Marhaban Ya Ramadhan! Selamat datang wahai bulan ramadhan, bulan penuh berkah, rahmat, dan maghfirah. Bulan yang di dalamnya Allah SWT wajibkan (fardlukan) shaum dan Dia sunnahkan qiyamul lail (sholat tarawih) kepada kaum muslimin.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kaum muslimin selalu antusias dalam menyambut dan mengisi bulan Ramadhan. Itu terlihat dari berbagai acara tabligh akbar, taklim, bazaar, hingga cucurah menyambut (tarhib) Ramadhan. Dan antusiasme itu juga terlihat dari bangunnya ereka di malam hari untuk makan sahur dan datang sholat subuh berjamaah di masjid-masjid dan musholla maupun sholat Isya dan sholat tarawih yang biasanya membludak pada lima hari pertama Ramadhan. Selain itu juga adanya pengajian-pengajian di kantor-kantor pada waktu zuhur dan menjelang buka shaum bersama. Pada 10 malam terakhir masjid-masjid, terlebih masjid-masjid favorit dipenuhi jamaah untuk I’tikaf di ‘asyrul awaakhir untuk meraih pahala keutamaan lailatul qadar.
Dan bulan gemblengan terhadap kaum muslimin itu ditutup dengan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pasti menjadi hiruk pikuk kegembiraan di seluruh negeri, terlebih tradisi umat Islam di negeri ini adalah melaksanaan mudik lebaran yang dilakukan oleh jutaan orang.
Namun sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, bulan Ramadhan pergi, antusiasme ibadah umat Islam, baik shiyam (berpuasa, menahan diri dari apa yang dilarang) maupun qiyam (berdiri di malam kelam untuk beribadah kepada Allah), pun sirna.
Sayangnya, target ibadah Ramadhan untuk membentuk manusia taqwa pun acap tak tercapai. Buktinya korupsi terus meraja lela. Ribuan kasus korupsi di Mahkamah Agung dan KPK belum selesai ditangani. Namun setiap hari muncul kasus korupsi baru. Bak virus, korupsi sulit diberantas. Boleh dikatakan seluruh lembaga pemerintahan, baik eksekutif, legislative, maupun yudikatif terjangkiti korupsi. Sampai-sampai ada istilah korupsi berjamaah di suatu DPRD. Ada makelar kasus (markus) di mabes polri yang melibatkan sejumlah jenderal. Ada markus di kejagung dan ada mafia peradilan. Walau sudah ada kepolisian, kejaksaan, kehakiman, KPK, dan Satgas Mafia Hukum, namun virus korupsi terus menjalar. PERC ("Political & Economic Risk Consultancy" ) yang berbasis di Hong Kong melaporkan Indonesia paling korup dengan indeks korupsi di Indonesia tahun ini meningkat hingga mencapai angka 9.07 dari angka maksimal 10.
Korupsi di Indonesia yang sudah laksana penyakit kanker stadium 4 ini menunjukkan bahwa target mencapai taqwa dari ibadah shiyam Ramadhan (QS. Al Baqarah 183) belum tercapai. Sebab, kalau para pejabat di berbagai bidang pemerintahan itu betul-betul bertaqwa, pasti mereka tidak akan berani korupsi. Allah SWT mengancam para koruptor dalam firman-Nya: “…Barangsiapa yang berkhianat ( korupsi dalam urusan rampasan perang itu), Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya (dikorupsinya) itu,”. (QS. Ali Imran 161). Rasulullah saw. selalu mewanti-wanti para pejabat yang dilantiknya agar tidak korup dalam memegang amanat harta negara dengan membacakan ayat tersebut. Beliau menegaskan bahwa seberapapun harta negara yang diamanatkan kepada pejabat, pasti akan dikalungkan ke lehernya di padang mahsyar nanti kalau dia korupsi, sekalipun hanya sekedar sebatang jarum. Na’udzubillahi mindzalik!
Maka perlu kita renungkan apa yang harus kita cermati dan seriusi dari ibadah Ramadhan kita agar target taqwa bisa tercapai. Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang shaum Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari).
Dalam kitab Syarah Fathul Baari , yang dimaksud dengan iman pada hadits tersebut adalah I’tiqad tentang wajibnya shaum. Sedangkan ihtisab adalah mencari pahala dari Allah SWT. Al Khatthabi mengatakan ihtisab artinya azimah (ketetapan hati atau kemauan yang kuat). Seorang yang melaksanakan shaum dengan ihtisab berarti melaksanakannya dengan suka terhadap pahalanya, dengan senang hati, tanpa merasa berat, dan tanpa merasa melewati hari-hari yang panjang. Dia enjoy dengan ibadah shaumnya. Dalam suatu hadits qudsi dikatakan bahwa Allah berfirman: “Shiyam itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya”.
Jadi hakikat shiyam adalah menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri serta segala perkara yang membatalkannya (al mufthiraat) demi melaksanakan perintah Allah SWT untuk mendapatkan pahala dan ridlo-Nya. Sehingga orang yang sadar bahwa dia sedang shiyam akan senantiasa sadar bahwa dia sedang menghadap ke hadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa, Yang Menciptakan langit dan bumi, Yang Menghidupkan dan Mematikannya serta akan memintai pertanggung jawaban atas seluruh amal perbuatannya di akhirat kelak.
Itulah ruh ibadah shiyam yang akan menyalakan kesadaran seorang hamba Allah dalam menghadapi hidup. Tanpa itu, lapar dan hausnya akan sia-sia. Wallahua’lam!