Senin, 09 Januari 2012 | 09:42:18 WIB
Pasuruan (SI ONLINE) -Tujuan program deradikalisasi yang dilakukan BNPT kepada umat Islam adalah untuk memurtadkan umat Islam, khususnya agar umat keluar dari aqidah Islam yang memiliki sisi sebagai aqidah Siyasiyah. Demikian ditegaskan oleh KH. Muhammad al Khaththath menjawab pertanyaan salah seorang hadirin dalam acara Temu Pembaca Suara Islam di Pasuruan, Jawa Timur baru-baru ini.
Menurut Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam itu, aqidah Islam memiliki dua sisi, pertama aqidah ruhiyah, yakni aqidah yang menjadi dasar pemikiran tentang kewajiban beriman kepada surga, neraka, pahala, dosa, serta mengatur tentang masalah-masalah ibadah, seperti doa, sholat, puasa, haji, dan lain-lain. Singkatnya, aqidah Islam sisi aqidah ruhiyah adalah aqidah Islam berkaitan dengan masalah-masalah akhirat.
Sedangkan sisi kedua adalah aqidah Islam sebagai aqidah siyasiyah (aqidah politis), yakni aqidah Islam yang mengatur urusan keduniaan, seperti tentang jual-beli, hutang- piutang, sewa-menyewa, hukum-hukum tentang pertanahan, pertanian, perindustrian, perdagangan, politik pemerintahan, hukum pidana, dan politik luar negeri, serta tentang pertahanan, keamanan, politik peperangan dan perdamaian.
"Menolak eksistensi aqidah dalam salah satu sisi aqidah di atas adalah menyebabkan pelakunya murtad dari agama Islam. Na’udzubillahi min dzalik", kata pemimpin umum Suara Islam itu.
Dijelaskannya, latar belakang program deradikalisasi adalah asumsi bahwa para pelaku tindakan terorisme adalah kaum radikal yang punya tujuan untuk menegakkan syariah dan daulah Islam atau khilafah Islamiyah. Oleh karena itu, BNPT membuat program deradikalisasi dalam rangka memotong terorisme dari akarnya, yaitu adanya pemikiran untuk menegakkan syariah Islam di NKRI.
"Padahal NKRI yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa seharusnya justru menjadikan syariah Islam yang merupakan hukum yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Esa dan Kuasa sebagai hukum positif yang berlaku untuk mengatur kehidupan warga negara yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan hukum warisan kolonial Belanda", tambahnya.
Menurut Direktur An Nashr Institute Munarman, program deradikalisasi yang diadopsi BNPT dengan dana APBN dan bantuan asing adalah implementasi dari program yang dibuat RAND Corporation, sebuah lembaga think thank Kemenhan AS.
Padahal dimana-mana AS melakukan peperangan kepada umat Islam baik secara hard power seperti membombardir dan menduduki Irak dan Afghanistan dengan ratusan ribu pasukan dan mesin-mesin pembunuh maupun dengan soft power berupa bantuan dana dan pelatihan seperti kepada Indonesia dan Pakistan. Namun tujuan perang mereka cuma satu, yakni memurtadkan umat Islam agar keluar dari agama Islam yang kaffah sebagaimana disebut dalam Al Quran.
Ketika ditanya, mengapa tidak meyakini Islam dalam sisi aqidah siyasiyah bisa menyebabkan pelakukan murtad, Muhammad Al Khaththath mengingatkan kepada kejadian di masa Rasulullah saw dimana para sahabat Anshar, yakni kaum Aus dan kaum Khazraj, hampir berbunuhan satu sama lain akibat provokasi Yahudi yang menggunakan syair-syair perang Buats yang pernah terjadi pada kedua kaum itu di masa jahiliyah. Sebelum mereka mengayunkan pedang untuk saling bunuh lantaran perasaan, semangat, dan kebanggan kesukuan dan kebangsaan mereka yang membara dalam perang Buats di masa Jahiliyah itu. Rasulullah saw datang dan menegur keras mereka dengan kalimat: Apakah kalian mau mengikuti seruan jahiliyah itu? Padahal aku ada di tengah-tengah kalian, setelah Allah memuliakan kalian dengan Islam dan memutuskan perkara kalian yang terjadi di zaman jahiliyah. Kalian mau kembali kafir? Allah...Allah...(Tafsir Al Baghawy Juz 2/75).
Artinya, orang muslim itu tidak boleh berperang sesama muslim lantaran semangat kesukuan dan kebangsaan. Sebab perang dan damai dalam Islam ada hukum syariatnya.
"Jika tidak mempercayai hukum syariat Islam dalam perang dan damai, maka bisa terperosok dalam perang lantaran semangat kebangsaan dan kesukuan yang dilarang oleh Rasulullah saw. sebagaimana kisah di atas", tutupnya.