Diasuh oleh:
Dr. Erma Pawitasari, M.Ed
Doktor Pendidikan Islam PKU DDII bekerjasama dengan BAZNAS
Salam Bunda Erma. Bunda, RSBI telah dihapuskan oleh MK tetapi pada praktiknya sekolah sejenis unggulan masih ada. Sekolah mempertahankan penggunaan Kurikulum Cambridge. Apa sebenarnya keistimewaan Kurikulum Cambridge ini?
Ita, Mojokerto
Nanda Ita yang dirahmati Allah,
Kualitas pendidikan nasional yang merosot memunculkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan terhadap kurikulum nasional ini ditangkap oleh dunia bisnis dengan mendirikan sekolah-sekolah berkurikulum nasional plus asing, dan menyebutnya sebagai sekolah bertaraf internasional (SBI). Pemerintah meresponnya dengan melegalkan kehadiran kurikulum asing melalui UU Sisdiknas 2003 pasal 50 ayat 3 serta Permen No. 78 Tahun 2009. Sekolah-sekolah negeri tidak mau ketinggalan dan serta merta mendirikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Kehadiran SBI/RSBI seakan menjawab keresahan masyarakat akan kualitas pendidikan nasional. SBI/RSBI banyak diserbu walaupun memasang tarif yang sangat mahal. Tarif inilah yang menuai perlawanan sehingga SBI dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 8 Januari 2013. Alasannya, biaya mahal, bukan karena mutu maupun ideologi.
Sebenarnya apa yang disebut Kurikulum Cambridge ini bukanlah kurikulum, melainkan sejumlah paket buku yang terlahir dari kurikulum pendidikan di Inggris. Kurikulum asing ini memiliki daya tarik khusus disebabkan kurikulum nasional (kurnas) yang kurang berbobot.
Kurikulum nasional sangat berorientasi materi (penguasaan informasi sebanyak-banyaknya). Akibatnya, porsi siswa untuk berpikir, memecahkan masalah, bekerja sama dalam tim, maupun berkomunikasi secara baik menjadi sangat minim. Jumlah mapel dalam kurnas terlalu. Waktu yang sempit akhirnya memaksa guru untuk sekedar mentransfer ilmu dan siswa sekedar menghafalkan. Sebagai contoh, jika materi klorofil diajarkan melalui riset pustaka, pengamatan, eksperimen, dan diskusi, maka satu materi ini saja akan menyedot minimal dua jam pelajaran atau satu kali
pertemuan (2 x 45 menit). Padahal total waktu mapel Sains biasanya tidak lebih dari dua pertemuan per minggu. Bagaimana dengan bagian daun yang lain, akar dan bagian-bagiannya, bunga dan berbagai karakteristiknya, aneka ragam buah, biji dan variasinya, dan jenis-jenis batang. Itu semua baru topik tumbuhan, belum hewan, manusia, lingkungan, energi dan perubahannya, benda dan sifat-sifatnya, serta alam semesta. Sistem evaluasi bertumpu pada aspek kognitif atas seluruh materi sehingga siswa dituntut untuk menghafal agar dapat menjejalkan ke dalam otaknya sedemikian banyak materi dalam waktu singkat. Pengamalan ilmunya sendiri hampir tidak diperhatikan.
Hal ini berbeda dengan standar pelaksanaan kurikulum Cambridge. Untuk mendapatkan ijazah diploma ICE (setaraf UN), siswa cukup menyelesaikan empat mapel. Itupun persiapannya ditempuh selama dua tahun. Dalam waktu yang cukup longgar tersebut, sangat memungkinkan bagi guru dan siswa untuk menjalani langkah-langkah pembelajaran yang disarankan, seperti riset pustaka, eksplorasi, eksperimen, dan berpikir kreatif.
Kurikulum nasional juga terlalu teoritis (yakni, kurang praktis/kurang terkait dengan kenyataan kehidupan). Pelajar yang sudah lulus UN Bahasa Inggris ternyata tetap tidak bisa membaca dalam Bahasa Inggris, mendengarkan berita berbahasa Inggris, apalagi berkomunikasi. Dalam pelajaran Sains, siswa menghafalkan proses-proses rumit seperti elektrosis dan mitosis tanpa mengerti penggunaan praktisnya.
Materi Cambridge, di sisi lain, sangat memperhatikan sisi praktis dari tiap-tiap mapelnya. Seseorang tidak mungkin lulus sertifikat Bahasa Inggris Cambridge jika tidak mampu menggunakan bahasa ini dengan baik. Pada materi elektrosis, siswa dibantu untuk memahami bagaimana penerapannya secara praktis. Misalnya, bagaimana Jepang bisa kaya raya tanpa memiliki minyak maupun hasil bumi yang melimpah, melainkan dengan mengandalkan proses elektrosis yang mengubah air laut menjadi kekayaan yang luar biasa, antara lain plastik, pestisida, karet sintetik, kertas, interior kendaraan, cat, baking soda, bahan adesif, kulit sintetik, bahan bakar roket, margarin, obat, bahan pembersih, pemutih, deodoran, PC, TV, mesin fax, maupun kain. Pada materi pembelahan sel, siswa diajak berpikir tentang kanker, yakni salah satu penyakit yang banyak mengancam kehidupan modern dan disebabkan oleh proses pembelahan sel yang abnormal. Kurangnya keterkaitan teori dengan kehidupan nyata dalam kurnas membuat materi-materi yang dipelajari siswa tidak mampu menggugah hatinya maupun mendorong pemikirannya untuk memecahkan masalah kehidupan dengan ilmu-ilmu yang didapatkan di sekolah.
Berhubung keterbatasan tempat, insya Allah pembahasan ini akan saya lanjutkan pada edisi mendatang, termasuk kelemahan dari kurikulum Inggris ini.