Jakarta (SI ONLINE)- Ada pernyataan yang menarik dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu lalu, dimana JK mengatakan mengapa umat Islam masih ribut terus dalam menentukan awal bulan hijriyah, sedangkan orang Barat justru sudah menginjakkan kakinya ke Bulan.
Kiranya pernyataan JK inilah yang mendorong Balitbang Diklat Kementerian Agama untuk mengadakan Musyawarah Nasional Hisab dan Rukyat dengan mengundang sejumlah ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, PUI, FPI, Hidayatullah, Al Irsyad, MUI dan lain-lain. Munas diadakan di Kemenag Thamrin dan dibuka Menag Suryadharma Ali, Rabu (25/4). Turut Hadir Sekjen Kemenag Bahrul Hayat, Ketua MUI KH Maruf Amin dan sejumlah tokoh ormas Islam.
Menag Suryadharma Ali mengakui, selama ini sering terjadi perbedaan dalam penetapan awal bulan hijriyah seperti awal Ramadhan (Puasa), awal Syawal (Idul Fitri) dan awal Zulhijjah (Idul Adha). “Dengan adanya perbedaan tersebut maka umat Islam Indonesia menjadi bingung. Karena itulah pemerintah berupaya untuk menyatukan persepsi supaya ada kesamaan pandangan terutama kriteria awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah,” ujarnya.
Menurut Menag, selama ini terdapat dua metode dalam menetapkan awal bulan yakni Hisab dan Rukyat. Selain itu masih terdapat perbedaan dalam penentuan pada posisi berapa hilal dapat dilihat apakah 0,1 drajat, 2 drajat, 4 drajat atau 6 drajat. Untuk itu perlu disatukan kriteria diantara kedua pendapat tersebut.
Dikatakannya, di negara Islam manapun apakah Timur Tengah, Afrika Utara maupun Asia, pemerintahlah yang memiliki otoritas dan kewenangan untuk mengumumkan dimulainya awal bulan Ramadhan, Syawal atau Zulhijjah. Hanya di Indonesia masih terdapat ormas Islam yang mengumumkan sendiri dimulainya awal bulan. Karena itulah bisa menimbulkan kebingungan dikalangan umat Islam Indoensia.
“Berdasarkan Fatwa MUI tahun 2004 lalu, pemerintahlah yang berhak mengumumkan dimulainya Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Untuk itu pemerintah nantinya bisa menjadi penengah dan konsekwensinya kedua kubu yang berbeda harus tunduk pada ketentuan pemerintah. Menteri Agama akan bertindak sebaagi hakim. Mulai tahun ini saya berharap tidak akan ada lagi perbedaan dalam menentukan awal bulan hijriyah,” ujar Menag Suryadharma Ali. (*)