View Full Version
Rabu, 29 Mar 2017

Survey: Sebagian Besar Warga Yahudi Israel Menolak Pembentukan Negara Palestina

TEL AVIV, ISRAEL (voa-islam.com) - 64 persen warga Yahudi Israel tidak bersedia untuk mendukung penarikan mundur penuh dari Tepi Barat yang diduduki sebagai bagian dari perjanjian penyelesaian untuk membentuk Negara Palestina, menurut sebuah jajak pendapat baru yang dirilis Senin (27/3/2017) oleh Jerusalem Center for Public Affairs.

Warga Israel saat ini lebih skeptis daripada sebelumnya bahwa warga Palestina akan mengambil langkah yang diperlukan untuk mengambil perjanjian damai dengan negara Yahudi tersebut.

Jajak pendapat itu menunjukkan bahwa hanya 10 persen warga Israel setuju menyerahkan Temple Mount [Masjid Al-Aqsa] untuk kedaulatan Palestina, sementara 83 persen menentang usulan tersebut.

“79% mengatakan itu adalah penting untuk mempertahankan Yerusalem bersatu di bawah kedaulatan Israel, sementara 15% mengatakan itu tidak penting,” menurut hasil jajak pendapat.

Sekitar 17 persen dari penduduk Yahudi percaya bahwa Israel harus setuju dengan pembentukan negara Palestina di seluruh Tepi Barat, sementara 77 persen sisanya melihat tidak seharusnya.

Tentang konfederasi antara negara Palestina masa depan dan Yordania, 48% menyukai ide tersebut, sementara 33% menentang.

Dalam perubahan besar dalam opini publik Israel, mayoritas yang disurvei menyatakan keengganan untuk setuju dengan parameter yang dikemukakan oleh mantan presiden AS Bill Clinton selama hari-hari terakhirnya di kantor lebih satu dekade lalu. Dukungan untuk parameter tersebut telah menurun dari 55 persen pada tahun 2005 menjadi 29 persen saat ini.

“Telah ada penurunan bertahap dari kemauan (Yahudi) Israel untuk menyetujui penarikan dari Tepi Barat sebagai bagian dari perdamaian perjanjian-dari 60% pada tahun 2005 menjadi 36% di 2017,” menurut hasil jajak pendapat. “Ada juga penurunan dukungan untuk Parameter Clinton dari 55% pada tahun 2005 menjadi 29% di 2017.”

Di bawah parameter, sebuah negara Palestina tanpa militer akan dibentuk di Tepi Barat, Yerusalem akan dibagi sebagai ibukota kedua negara, dan Masjid Al-Aqsa di tangan Palestina dengan Israel mempertahankan kontrol atas Tembok Barat.

Dalam sebuah wawancara dengan Quds Press, Selasa (28/3/2017), direktur jenderal Kementerian Pariwisata di kota Jericho, Iyad Hamdan, mengatakan bahwa temuan survei itu menunjukkan ekstremisme masyarakat Yahudi serta berakhirnya proposal pembentukan Negara Palestina.

Dia menambahkan bahwa penundaan terus menerus dalam proses penyelesaian dari pihak Israel, tidak adanya tekanan dan intervensi negara-negara Arab, kontrol sayap kanan atas parlemen, kelanjutan dari kegiatan aneksasi Israel di tanah milik warga Palestina, dan Judaisation yang dari Yerusalem yang diduduki, telah menyebabkan timbulnya masyarakat ekstremis Yahudi.

Profesor Universitas Gaza itu memperingatkan bahwa “masyarakat Israel akan menjadi lebih radikal di masa depan dan lebih kuat pendukung ke sayap kanan Israel.” (st/MeMo)


latestnews

View Full Version