Hanya sepuluh menit setelah tim MER-C bersilaturahim dengan anggota parlemen di Gaza, Tim MER-C mendapat kabar bahwa PM Gaza, Ismail Haniya, bersedia menemui delegasi Indonesia siang itu (19/7/2010) jam 14.00 di kantornya. Dan itu berarti, satu jam dari saat telepon diterima.
Kebiasaan Tim MER-C adalah pergi berjalan kaki bergerombol, kemana pun selama masih bisa dijangkau. Saat itu, Tim juga tengah menunggu kabar dari salah satu anggota Hilal Ahmar, Muhammad Syafei, yang katanya telah mendapat izin masuk Gaza. Kabar itu diterima Tim sejak 3 jam yang
lalu dari Muhammad Syafei yang mengabarkan paspornya sudah dicap oleh imigrasi Mesir, tapi belum mengabarkan balik apakah sudah berada di sisi Gaza atau belum. Rencananya, Tim baru mengirim satu orang untuk menjemput setelah Syafei berada di sisi Gaza.
Saat datang undangan langka dari PM Ismail Haniya, konsentrasi Tim menjadi terpecah antara siapa yang akan menjemput. Pilihan termudah adalah mengirim yang tahu jalan dan tahu profil Syafei, tapi dr.
Joserizal selaku Ketua Tim saat itu melarang semua anggota tIm pergi, sehingga Tim meminta bantuan anak pemilik apartemen untuk berangkat ke Rafah menjemput Syafei seraya menjelaskan (mungkin) dia mengenakan identitas MER-C. Saat itu HP Syafei sudah susah dikontak lagi.
Kegiatan selanjutnya adalah mencari tahu dimana kantor PM Ismail Haniya berada, karena tidak ada satupun dari Tim MER-C yang tahu lokasi kantor. Setelah mencoba menghubungi beberapa orang yang dikenal, ternyata jawaban mereka saling kontradiktif, ada yang bilang dekat, ada yang bilang jauh. Hal ini sudah dapat diprediksi, sebagai pimpinan tertinggi di Gaza dan orang yang paling dicari, pastilah tidak mudah menemuinya. Karena berpatokan dekat, maka Tim MER-C (lagi-lagi) berjalan kaki berombongan menuju kesana.
Jam sudah menunjukkan 13.39 siang saat Tim mulai berangkat dari apartemen. Mulai dari RS Syifa Tim sudah mulai kehilangan arah lagi mau kemana. Tidak semua orang yang ditanya tahu dimana kantor PM berada. Mungkin kalau pun mereka tahu, mereka akan menutupi karena yang bertanya mereka anggap orang asing, mereka tidak mau memberitahu. Hingga akhirnya Tim bertanya ke seorang petugas polisi lalu lintas di satu persimpangan jalan. Dia menunjukkan arah dari situ. Kemudian pertanyaan aneh itu keluar,"Apa kamu tahu Qur'an dan Sunnah?". Tim merasa aneh dengan pertanyaan tersebut yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pertanyaan sebelumnya.
Sambil mencoba berjalan ke arah yang ditunjukkan polisi tadi, diantara anggota tim sempat ada yang mengusulkan untuk mencari taksi. Sebuah usul yang bagus disaat matahari Gaza tengah terik siang itu. Tapi yang menjadi masalah adalah bukan lah soal harga, melainkan tidak semua sopir tahu juga dimana kantor PM. Ditambah lagi dengan jumlah rombongan Tim MER-C yang berjumlah sepuluh orang, yang setidaknya membutuhkan 3 taksi untuk bisa mengangkut semua Tim. Tidak mudah menemukan 3 taksi
kosong berturut-turut di Jalan Gaza. Akhirnya semua sepakat dengan pilihan terbaik yang ada yaitu tetap bersama melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Akhirnya Tim menemukan kantor itu setelah terlambat 30 menit. "Mana mobil kalian?" tanya penjaga. Mungkin kebiasaan disitu adalah mobil datang, disambut staf kantor selayaknya protokol yang berlaku.
Setelah pemeriksaan keamanan, semua rombongan Tim MER-C dipersilahkan masuk ke dalam sebuah ruang pertemuan yang masih kosong namun sudah disediakan jamuan kecil. Air mineral, jus, dan potongan kue tart. Betapa rakyat Gaza adalah bangsa yang sangat menghormati dan melayani tamu. Padahal mungkin di antara mereka ada yang belum pernah menikmati lezatnya kue tart dalam 3 bulan terakhir.
Tak lama menunggu, tokoh paling dicari itu masuk dan menyalami Tim MER-C satu per satu. Senyumnya mengembang, jabatannya hangat, dan tatapannya penuh persaudaraan. Di belakang beliau mengikuti Dr. Bassim Naim, Menteri Kesehatan yang dulu menandatangi MOU Pembangunan RS Indonesia.
Dalam sambutannya, Ismail Haniya menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas seluruh usahanya membantu rakyat Palestina. "Saat ini," kata Haniya, "Gaza berada di menit-menit terakhir pembukaan blokade. Dan ini memerlukan kesiapan, tidak hanya dari warga Gaza sendiri, tapi juga dari masyarakat internasional." Beliau juga mengatakan bahwa selain RS, rakyat Gaza masih memerlukan bantuan infratruktur di bidang lain seperti jalan raya, kelistrikan, dan pertanian. Mereka sangat mengharap bantuan dari Indonesia yang merupakan negara Muslim terbesar di dunia.
Dr. Joserizal Jurnalis sebagai ketua tim menyampaikan semua program MER-C INDONESIA mengenai Gaza. "Kami akan berlayar dari Jakarta menuju Gaza menggunakan kapal tradisional kami." katanya sambil menunjukkan foto perahu yang dimaksud. Tujuan dari pelayaran ini adalah untuk membuka blokade ilegal Israel terhadap Gaza.
Di akhir pertemuan, beliau mengalungi setiap orang syal Palestina dengan tanda tangannya tertulis diatasnya. Sebagai balasannya, delegasi Indonesia menghadiahkan kepada Ismail Haniya baju batik. Dan dari Jamaah Hizbullah, Nur Ikhwan memberikan sebuah liwa bertuliskan Allahu Akbar di atas dasar hitam. Ismail Haniya nampak gembira dengan semua pemberian itu. (mer-c)