View Full Version
Kamis, 22 Jul 2010

Munarman : Saya Mengagendakan Pembubaran JIL

Sebagai organisasi yang selama ini lantang menyuarakan liberalisasi agama (Islam), Jaringan Islam Liberal (JIL), dalam beberapa tahun terakhir terlihat mati suri.

Hidup segan mati tak mau, karena sumber pendanaan adalah musuh bebuyutannya, mereka dari The Asia Foundation, USAID, Gorge Soros melalui Yayasan Tifa, mendadak dihentikan. Akibatnya proyek- proyek subversive politik dan agama yang mereka lancarkan menjadi kehilangan darah

Tapi baru saja salah satu pentolannya, Ulil Absar Abdalah, dipercaya partai penguasa (Partai Demokrat) menjadi pengurus di jajaran DPP, JIL kembali bersuara. Sudah mendapat suplai dana? Yang pasti, kali ini target utamanya FPI. Tak tanggung-tanggung, Ulil bersuara lantang melalui media yang menjadi corongnya, menyuarakan pembubaran PPI. Padahal, kasus yang menjadi pintu masuk, kasus Banyuwangi, sama sekali tidak melibatkan FPI.
 
Karenanya, FPI melalui juru bicaranya Munarman barbalik menuntut pembubaran JIL. Kenapa FPI menuntut pembubaran JIL? Apa celah hukum yang memungkinkan pembubaran organisasi pengasong Sepilis ini? Untuk manjawab pertanyaan itu, wartawan Sabili Dwi Hardianto dan Lufti Avianto mawawancarai Ketua DPP FPI Bidang Nahi Munkar, Munarman SH. Berikut petikannya :
 
Pembubaran FPI adalah isu lama. Kenapa muncul lagi ?
Karena memang agenda meraka sejak awal FPI harus dibubarkan karena FPI dianggap menghalangi agenda liberalisasi di Indonesia dari kelompok Sepilis. Karena dianggap sabagai panghalang di berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, apalagi di bidang agama, maka FPI menjadi target pambubaran oleh kelompok-kelompok Sepilis ini. Sebenarnya, agenda liberalisasi mereka secara fundamental bukan liberalisasi politik dan akonomi, tapi liberalisasi agama. Dengan liberaliaasi agama ini mereka bisa membuat tafsir baru pada Al-Qur’an yang sesuai dengan selera dan kehendak mereka. Tafsir ini membongkar tafsir resmi yang selama ini sudah menjadi jumhur (kesepakatan) ulama.
 
Di mana kaitannya dengan tuntutan pembubaran FPI ?
Sebagai ormas Islam yang memiliki tradisi kuat untuk menjaga keotentikan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentu saja menolak cara-cara yang ditempuh kalangan Sepilis. Karenanya, FPI pun mendapat penentangan karas dari kelompok-kelompok Sepilis di negeri ini. Mereka mengetahui bahwa FPI adalah salah satu ormas Islam yang menurut perhitungan mereka manjadi organisasi yang paling krusial untuk mereka hadapi. Paling krusial bukan saja pada tahap pertarungan idaologi, tapi juga sebagai organisasi yang paling siap pada level atau front partarungan fisik. Ini yang sebenamya mereka takuti pada FPI.
 
Karenanya, tarkait kasus Banyuwangi, sebenarnya hanya menjadi pintu masuk untuk membubarkan FPI?
Batul. Tadinya, mereka sebenarnya akan manggunakan kasus Singkawang sebagai pintu masuk untuk membubarkan FPI. Kasusnya, berawal dari sindrom kalangan minoritas yang berasal dari etnik Tionghoa dan non Muslim. Kebetulan, Walikota Singkawang juga berasal dari etnis Tionghoa. Maka Walikota mencari dukungan dari kalangan non Muslim lainnya, khususnya etnis Tionghoa dan suku Dayak. Caranya, sang walikota mambuat konstruksi sajarah yang diambil dari pemahaman kaum orientalis dalam sebuah seminar tahun 2008.
 
Pada seminar itu, Sang Walikota mengatakan, masyarakat Melayu sepanjang sejarah di Kalimantan Barat telah memperbudak suku Dayak. Kamudian datanglah etnis Tionghoa yang menurut sang Walikota telah membebaskan orang Dayak dari perbudakan. Karenanya, dalam makalah itu, sang Walikota yang bernama Hasan Karman ini menulis, orang Tionghoa lebih suka melakukan hubungan sosial dan perdagangan dengan suku Dayak dibanding suku Melayu. Mendengar penjelasanya ini, masyarakat Melayu di Kota Singkawang pun memprotesnya dengan melakukan demo besar-besaran. Nah, dalam demo ini, terlibat juga laskar FPI, sebagai salah satu komponen, Akhirnya, sang walikota harus meminta maaf kepada Sultan Sambas yang dijabat oleh keturunan sultan yang masih berumur 15 tahun, sehingga sang walikota merasa malu besar.
 
Kasus kedua, sang Walikota membangun patung singa sebagai simbol lperayaan Cap Gomeh sebagai salah satu bentuk ritual Konghucu. Nah, pembangunan patung ini juga ditentang oleh masyarakat Muslim Singkawang. Nah, dalam proses   menentang kebijakan walikota ini, selain ormas Islam lain, terdapat juga unsur FPI sebagai salah satu elemen. Tapi walikota melihat, FPI-lah yang berperan besar  dalam menghalangi agenda dan kepentingannya. Karenanya, sang walikota menuntut pembubaran FPI, awal Juni lalu.
 
Pada saat itu, walikota memprovokasi masyarakat Dayak dan minoritas Tionghoa untuk menuntut pembubaran FPI di Kota Singkawang. Dalam aksi itu,  suku Dayak diorganisir sedemikian rupa, sehingga mereka berdatangan dari pedaIaman untuk melakukan demo besar-besaran menuntut pembubaran FPI. Tapi, demo ini tidak diangkat oleh media massa lokal maupun nasional. Media massa tidak berani mengangkat isu ini karena sangat sarat bermuatan sentimen SARA, sehingga media khawatir jika diangkat akan menimbulkan kasus seperti di Sampit, Kalimantan Tengah.
Sebenarnya, pengusaha dan tokoh non Muslim Singkawang berupaya menemui FPI pusat. Mereka datang ke Jakarta dipandu seorang aktivis dari ormas Islam besar di Indonesia, agar FPI melunak. Mereka berpikir, yang mengkoordinir masyarakat Melayu dan Muslim Singkawang adalah FPI, padahal kami hanya menjadi salah satu elemen dalam demo itu. Mereka mengajukan klausul agar dibangun juga patung yang menggambarkan simbol masyarakat Melayu, Dayak, dan Batak. Tapi, kami tetap menolak usul itu, karena patung makhluk hidup bagi kami adalah haram.
 
Karena gagal mengangkat isu Singkawang menjadi pintu masuk membubarkan FPI, ketika muncul kasus Banyuwangi, FPI kembali dianggap sebagai biang keladinya. Mereka beranggapan kejadian di Banyuwangi tidak akan menimbulkan konflik horizontal dan konflik SARA, karena hanya merupakan permainan isu media saja. Mereka berharap isu ini bisa digembungkan dan naik ke media massa nasional. Sehingga, ada faktanya atau tidak menjadi tidak penting lagi. Yang panting, FPI diributkan media masa. Tapi desain ini tidak sampai ke tingkat grass roat hanya di tataran elit saja.
 
Ini merupakan kepentingan siapa?
Ada dua kepentingan yang bertemu di sini. Mafia berita dan mafia jabatan. Mafia berita itu adalah yang membela kepentingan kaum Sepilis dan biasanya dibiayai Amerika. Kalau mafia jabatan adalah orang-orang yang menginventasikan calon tertentu agar bisa menang dalam Pilkada. Dengan kata lain, men-` jadikan politik sebagai upaya mendapatkan proyek.
 
Anda melihat ada pengalihan isu pada kasus Banyuwangi?
Iya, dilihat dari segi mafia berita yang, bertemu dengan kepentingan liberalisasi  ekonomi untuk mengalihkan isu Tarif Dasar Listrik (TDL), BBM, kasus Century dan lainnya, sehingga isu-isu ekonomi yang sebenarnya menyengsarakan rakyat ini menjadi hilang dalam wacana media. Dan, mafia berita juga. berkesempatan berkolaborasi dengan rezim penguasa yang kebetulan diisi kalangan neoliberal. lni adalah kesempatan mereka untuk mengalihkan isu itu.
 
Jadi ada distorsi?
ini dipaksakan betui. Meski kasus di Banyuwangi sama sekali tidak melibatkan FPI, tapi dicitrakan seakan-akan FPI yang memiliki kerjaan. Di awal pemberitaan, Dia (Ribka Tjiptaning, red) sudah gencar sekali melakukan sosialisasi bahwa FPI pelakunya.
 
Kabarnya Anda punya VCD yang menunjukkan bahwa pertemuan di Banyuwangi adalah Temu Kangen Kader PKI?
Betul. Bukti ini bukan sekedar untuk  meng-counter opini. Tapi akan kita gunakan untuk melaporkan kegiatan mereka yang sebenarnya. Isinya, dia (Ribka, red) melakukan ceramah, karena ini adalah acara temu kangen anggota eks PKI, bahwa orang-orang takut sama kita. Kita harus buktikan. Rasa dendam Ribka terlihat ketika ia bertekad bahwa ideologi tidak akan bisa dimusnahkan. Isi VCD itu menegaskan bahwa ini rnemang temu kangen eks PKI. Pembawa acara juga berkali-kali menyebutkannya. Sehingga, nggak ada hubungannya dengan sosialisasi kesehatan yang diklaim mereka. Anehnya, saat ada aksi pembubaran acara oleh massa, sudah ada wartawan dari semua stasiun televisi untuk merekamnya. Ini menunjukkan sudah ada yang mensetting. Rieke Diyah Pitaloka sendiri juga merasa heran.
 
FPI merasa diadu domba dengan PDI-P?
Nggak. Saya yakin betul orang-orang PDIP mengetahui siapa yang memiliki agenda ini. Misainya, serta-merta Ulil Abshar Abdalla, tokoh JIL yang sekarang menjadi petinggi Partai Demokrat menyatakan, ”Mari kita lupakan kasus Century, kita bersatu bubarkan FPI .” Saya tahu persis, ini adalah upaya dari kelompok JIL. Memang, di PDIP ada yang berpaham liberal yang juga dimanfaatkan tapi saya yakin DPP PDIP tidak akan terprovokasi oleh aksi ini.
 
Apa langkah anda berikutnya?
Kita sedang menyusun rencana pembubaran JIL. Pasalnya, JIL itu bukan organisasi resmi cuma sekumpulan orang yang dimanfaatkan Ulil. Jika Ulil mengagendakan pembubaran FPI, maka saya mengagendakan pembubaran JIL. Saya, yakin,isu pembubaran JIL akan mendapat dukungan besar dari umat lslam. Tapi isu membubarkan FPI tidak akan laku.
 
Apa celah yang bisa digunakan untuk membubarkan JIL ?
Salah satu syaratnya adalah menerima dana asing. Seluruh pendanaan JIL selama ini berasal dari asing, khususnya  Amerika, melalui The Asia Foundation, USAID, Gorge Soros melalui Yayasan Tifa. Ulil sekolah ke Amerika  juga atas dana asing. Dana asing itu digunakan untuk subversive politik dan agama, artinya mereka telah meresahkan masyarakat. Jika JIL berbentuk ormas, kita minta ke Kementrian Dalam Negeri. Kalau berbentuk yayasan, kita minta ke pengadilan. Jika tidak berbentuk badan hukum, kita  akan membubarkan dengan cara yang tidak berbentuk juga. Sampai hari ini, saya belum menemukan apa sebenamya bentuk badan hukum dari JIL itu. 
 
Jika JIL tidak berbentuk badan hukum ?
Mestinya pemerintah menghentikan aktivitas yang meresahkan masyarakat itu. Pasalnya, mereka telah melakukan subversif politik dan agama. Jika temyata tidak berbentuk badan hukum, kita akan melaporkan secara personal dari tiap pengurusnya.
 
Adakah evaluasi berkala yang dilakukan internal FPI ?
Jangankan bulanan, setiap aksi, FPI selalu melakukan evaluasi, ]ika. berbentuk program, evaluasi dilakukan di dalam rapat. Setelah terlaksana dilakukan evaluasi. Sebelum melakukan kegiatan,FPI sudah mengingatkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anggota. Kita juga berkoordinasi dengan aparat hukum termasuk kepolisian.
 
Tarkait Ramadhan, Apakah FPI akan melakukan pawai antimaksiat?
Tetap. Itu nggak akan berhenti. Itu akan dilaksanakan di Jakarta dan berkoordinasi dengan aparat kepolisian. Jika kita menernukan indikasi kemaksiatan kita akan kirimkan surat ke walikota setempat untuk menertibkan tempat maksiat itu. Sebenarnya bukan hanya bulan Ramadhan, tapi ini hanya momentum saja
Apakah akan bekerjasama dengan ormas lain ?
Sebagai agenda tahunan FPI jika ormas lain mau gabung ya silakan.Secara terbuka kita undang mereka untuk bergabung memerangi kemaksiatan.
 
Tanggapan terhadap rencana ravisi UU No. 8/1985 tentang Ormas?
Nggak masalah, yang pasti dalam revisi itu tidak boleh ada agenda untuk mempermudah membubarkan ormas Islam. Ini yang nggak boleh dan yang patut diperhatikan oleh para legislator di DPR.
 
Anda menduga revisi itu untuk membubarkan ormas Islam?
Betul. ltu agenda utama kalangan Sepilis dan Islamfobia.
 
Jika revisi itu arahnya menuju pada Asas Tunggal Pancasila ?
Upaya ke arah itu pasti ada, agar gampang dalam memberangus Ormas Islam yang berasas Islam. Saya kira kekuatan yang tidak suka pada Islam akan tetap berusaha. Kita anggap sebagai pertarungan politik, karenanya kita menolak jika mrevisi dilakukan untuk melemahkan Islam.
 
Acara Ribka lainnya juga dibubarkan massa. Apa ada temuan FPI soal keterkaitannya dengan PKI?
Yang membubarkan sebenarnya aparat, seperti kasus di Sukabumi. Artinya, dia itu bermasalah. Cuma tidak di-blow up. Kenapa Ulil tidak mengangkat isu ini? Karena Ulil bagian dari pemerintahan. Dia kan pengurus DPP Partai Demokrat yang saat ini berkuasa.
(Majalah Sabili No. 26 TH. XVII 10 Syaban 1431 H)

latestnews

View Full Version