View Full Version
Jum'at, 15 Oct 2010

'SBY-Boediono Cukup Satu Tahun'

Sejuta pendemo dari 64 elemen masyarakat akan mengepung Istana Negara meminta SBY-Boediono mundur.

Tampak heroik betul pemerintah, ketika mencanangkan pemberantasan mafia hukum sebagai Program Pilihan Pertama dalam 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu II. Program ini dihasilkan dari Rembuk Nasional (National Summit) 29-30 Oktober 2009, setelah pemerintahan SBY dilantik pada 20 Oktober 2009.

"Yang saya sebut dengan mafia berkaitan dengan hukum dalam arti yang luas adalah, mereka-mereka yang melakukan berbagai kegiatan yang merugikan pihak lain. Misalnya makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, mengancam pihak-pihak lain, pungutan-pungutan yang tidak semestinya dan sebagainya, yang disamping merusak rasa keadilan dan kepastian hukum, juga menimbulkan kerugian material bagi mereka yang menjadi korban dan mendatangkan keuntungan yang tidak halal, yang tidak legal bagi mereka yang menjalankan kegiatan mafia itu," papar Presiden RI kepada pers, 5 November 2009.

Presiden SBY juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia yang merasa menjadi korban mafia hukum, diharapkan dapat melaporkannya melalui PO BOX 9949, Jakarta 10000.

Presiden SBY minta dukungan rakyat Indonesia untuk memberantas mafia hukum. "Mari kita bikin sistem kita makin bersih ke depan ini. Mari kita bongkar, bersihkan dan berantas mafia-mafia ini. Dengan demikian hukum akan tegak dan pasti dan tidak perlu ada yang menjadi korban," seru Presiden.

Namun, seperti dikatakan penulis Jared Diamond (Failed State, 2005; Foreign Policy, 2008), lembaga-lembaga hukum Indonesia belum bisa diandalkan untuk menegakkan hukum. Fenomena ini, menurut Diamond, merupakan salah satu indikasi Negara Gagal (failed state).

“Program 100 hari itu hanya omong kosong,” kata peneliti LIPI, Syamsudin Haris, dalam acara ‘Launching Lembaga Survei Trust Indonesia dan Diskusi 100 hari pemerintahan SBY’ di Kafe Warung Daun, Jakarta, Rabu (4/11/09).

Direktur Sosial dan Politik Komite Kebijakan Publik Adhie M Massardi, juga menilai, program seratus hari pemerintahan SBY-Boediono pada 30 Januari 2010 gagal dalam merumuskan agenda bangsa, khususnya dalam memperbaiki ekonomi, membangun pemerintahan yang bersih, dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kini, jelang setahun rejim SBY-Boediono, penegakan hukum kembali menjadi rapot merah pemerintah.

Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dalam sejarah politik Indonesia, orang-orang yang kerapkali bersembarangan dengan pemerintah kerapkali dijadikan korban. Cara dan isunya pun sangat berbeda. Di zaman Soeharto, orang yang kerapkali bersembarangan dengan Soeharto dianggap sebagai subversi. Di zaman SBY, orang yang beroposisi dengan pemerintah seringkali diisukan dengan perkara korupsi.

“Di zaman SBY ini, isu korupsi dijadikan alat untuk menyingkirkan lawan politik. Lihat saja apa yang terjadi pada orang-orang yang berbeda dengan pemerintah seperti Mantan Mensos Bachtiar Chamzah misalnya. Ia diduga dijadikan salah satu tersangka korupsi karena pandangan dan sikap politiknya berbeda,” ujar Yusril pada diskusi di Doekoen Coffee, Jakarta, Kamis (8/7/2010).

Yusril mengemukakan, penetapannya sebagai tersangka kasus Sisminbakum adalah juga sebagai salah upaya rekayasa secara politik dan bisnis. Karena menurutnya, Sisminbakum sudah lama berjalan dan mengapa baru saat ini dipersoalkan. Ia pun akan terus berjuang melawan rekayasa politik ini.

“Saya tidak akan tinggal diam. Bukan berarti saya tidak siap dan takut menghadapi kasus Sisminbakum. Tetapi di balik penetapan saya ini ada rekayasa. Saya ingin memberikan pelajaran politik kepada publik bahwa apa yang terjadi selama ini khususnya penegakan hukum, termasuk kasus saya, adalah salah satu bentuk rekayasa politik semata,” imbuh Yusril, yang belum lama ini meminta SBY dan Megawati dihadirkan sebagai saksi dipengadilan atas kasus yang menimpanya.

Senada dengan Yuril, aktivis Petisi 28 Haris Rusli juga menilai berbagai pengungkapan kasus korupsi dan penegakan hukum dibawah kepemimpinan SBY saat ini sangat tebang pilih dan juga penuh rekayasa politik. Ia melihat sebetulnya bila SBY serius ingin memberantas korupsi maka seharusnya dimulai dari Istana. Sebab banyak kalangan Istana diduga terlibat dalam skandal korupsi tetapi sampai saat ini tidak diproses.

“Berbagai kasus-kasus korupsi kini dibuka oleh SBY, tetapi nampaknya pengungkapan kasus korupsi tersebut tebang pilih dan penuh rekayasa politik. Hal tersebut hanya  cara SBY untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya," ungkap mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini.

Penegakan hukum hanya satu diantara bidang kegagalan rejim SBY-Boediono. Menurut Petisi 28,  6 tahun pemerintahan ini gagal di segala bidang.

"Lima tahun kepemimpinan SBY dan setahun pemerintahan SBY-Boediono kondisi Indonesia makin terpuruk, tidak ada peningkatan kualitas kehidupan di segala aspek kehidupan," seru juru bicara Petisi 28, Masinton Pasaribu, kepada wartawan, Senin (27/9).

"Tingkat  kesejahteraan rakyat mengalami penurunan, di sana-sini rakyat merasakan kesulitan hidup, lapangan kerja yang terbatas, harga-harga yang melambung tinggi, kedaulatan negara yang merosot, dan lain-lain. Ketidakmampuan SBY-Boediono dalam mengelola dan memimpin pemerintahan adalah sumber utama segala permaslahan yang mendera negara dan bangsa Indonesia saat ini," lanjut Masinton.

Maka, katanya, tak ada dasar argumentasi untuk mempertahankan pemerintahan SBY-Boediono yang sudah gagal ini. Rakyat harus bersatu padu turun ke jalan mengepung Istana Negara dan menggantikannya dengann membentuk pemerintahan yang pro kedaulatan nasional dan pro rakyat.

"Tanggal 20 hingga 28 Oktober ini adalah momentum perlawanan setahun pemerintahan SBY-Boediono, dan Sumpah Pemuda. Mulai Oktober 2010 ini kami kelompok gerakan akan terus menggalang perlawanan berbagai elemen rakyat hingga SBY-Boediono mundur dan meletakkan jabatannya," sesumbar Masinton.

Menurt rencana, 64 elemen gerakan masyarakat akan bergabung dalam Demonstrasi 10/10 itu. Diantaranya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Indonesia, Federasi Serikat Petani Indonesia, Aliansi Buruh Mengunggat, dan Bendera. Juga PBNU, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, Angkatan 66, Serikat Rakyat Miskin Indonesia, Kontras, Aku Indonesia, BEM UMJ, UNAS, dan Gempur.

“Tuntutan utama kita, turunkan SBY, turunkan harga, usir penjajah-penjajah asing (perusahaan-perusahan neolib) dan usut tuntas skandal Century,” tutur aktivis senior Petisi 28, Haris Rusli, saat pertemuan aktivis di kantor Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa, 28 September lalu. (nurbowo)


latestnews

View Full Version