Jakarta (SI ONLINE) - Wilayah Solo bukanlah zona perang. Tetapi dalam melakukan aksinya, Densus 88 menggunakan pola perang sehingga menimbulkan rasa tidak aman di negeri ini. Densus telah menciptakan rasa takut dan rasa khawatir yang cukup mengerikan akibat penggambaran aksi mereka yang berlebihan bagaikan di zona perang di Afganistan, Palestina, atau negara Timur Tengah lain yang sedang dilanda konflik.
Demikian dikatakan Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, terkait aksi koboi Densus 88 di Solo, Jumat (31/8/2012) lalu.
Mestinya, kata Mustofa, karena Solo bukan zona perang harusnya dilakukan cara-cara yang humanis untuk melumpuhkan teroris. "Itu mudah dilakukan dan sangat efektif," katanya.
Anehnya, mesti itu bisa dilakukan Densus justru melakukan aksi kekerasan terstruktur dan ada kesan tidak mengenal HAM. "Hajar dulu, urusan belakangan," katanya.
Karena itu Pengamat Terorisme ini menyarankan Densus 88 agar melakukan rehabilitasi bagi korban kekerasan mereka. Tidak hanya ganti rugi, tapi juga permintaan maaf yang serius. Jika perlu, permintaan maaf dan rehabilitasi disampaikan/dilakukan di depan publik, melalui jumpa pers, agar masyarakat luas menghormati polisi, Densus, maupun BNPT. "Itulah yang selama ini tidak mereka lakukan," tandasnya.
Jika sarannya itu tidak dilakukan, Mustofa khawatir masyarakat tidak akan lagi menghormati korp berlambang burung hantu maupun korp baju coklat tersebut. "Aksi-aksi heroik memberantas teroris, akhirnya hanya akan dianggap sebagai adegan pencitraan aparat, dan tidak lagi memiliki nilai positif di mata masyarakat," tandasnya.
Sebelumnya, Jumat (31/8), Densus 88 menggerebek rumah Wiji. Aparat bersenjata lengkap ini menodongkan senjata ke Wiji. Wiji yang terbangun dari tidurnya berusaha menangkis ujung senjata tersebut. Dikira melawan, Wiji langsung dihajar dan tangannya diborgol.
Setelah menghajar Wiji hingga babak belur, petugas baru sadar yang ia cari bukanlah Wiji. Mereka lali membongkar kamar sebelahnya. Setelah mendobrak pintu kamar dengan martil besar, petugas menangkap Bayu Setiono (24), menantu Wiji. Bayu lalu diseret dari kamar dan salah satu kakinya ditembak. Bayu lantas dibawa pergi Densus 88.
Kini, Wiji masih terbaring lemah di rumahnya Dusun Tempel, Desa Bulorejo, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah. Luka-luka di wajah Wiji masih diperban pasca dihajar Densus 88.
Berdasarkan foto yang tersebar di media muka Wiji tampak penuh luka. Pelipis kiri dan pipi di bawah mata kanannya diperban. Hidung Wiji juga tampak luka seperti terkena pukulan senjata. Pelipis kanan Wiji dan jidatnya bengkak. Mata kirinya hampir tertutupi oleh perban. Sementara bibir atas Wiji jontor.
red: shodiq ramadhan