View Full Version
Sabtu, 11 May 2013

Menunggu Pembuktian Cinta Nabi sang Presiden RI

Tasikmalaya (SI ONLINE) - Akibat ketidaktegasan pemerintah pusat yang belum mau membubarkan Ahmadiyah, akhirnya masalah kelompok sesat tersebut terus berlangsung. Yang teranyar ialah terjadinya bentrokan antara masyarakat dan kelompok Ahmadiyah pada Ahad (5/5/2013) lalu di Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Bentrokan dipicu akibat Ahmadiyah yang masih terus melakukan aktivitas ajaran sesatnya. Sebelum kejadian, masyarakat bersama Polres Kabupaten Tasikmalaya telah berupaya melakukan negosiasi dengan Ahmadiyah yang hendak mengadakan acara Jalsah Hasanah Ahmadiyah se-Jawa Barat, namun usaha tersebut gagal karena Ahmadiyah bersikukuh untuk tetap mengadakan acara.

Jelas kegiatan Jalsah Hasanah tersebut telah melanggar SKB 3 Menteri yang melarang kegiatan Ahmadiyah. Ahmadiyah dilarang karena menyimpang dari pokok ajaran Islam dan telah dinyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa Ahmadiyah sesat dan menyesatkan pada fatwa yang dibuat pada tahun 1980. Dan pelaranggaran Ahmadiyah bukan hanya kali ini saja, beberapa contoh kasus seperti Ahmadiyah di Cisalada dan Parung Bogor itu diawali dengan kegiatan Ahmadiyah yang masih terus berlangsung.

Menurut ketua Front Pembela Islam (FPI) Tasikmalaya, Ustadz Ibnu Mansur, ada penafsiran yang berbeda antara pemerintah dan ulama tentang SKB 3 Menteri. Pemerintah tetap punya anggapan bahwa SKB tidak punya sanksi, padahal inti dari SKB tersebut ada 2 substansi.

"Pertama, Ahmadiyah dilarang mengadakan kegiatan penyebaran ajaran sesatnya. Jika mereka melanggar poin ini maka sanksinya dikembalikan kepada KUHP pasal 156a tentang Penodaan/Penistaan Agama yang ancaman hukumnya maksimal 5 tahun penjara." ujarnya kepada Suara Islam Online (11/5/2013).

"Yang kedua, bagi masyarakat dilarang main hakim sendiri dan anarkis. Jika poin ini dilanggar maka sanksi dikembalikan kepada KUHP pasal 170 tentang perusakan," tambahnya.

Dari dua point tersebut sebenarnya jika aparat konsisten dengan aturan yang berlaku, maka tidak akan ada konflik yang terjadi. "Jika kedua poin ini dilaksanakan, maka tidak akan terjadi konflik horizontal seperti yang terjadi di Tasikmalaya dan daerah lainnya. Karena sebelum masyarakat bertindak, aparatlah yang seharusnya mengeksekusi untuk menangkap dan memenjarakan kelompok Ahmadiyah," jelas Ustadz Ibnu.

"Namun tetap SKB tersebut sifatnya masih prematur dan belum menyelesaikan permasalahan, maka yang dibutuhkan adalah keputusan presiden untuk membubarkan Ahmadiyah sesuai amanat Penpres No. 1/1965 dan UU No. 5 Tahun 1969 tentang penodaan agama. Jadi dalam hal ini sangat jelas, bahwa penodaan agama sudah ada aturannya, dan objek pelanggarnya pun yaitu Ahmadiyah juga ada dan sudah terbukti bersalah. Namun pertanyaannya, apakah presiden RI yang memiliki majelis zikir pecinta nabi bisa membuktikan kecintaannya ketika penista nabi sudah jelas di depan mata?" tanya ketua FPI Tasikmalaya ini.


Rep: Syaiful


latestnews

View Full Version