Sekarang semakin terbukti, penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan tuduhan membiayai pelatihan teroris di Aceh, adalah hasil rekayasa polisi. Padahal sesungguhnya polisilah sebagai dalang pelatihan teroris di Aceh melalui tiga anggotanya yang sengaja disusupkan, yakni Sofyan Tsauri (desersir dan pelatih), Abdi Tunggal dan Tatang (penyedia senjata).
Demikian antara lain kesimpulan umum dari Diskusi Forum Kajian Sosial dan Kemasyarakatan (FKSK) di Gedung Intiland, Jakarta (26/8). Adapun pembuicaranya antara lain Kombes (Pol) Zulkarnaen (Kabid Mitra Divhumas Mabes Polri), Mardigu WP (Pengamat Terorisme), Munarman (An Nashr Intitute), Fahri Hamzah (Wakul Ketua Komisi III DPR) dan Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI) dengan host M Luthfie Hakim. Namun kesimpulan itu tentu saja ditolak Kombes (Pol) Zulkarnaen.
Menurut Zulkarnaen, Sofyan Tsauri merupakan desersir yang telah dipecat dari Polri. Dari tangannya disita 6000 butir peluru dan sejumlah senjata api yang digunakan untuk pelatihan di Aceh. Jadi Sofyan Tsauri benar-benar telah dikeluarkan dari Kepolisian dan bukan disusupkan ke dalam kelompok teroris.
Sementara ini pengamat teroris dari Universitas Indonesia (UI) Mardigu haqqul yakin para teroris benar-benar dilatih dalam kompleks Mako Brimob Kelapa Dua, Depok Jabar. Sebab dirinya telah melakukan investigasi kesana dan terbukti kebenarannya. “Memang Mako Brimob pernah dipakai untuk latihan teroris,” ujarnya.
Hal ini sekaligus menolak pernyataan mantan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Edward Aritonang yang diwawancarai Suara Islam beberapa waktu lalu yang mengatakan tidak benar jika para teroris dilatih menembak oleh Sofyan Tsauri di dalam Mako Brimob.
“Mereka bukan latihan di dalam Mako Brimob, tetapi di tanah lapang belakang Mako Brimob milik Sofyan Tsauri. Sebab untuk masuk ke Mako Brimob tidak sembarang orang diperbolehkan”, ungkap Edward Aritonang waktu itu.
Mengenai para pelaku penyergapan teroris termasuk pembunuhan di Cawang Jakarta Timur terhadap orang yang belum diketahui identitasnya, Munarman mensinyalir bukan dilakukan Densus 88 tetapi Satgas Anti Bom yang dipimpin Kepala BNN, Komjen (Pol) Gories Mere. Pasukan pembunuh yang hampir semuanya orang Kristen itu tugasnya melakukan tembak ditempat terhadap tersangka teroris, sehingga banyak dari mereka yang terbunuh tanpa diketahui apa kesalahannya karena belum melalui proses pengadilan.
“Memang pelaku penyergapan terhadap teroris adalah Satgas Anti Bom yang dipimpin Gories Mere. Mereka berada diluar struktur Densus 88 yang hanya dipimpin bintang satu Brigjen (Pol) Tito Karnavian, sedangkan Gories Mere bintang tiga. Jadi tidak mungkin bintang satu diperintah bintang tiga,” tegas Munarman.
Bom Israel
Sementara itu hasil investigasi Mardigu di lokasi penangkapan teroris di Bandung cukup mengejutkan. Sebab ditemukan bahan pembuatan bom cair sebanyak 5 jerigen. Baru kali ini teroris menggunakan bom cair, padahal sebelumnya bahan baku pembuatan bom dari bahan pupuk amonium nitrat. “Setahu saya hanya Israel yang memiliki bahan pembuatan bom semacam itu, ungkap Mardigu.
Padahal kawanan teroris yang ditangkap di Bandung itu merupakan kelompok Frederic dari Perancis yang sekarang sedang dicari-cari polisi termasuk Interpol, karena terlibat kegiatan terorisme di berbagai negara. Fredericlah yang menyediakan mobil yang direncanakan untuk menjadi bom mobil pada serangan berikutnya. Apakah Frederic merupakan agen intelijen Israel Mossad yang sengaja disusupkan ke teroris ? Wallahu A’lam. (Abdul Halim)