang diam-diam sehingga mengecoh wartawan. Saat pulang, mereka pun pergi secara misterius. Sama seperti saat tiba, mereka juga pulang lewat 'pintu belakang' di basement.

Dalam pantauan wartawan, di kantin basement Kementerian Keuangan, di bawah Gedung Djuanda I, ada dua orang laki-laki dan seorang perempuan yang mondar-mandir tanpa name tag (ID) Kementrian Keuangan. Tiga orang ini sempat berhenti ketika melihat kerumunan wartawan yang menunggui para penyidik. Satu orang laki-laki yang diduga penyidik, mondar-mandir sambil merokok. Mereka keluar dari kantin seusai turun dari Kantor Sri Mulyani.

Mereka diduga penyidik KPK karena salah satu dari mereka tampak berjalan ke lorong lift, seperti seolah-olah akan naik lift. Meski lama berada di situ, ternyata ia tidak jadi naik. Ia lalu kembali ke kantin setelah dua temannya lewat dari toilet belakang dan mereka langsung pergi. Kepergian mereka didampingi beberapa pejabat Humas Kementerian Keuangan. Namun, pejabat humas itu enggan memberikan komentar. Petugas keamanan pun sempat menghadang wartawan yang mencoba mengejar dan mewawancarai mereka.

Wartawan juga tak sempat mengejar mereka karena pada saat yang bersamaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keluar dari lift untuk pergi menuju ke mobilnya. Rupanya saat itu penyidik KPK sudah selesai meminta keterangan Sri Mulyani terkait kasus Bank Century. Usai diperiksa, Mulyani langsung meluncur ke Istana Negara. Pemeriksaan Sri Mulyani digelar sejak pukul 10 pagi hingga 13.15 WIB.

Saat ditanya soal pemeriksaan, sambil tersenyum Sri Mulyani menjawab, "Saya memberi keterangan soal latar belakang krisis dan keluarnya perppu (Jaring Pengaman Sistem Keuangan/ JPSK).” Namun ia mengaku lupa berapa pertanyaan yang diajukan penyelidik KPK kepada dirinya. "Saya tidak menghitung pertanyaan," kata dia singkat. Soal kemungkinan pemeriksaan lanjutan ia berkilah. “Nanti kita lihat,” ujarnya sambil masuk ke dalam mobilnya berplat B 1189 RFS.

Berbagai Tanggapan

Tiga hari sebelum pemeriksaan, KPK sebenarnya telah mengirim surat pemberitahuan kepada Boediono dan Sri Mulyani. Sejak awal, KPK memang telah berencana akan meminta keterangan Boediono –begitu frasa eufemis yang dipilih KPK-- di Istana Wakil Presiden. Sebagian politisi dan pengamat hukum dapat memaklumi pemeriksaan di kantor Wapres ini. “Itu sudah benar. Bagaimanapun juga Pak Boed itu pan simbol negara,” kata Ketua MPR Taufiq Kiemas.

Soal rencana pemeriksaan Sri Mulyani di Kementrian Keuangan yang jadi masalah. “Kalau Sri Mulyani minta diperiksa di kantornya, itu tidak ada argumentasinya,” kata Wakil Ketua MPR Hajrianto Y Tohari. Namun, politisi Partai Hanura RJ Suhandojo mengritik dua-duanya. Ia menilai, pemeriksaan di kantor pejabat negara adalah tindakan diskriminatif KPK yang bisa menjadi preseden buruk bagi proses hukum yang melibatkan pejabat Negara. “Jangan cederai rasa keadilan masyarakat dengan dalih ada payung hukum,” kata bekas Kapuspenkum Kejaksaan Agung itu.

Karena itu, Ekonom ECONIT Rizal Ramli menilai pemeriksaan Boediono dan Sri Mulyani oleh KPK, tidak memberikan contoh baik bagi masyarakat. Terutama contoh sifat rendah hati. "Rakyat kita perlu contoh. Contoh mengenai kepemimpinan pejabat negara yang punya rasa malu, penyesalan, dan rendah hati. KPK jangan berikan lagi pengecualian,” ujarnnya usai diskusi di DPD RI, Jakarta, Jumat 30 April 2010.

Selayaknya, kata Rizal, para pejabat Indonesia mencontoh para pejabat di negara lain, seperti Jepang dan Korea Selatan. Di sana, rasa malu para pejabat sangat tinggi. Misalnya, di Korea Selatan pernah ada seorang menterinya yang asyik bermain golf di saat krisis ekonomi. Karena masyarakat Korea Selatan menilai kegiatan itu ganjil, si menteri lalu mundur. “Di Jepang, bahkan jika ketahuan ada menteri yang terlibat skandal akan mengundurkan diri dan tak jarang juga yang bunuh diri,” ujarnya.

Rizal Ramli juga menyayangkan sikap Presiden SBY yang selalu mengambil sikap terus menerus membela kedua pejabat ini. “Padahal, persoalan ini justru akan menyeret legacy beliau di masyarakat,” ujarnya. Kalau merasa benar, kata Rizal, seharusnya kedua pejabat itu tak perlu merasa takut apalagi main kucing-kucingan. “Tidak perlu sembunyi-sembunyi, ke istana negara-lah. Berikanlah contoh. Saya khawatir Indonesia ini sudah miskin dengan contoh pejabat yang rendah hati,” ujarnya.

Namun, Yopie Hidayat, juru bicara Wapres Boediono, membantah pemindahan lokasi dari Istana Wapres ke Wisma Negara ini sebagai aksi sembunyi-sembunyi. Bahkan ketika ditanya seorang reporter televisi tentang alasan Boediono main "kucing-kucingan", Yopie menjawab dengan nada sedikit meninggi. “Yang ngomong kucing-kucingan kan Anda. Saya sudah jelaskan dari kemarin bahwa acara itu dijadwalkan hari Kamis. Tidak ada kucing-kucingan,” ujarnya di Istana Wapres, Jumat (30/4).

Yopie pun membantah anggapan bahwa Boediono mencari perlindungan di ketiak Presiden SBY. “Wakil Presiden masa tidak boleh ke Wisma Negara,” ujarnya. Menurut dia, pertemuan Boediono dengan SBY sebelum bertemu KPK hanya kebetulan. Sementara menurut Undang-Undang, Istana Negara adalah lembaga kepresidenan. “Istana presiden kan lembaga kepresidenan. Boediono kan wakil presiden, bukan wakil menteri, wakil lurah, wakil camat," ujarnya sengit.

Bagi KPK, pemeriksaan ketua dan anggota KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) ini patut diacungi jempol. Sebab, sudah dua bulan lebih kasus bail-out Bank Century ini belum ditangani. Padahal, mayoritas fraksi di DPR menyatakan bahwa kebijakan pengucuran dana 6,7 trilyun untuk bank rampok milik taipan Robert Tantular itu salah, dan diduga mengandung unsur kejahatan perbankan. Paling tidak, langkah awal ini cukup melegakan partai-partai pendukung hak angket Bank Century.

Namun bagi pemerintah, pemeriksaan mereka tentu saja cukup menampar muka. Sebab, upaya pendekatan telah dilakukan. Belakangan berkembang rumor bahwa pemerintah telah melobby pimpinan KPK dan mencari “jalan damai” untuk menyelesaikan kasus ini. Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah konon sempat pula bertemu dengan pengacara Menteri Keuangan, Arif Surowidjojo.

Namun, soal apakah Boediono dan Sri Mulyani bakal segera menjadi tersangka, masyarakat masih harus sabar menunggu dan mengawasi seluruh permainan petak umpet ini. Mari kita awasi bersama!! (Abu Zahra)


latestnews

View Full Version