Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc
Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional
Banjir yang terjadi di DKI Jakarta pada Kamis (17/1) lalu benar-benar dahsyat dan diluar perkiraan sama sekali. Banjir bandang datang secara tiba-tiba sehingga mampu menjebol tanggul di jalan Latuharhary dan menenggelamkan pusat bisnis ibukota di jalan Thamrin dan Sudirman. Bahkan Istana Negara yang selama ini steril dari banjir termasuk ketika banjir dahsyat tahun 2007 lalu, kali ini berhasil ditundukkan oleh banjir, sehingga Presiden SBY sampai geleng-geleng kepala seolah-olah tidak percaya apa yang dilihatnya sendiri. Sementara kantor Gubernur DKI Joko Widodo yang terletak tidak jauh dari Istana Negara juga tidak luput dari sergapan banjir, sehingga terpaksa untuk sementara waktu Gubernur tidak berani memasuki kantornya sendiri dan berada di luar kantor.
Banjir tidak hanya menggenangi pusat Ibukota, tetapi hingga pelosok Jakarta. Bahkan di kawasan perumahan elite Pluit dan Pantai Mutiara di Jakarta Utara, banjir masih terus menggenang dalam waktu seminggu. Hal itu disebabkan jebolnya Waduk Pluit yang tidak mampu menampung luapan banjir. Boleh dikatakan 40 persen wilayah DKI Jakarta tergenang oleh banjir, dimana ditaksir kerugiannya mencapai minimal Rp 15 triliun dan mengakibatkan tewasnya 20 orang.
Hampir semua media massa baik cetak maupun elektronik yang kebetulan dikuasai gerombolan Sepilis (sekularis, pluralis dan liberalis), tidak pernah mempersoalkan kalau banjir kali ini merupakan peringatan, musibah bahkan azab dari Allah SWT. Mereka berkeyakinan banjir kali ini hanya fenomena alam biasa dimana terjadi siklus 5 tahunan seperti yang terjadi tahun 2007 lalu. Mereka mengesampingkan dan pura-pura tidak mengetahui kalau banjir yang terjadi secara tiba-tiba itu merupakan azab dari Allah SWT, karena banyaknya kemaksiatan dan kemunkaran yang terjadi di Ibukota, sehingga Allah SWT murka dan memerintahkan banjir yang merupakan makhluk ciptaan-Nya untuk menyerbu Jakarta, agar supaya rakyat dan para pejabatnya sadar sehingga kembali kepada pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Direktur Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Sekjen World Zakat Forum (WZF), Guru Besar Ilmu Agama Islam IPB Bogor dan Wakil Ketua Pengurus Pleno Dewan Syariah Nasional MUI Pusat, Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc, seputar banjir di Jakarta yang sesungguhnya merupakan peringatan, musibah dan azab Allah SWT karena masih banyaknya kemaksiatan dan kemunkaran termasuk korupsi yang terjadi di Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya, namun tetap dibiarkan oleh pemerintahan SBY-Boediono.
Setiap memasuki akhir dan awal tahun, selalu terjadi musibah di berbagai negara seperti Tsunami di Aceh (26/12/2004), Topan Shandy di AS (30/10/2012) dan banjir dahsyat di Jakarta (17/1/2013). Apakah ini bentuk murka Allah SWT karena di fitnah mempunyai anak seperti adanya perayaan Natal, sebagaimana disebutkan dalam surat Maryam ayat 88-92 ?
Apapun musibah yang terjadi semuanya berasal dari Allah SWT. Adapun sebab turunnya bisa bervariasi dan sangat tergantung bagaimana melihatnya. Bagi orang yang beriman tentu semua musibah bukan semata-mata peristiwa alam, akan tetapi sebuah peringatan agar kita semakin dekat dengan Allah SWT, dengan berusaha melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi yang dilarang-Nya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hadid [57] ayat 22 dan 23:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (22). (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (23)”.
Adapun yang berkaitan dengan keyakinan Trinitas dalam ajaran Islam secara tegas, bahwa keyakinan tersebut adalah keyakinan yang bathil dan termasuk musyrik, bahkan juga disebut keyakinan orang kafir. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-Maidah [5] ayat 73-74:
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih (73) Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (74).”
Terjadinya banjir dahsyat di Jakarta yang menelan kerugian minimal Rp 15 triliun dan 20 orang meninggal dunia, apakah juga disebabkan karena banyaknya kemaksiatan yang terjadi di Ibukota ?
Sudah pasti bahwa musibah yang terjadi itu diakibatkan oleh perilaku manusia, yang mendzalimi dirinya dengan berlaku maksiat sekaligus berlaku dzalim pada alam lingkungannya. Misalnya dengan memperbanyak bangunan-bangunan mewah yang menghabiskan tanah yang merupakan resapan air. Akibatnya ketika terjadi hujan tidak ada resapan lagi. Akhirnya air menjadi membludak dan banjir. Allah SWT mengingatkan hal ini dalam QS. Ar-Rum [30] ayat 41:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Menurut pak kyai, banjir di Jakarta kali ini apakah merupakan peringatan, musibah atau azab dari Allah SWT dan apa alasannya ?
Bisa semuanya. Bagi orang yang beriman menjadi peringatan agar terus meningkatkan kwalitas keimanannya, atau menjadi musibah untuk menguji kesabaran dan ketawakkalannya, sambil terus bekerja memperbaiki kondisi lingkungan. Sedangkan bagi orang yang tidak beriman atau kafir, banjir besar tersebut bisa menjadi azab atau siksa yang menghancurkan. Jadi jelas sekali ada korelasi antara musibah dengan peringatan dari Allah SWT.
Ada sementara orang yang berpendapat bahwa banjir di Jakarta bukanlah peringatan, musibah atau azab, tetapi siklus 5 tahunan seperti terjadi pada 2007 lalu. Bagaimana tanggapan pak kyai ?
Siklus 5 tahunan banjir itu merupakan sunnatullah dan menunjukkan kekuasaan-Nya terhadap alam semesta dan segala isinya. Tetapi tetap tidak boleh dilepaskan dari kehendak Allah SWT, yang mengingatkan umat manusia tidak boleh sombong, tidak boleh takabbur, tidak boleh merasa mampu dan berkuasa, ternyata dengan hujan yang rintik-rintik saja tetapi terus menerus, manusia tidak berdaya mengatasinya. Apalagi kalau hujan yang besar yang menghancurkan, seperti terjadi pada kaum yang durhaka di masa lalu.
Dalam Pilgub lalu para ulama sudah memperingatkan jangan memilih pemimpin sekuler dan Nasrani, tetapi tetap saja pemilih di Jakarta memilih mereka. Apakah banjir ini juga sebagai bentuk peringatan dari Allah SWT karena rakyat Jakarta memilih pemimpin sekuler dan Nasrani ?
Kewajiban memilih pemimpin yang muslim, yang memiliki akhlaqul karimah dan kemampuan dalam memimpinnya, adalah sebuah keniscayaan dan kewajiban. Karena itu, ummat Islam harus selalu siap dan menyiapkan calon-calon pemimpin ke depan, yang memilik aqidah yang kuat, integritas pribadi dan istiqomah dalam membela kebenaran yang berdasarkan ajaran Islam. Calon pemimpin untuk semua levelnya, pusat maupun daerah.
Mengapa setiap terjadinya musibah, tidak hanya orang kafir tetapi juga orang beriman ikut terkena dampaknya, padahal mereka selalu taat kepada Allah Swt. Mengapa demikian ?
Memang begitulah sunnatullah dari sebuah musibah. Tidak hanya terkena pada orang yang tidak baik, tetapi terkena juga pada orang yang baik. Terkena pada orang yang beriman dan terkena pula pada orang yang tidak beriman, hanya beda ujungnya. Bagi orang yang beriman, berujung pada kesadaran, lebih dekat dengan Allah. Sedangkan bagi orang yang tidak beriman, menjadi adzab yang menghancurkan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Anfal [8]: 25:
”Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.”
Bagaimana azab ditimpakan kepada kaum-kaum terdahulu, siapa saja kaum terdahulu yang mendapat azab dari Allah SWT ?
Banyak sekali dalam al-Qur’an contoh kaum yang dihancurkan dengan turunnya air yang deras atau banjir yang besar yang menghancurkan. Misalnya kaum Nuh yang tidak beriman kepada Allah SWT dan menentang dakwah Nabi Nuh. Seperti dikisahkan dalam QS. Hud [11] ayat 44:
“Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka (katakanlah olehmu): "Ketahuilah, sesungguhnya Al Qur'an itu diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?”
Demikian pula kaum Tsamud dan kaum ‘Aad, seperti dikisahkan dalam QS. Al-Haqqah [69] ayat 4-8:
“Kaum Tsamud dan `Aad telah mendustakan hari kiamat (4). Adapun kaum Tsamud maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa (5). Adapun kaum `Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang (6). Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum`Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon korma yang telah kosong (lapuk) (7). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka (8).”
Mengapa mereka yang terkena musibah dan azab tetap tidak sadar dan terus melakukan kemaksiatan sehingga mendatangkan murka dari Allah SWT ?
Didin Hafidhuddin: Karena mereka melihatnya hanya dengan mata kepala yang dzahirnya saja. Sehingga tidak menghasilkan perenungan dan penyadaran diri. Karena itu, mereka tetap tidak sadar dan melalaikan kewajiban. Tetapi kalau melihatnya dengan mata hati, pasti ujungnya adalah kesadaran dan keimanan kepada kekuasaan Allah SWT. Firman Allah dalam QS. Al-Hajj [22]: 46:
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”
Baru kali ini dalam sejarahnya, Istana Negara sempat tenggelam oleh banjir. Menurut pak kyai, tanda-tanda apakah ini ataukah peringatan dari Allah SWT kepada pemerintahan sekarang ini ?
Jangan ditafsirkan yang macam-macam kalau ada banjir masuk ke Istana Negara. Ini adalah peringatan dari Allah SWT, bahwa alam itu kalau dirusak oleh manusia, maka akan menyebabkan kehancuran. Karena itu, peringatan pada para pemimpin agar menjaga lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tidak melakukan kemaksiatan pada Allah SWT. Karena pada hakikatnya manusia tidak punya kemampuan apapun dalam menghadapi peringatan dari Allah SWT.
Apakah banjir dahsyat kali ini juga merupakan peringatan dari Allah SWT kepada para pemimpin negara ini yang gemar melalukan korupsi dan selalu menolak diterapkannya Syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?
Bagi orang yang beriman musibah itu adalah juga bagian dari peringatan Allah, agar kita jangan sombong dan takabbur, tetapi rendah hati dan berusaha untuk melaksanakan Syariat Allah dalam segala kehidupan kita.
Apakah banjir kali ini hanya pembuka dari musibah lebih besar lagi yang akan terjadi di Jakarta, jika para pemimpin negara ini tidak taubat kepada Allah SWT dengan kembali kepada Syariat Islam ?
Berbagai kemungkinan akan terjadi dan itu sudah diingatkan di dalam al-Qur’an dan Hadits, dimana kalau umat manusia tidak beriman dan bertaqwa, maka ujungnya adalah turunnya adzab Allah yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perhatikan firman-Nya dalam QS. Al-A’raf [7] ayat 96:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Bagaimana nasehat pak kyai kepada para pemimpin negara dan rakyat Indonesia, agar musibah yang berupa berbagai macam bencana alam tidak terus menerus terjadi. Sebab dalam 8 tahun pemerintahan SBY ini, sudah lebih dari 500 bencana alam terjadi seperti banjir, tsunami, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, gunung meletus dan sebagainya ?
Kita semuanya harus melakukan muhasabah, instropeksi diri supaya kembali kepada ajaran Islam dan melaksanakan syariat Islam dalam semua bidang kehidupan kita. Para pemimpin dalam segala levelnya harus berlomba-lomba untuk memberikan contoh dalam pelaksanaan syariat. Jangan memperbanyak maksiat, karena maksiat hanyalah akan melahirkan adzab dan kemurkaan dari Allah SWT.
[Abdul Halim]