Senin, 02 Juli 2012 | 05:44:56 WIB
Tasikmalaya (SI ONLINE) - Ini bisa jadi pertimbangan bagi para pejabat yang akan korupsi. Bila selama ini koruptor di Indonesia hanya dihukum penjara, kini kemungkinan mereka yang mengkorup harta negara dalam jumlah besar bersiap menghadapi tuntutan hukuman mati.
"Kita setuju hukuman mati (bagi koruptor). Narkoba saja bisa, kenapa korupsi tidak," kata Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa Dr KH Ma'ruf Amin seusai penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia ke-IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Ahad malam (2/7/2012).
Hukuman, menurut Kiyai Ma'ruf, harus bisa menimbulkan efek jera. Dalam Islam, lanjutnya, hukuman atau sanksi berfungsi ganda, sebagai pencegah sekaligus penebus.
"Efek jera pada hukum Islam itu (bisa) pada orang lain," kata anggota Wantimpres itu.
Lantas berapa nilai korupsi yang pelakunya layak dihanjar hukuman mati?. "Yang selayaknya," jawabnya tanpa memberikan batasan nilai.
sebelumnya, berkaitan dengan kasus korupsi pengadaan Al Quran di Kemenag, Kiyai Ma'ruf mengatakan jika ada pejabat Kemenag yang terlibat, dari eselon berapapun harus ditindak. "Seluruh yang korupsi harus dituntaskan", tegasnya.
Terlebih korupsi pengadaan Al Quran. "Ini menjadi kewajiban KPK (untuk mengusut tuntas)," tutupnya.
Sebelumnya, dalam Sidang Pleno Ijtima Ulama juga telah disepakati fatwa tentang pemiskinan bagi koruptor. Ulama sepakat korupsi masuk dalam kategori ghuluw (berbuat curang), bukan syariqat (pencurian), sehingga sanksi yang tepat bagi koruptor adalah ta'zir. Ta'zir adalah hukuman yang ketetapannya diserahkan kepada penguasa, bisa berupa penjara hingga hukuman mati.
Red: shodiq ramadhan