Siang itu, ba’da Jum’at 22 Syawal 1431H /1 Oktober 2010, puluhan aktivis FUI bersama Tim Pembela Muslim (TPM) Pusat maupun TPM Medan mendampingi seorang ibu yang menggendong bayinya yang baru berumur 1 bulan mendatangi kantor Komnas HAM di Kawasan Menteng Jakarta untuk mengadukan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri.
Ibu muda itu adalah Kartini Boru Panggabean, istri Ustadz Khairul Ghazali, tersangka kasus terorisme yang diduga terlibat perampokan bank CIMB Niaga Medan. Kedatangan Kartini dan bayinya ke Jakarta didampingi oleh Ustadz Adil Akhyar, adik Ustadz Khairul Ghazali, seorang dosen yang sedang mengikuti program S3 di Malaysia.
Ibu muda itu melaporkan pelanggaran HAM berat yang dialaminya. Pertama, ketika suaminya dan sejumlah tamunya sedang melaksanakan sholat maghrib berjamaah di rumahnya tiba-tiba diserbu oleh sejumlah orang bersenjata yang langsung menodongkan senjata mereka kepada dirinya dan bayinya yang berumur seminggu dan memaksanya keluar dari rumah. Sambil sesekali menoleh ke belakang, dia keluar rumah dan bersembunyi di rumah sebelah. Saat itulah dia mendengar tembakan-tembakan dan dia melihat suaminya dipaksa menghentikan sholatnya, lalu ditendang dan diinjak-injak. Lalu suaminya bangkit dan bertakbir kembali untuk melanjutkan sholatnya, dan terus ditendang dan diinjak-injak kembali, dan terus seperti itu hingga akhirnya suaminya dihentikan dengan ditutup mulutnya. Lalu suaminya dan tetangganya yang lagi bertamu untuk silaturrahmi lebaran pun diangkut entah kemana.
Kedua, dia bersama keempat anaknya diambil polisi dan diangkut bersama seorang ibu dan anak-anaknya yang sedang bersilaturrahmi lebaran dan menengok bayinya itu dan dibawa ke kantor polisi Tanjung Balai dan disekap di ruangan kecil sekitar 2x2,5 meter persegi dan ditahan di situ selama sekitar seminggu. Penyekapan itu dilakukan polisi tanpa kejelasan apa statusnya dan apa kesalahannya? Pernah dia dilepas dan disuruh pulang. Namun dia mendapati rumahnya di-police line. Lalu dia diambil polisi kembali untuk ditahan, juga tanpa kejelasan apa status dan kesalahannya. Sampai akhirnya dia ditemukan oleh keluarganya. Tentu saja ibu muda itu sangat shock dengan apa yang dialaminya, sementara dia baru melahirkan. Dan betapa perasaannya tertekan karena anak-anaknya yang masih kecil bahkan masih bayi harus melihat kejadian yang sungguh mengerikan itu.
Dalam situasi yang tertekan dan penuh kekhawatiran akan nasib suaminya yang belakangan dia ketahui ada di mabes polri setelah Ashludin --pengacara khusus tunjukan Densus 88—menghubunginya, maka Kartini bertekad ke Jakarta untuk mendapatkan bantuan hokum dari TPM Pusat dan dukungan moril maupun politik dari para ulama dan para aktivis muslim baik di ormas maupun orpol Islam di Jakarta. Pada hari Kamis, tatkala Kartini diterima FUI di markas FPI menceritakan bahwa dirinya sewaktu tiba di bandara Soetta ditilpun suaminya agar tidak melanjutkan langkahnya. “Hentikanlah, nanti di sini abang makin parah!...” Demikian dia menirukan keluhan suaminya.
Itulah kurang lebih yang disampaikan kepada Komnas HAM dan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim berjanji akan mem-follow up hal tersebut. Bahkan sore itu Komnas mangajak Kartini dan Adil untuk menjenguk Khairul Ghazali di mako Brimob.
Tentu saja FUI menyambut baik uluran tangan Komnas HAM dan meminta Komnas agar segera bertindak mencegah dan menghentikan kezaliman Densus 88. Apalagi kasus yang dialami Ust. Khairul Ghazali sudah sampai taraf yang tidak bisa diterima oleh seluruh kalangan kaum muslimin. Siapapun pasti menolak tindakan bengis Densus 88 memaksa orang menghentikan sholatnya dan menginjak-injaknya, dan itu dilakukan berulang-ulang, tatkala Ghazali bertakbir melanjutkan sholatnya! Ini merupakan pengumuman perang kepada umat Islam!
Saat itu saya sampaikan Komnas HAM harus segera bertindak agar tidak mengarah kepada perang agama. Sebab tidak mungkin anggota Densus 88 yang muslim dan masih waras melakukan hal itu. Apalagi sudah sering disebut-sebut keterlibatan Gories Mere dan Satgas Anti Bom-nya yang ditengarai melakukan perburuan, penyiksaan, dan pembunuhan kepada para aktivis muslim!
Kita masih berharap kepada Komnas HAM walaupun kita mendengar sore itu Komnas HAM dilecehkan oleh pihak polri dengan tidak diberi akses untuk menjenguk Khairul Ghazali. Bahkan Kartini dan Adil secara khusus dipertemukan dengan Khairul Ghazali di Mabes Polri tanpa didampingi Ifdhal dan kawan-kawan Komnas HAM.
Kita tahu tentu hal tersebut adalah bagian dari permainan Densus 88 untuk membuat kondisi yang memaksa Kartini dan Adil segera pulang kembali ke Medan dan tidak melanjutkan perlawanan mereka terhadap kezaliman densus 88 di Jakarta. Dari Malaysia Adil Akhyar meminta maaf kepada saya karena situasi dan kondisinya dia harus segera menyelesaikan tugas S3-nya dan dia tetap membantah rekayasa yang dibuat-buat oleh Densus 88 dengan menampilkan kakaknya untuk membuat kesaksian di TV.
Oleh karenanya, kita berharap Komisi III DPR yang sudah berjanji akan membentuk Panja Penyelidikan Penanganan Kasus-kasus Terorisme oleh Densus 88 segera merealisasikan janjinya. Kita juga berharap Kapolri yang baru bisa menghentikan kebrutalan anak buahnya. Wallahul musta’an!
Jakarta, 3 Dzul Qa’dah 1431H
Muhammad al Khaththath